Jumat, 08 April 2016

Adhie: All The Vice President’s Men



All The Vice President’s Men
Oleh: Adhie M. Massardi

MENURUT kaidah kesetaraan gender yang sekarang sudah menjadi adab dunia, judul tulisan ini seharusnya All the Vice President’s Person. Tapi kalau ditulis begitu, bunyinya jadi kurang sedap karena tidak senada dengan All the President’s Men yang menjadi rujukan kolom ini.

Dirilis pada 1976, All the President’s Men adalah film political thriller yang menjadi legenda dunia, sekaligus pembaptisan bagi dua bintang utamanya menjadi aktor kelas satu yang juga menjadi legenda Hollywood: Dustin Hoffman yang memerankan Carl Bernstein dan Robert Redford sebagai Bob Woodward.

Pada poster film besutan sutradara brilian Alan J Pakula ini, ditulis dengan huruf merah: The most devestating detective story of this century. Ini bukan kata-kata pencitraan yang omong kosong. Karena hingga abad berganti, film yang diangkat dari kisah nyata jurnalistik investigatif dua wartawan The Washington Post ini tetap menjadi film detektif (investigasi) terbaik.

Cerita film ini sebenarnya biasa saja. Ada sekelompok orang mencuri dokumen dan melakukan penyadapan di kantor yang terletak di kawasan Watergate, Washington DC. Menjadi istimewa karena yang dibobol itu kantor pusat kampanye Partai Demokrat. Sedangkan komplotan pencurinya, dari hasil investigasi Carl Bernstein dan Bob Woodward, ternyata orang-orang Partai Republik yang sedang berkuasa.

Dari hasil penelusuran intensif yang bak detektif dari dua wartawan Washington Post itu, kegiatan spionase yang memalukan ini ujungnya sampai kepada Richard Nixon, Presiden AS ketika itu.  Tentu saja rakyat Amerika Serikat terkejut dan geram.

Tekanan moral rakyat yang kuat, memaksa Nixon membuka lembaran baru sejarah pemerintahan AS sebagai presiden yang pertama kali mundur dari jabatannya. Sedangkan Watergate, TKP (tempat kejadian perkara) kasus ini, bukan hanya menjadi nama skandal politik (Watergate) di AS, tapi "gate"-nya dijadikan penamaan skandal politik di negara-negara lain. 

Pada era pemerintahan KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur) lawan-lawan politik Gus Dur mengkampanyekan istilah "BulogGate" dan "BruneiGate" untuk skandal keuangan dana Yanatera Bulog (Rp 35 milyar) dan sumbangan Sultan Brunei (USD 2 juta) untuk sejumlah LSM, yang kemudian didesain untuk menjatuhkan kredibilitas Presiden RI ke-4 itu.

Belakangan, pasca OTT (operasi tangkap tangan) yang dilakukan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terhadap anggota DPRD DKI dari Partai Gerindra (M Sanusi) karena menerima suap dari PT Agung Podomoro Land, mulai ramai dibicarakan soal PodomoroGate.

Maklum Podomoro, salah satu "naga properti" di Ibukota ini, diyakini bukan hanya menyuap sejumlah anggota legislatif, tapi juga eksekutif pimpinan Gubernur Ahok dan sejumlah pihak lainnya. Maka kalau KPK serius menangani kasus ini, jejak "sang naga" akan terkuak di mana-mana.

Memang berbeda dengan di AS yang hanya mengenal "satu matahari" (Gedung Putih) sebagai sentra kekuasaan, di Indonesia kekuasaan terbagi merata ke seluruh daerah dengan landasan UU Otonomi Daerah.

Sedangkan di pusat kekuasaan, kalau kita cermati sepak terjang presiden dan wakil presiden, mencerminkan ada dua sumber kekuasan yang menjadi rujukan, bukan hanya bagi para menteri di jajaran kabinet, tapi juga masyarakat, khususnya para insan media (wartawan) yang ingin mencari pusat pembuat kebijakan.

Makanya, bukan hil yang mustahal di Indonesia bukan hanya muncul skandal politik serupa di AS yang kisahnya dijadikan film dengan judul "All the President’s Men" karena dilakukan oleh orang-orang (dekat) presiden; tapi juga "All the Vice President's Men" karena dilakukan oleh orang-orang (dekat) wakil presiden.

Apabila hal demikian (All the Vice President’s Men) betul-betul terjadi, baru nanti kita sibuk bagaimana mengatur kewenangan dan kekuasaan wakil presiden dalam Konstitusi. Karena UUD 1945 hanya mengenal yang bertanggungjawab atas pemerintahan adalah presiden! [***]

@AdhieMassardi
Bekasi, 5 April 2016

RAKYAT MERDEKA, 05 April 2016
Adhie M. Massardi | Senior Fellow Indonesia Resources Studies (Iress), Sekjen Majelis Kedaulatan Rakyat Indonesia (MKRI), Koord. Gerakan Indonesia Bersih (GIB)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar