Pondok Pesantren
Al-Mubaarok, Manggisan, Mojotengah, Wonosobo – Jawa Tengah
Sejarah
Identitas
1) Nama : Pondok Pesantren “Al-Mubaarok Manggisan”
2)
Alamat
: Manggisan, Mudal, Mojotengah, Wonosobo
3)
No.Telp.
: (0286) 323 659
4)
Website
: www.ponpesmanggisan.com
5)
E_
mail
: ponpesmanggisan@gmail.com
6)
Berdiri Pada : 31
Desember 1997, tepat tanggal 01 Romadlon 1418 H Hari Rabu
kliwon.
7)
Pendiri
: KH. Nur Hidayatulloh
Munculnya Gagasan
Pendirian Pondok Pesantren Al-Mubaarok Manggisan
Dalam benak KH. Nur
Hidayatulloh, pada awalnya tidak terbersit untuk mendirikan sebuah lembaga
tafaqquh fiddin yang bernama Pondok Pesantren. Saat masih belajar di
pesantrenpun yang menjadi target utamanya adalah mencari ridlo Alloh SWT,
menghilangkan kebodohan dan meraih ulumiddin sebanyak-banyaknya yang berkah,
manfaat dan muntafabih. Setelah selesai belajar, atas petunjuk dan restu
gurunya. Pada hari senin tanggal 08 Februari 1993 / 17 Sya’ban 1413 H di
Pesantrien ia mempersunting Ny.Hj. Nur Farida putrid KH. Ibrohim Pengasuh
Pondok Pesantren Roudlotuttholibin Jawar, Mojotengah, Wonosobo. Atas
kesepakatan keluarga dan seidzin gurunya, KH. Nur Hidayatulloh diberi amanat
untuk mengasuh dan mengampu Pondok Pesantren peninggalan KH. Ibrohim itu sampai
adik iparnya yang bernama K. Nur Yasin siap menggantikan posisinya. Amanah itu
dijalankan dengan baik oleh KH. Nur Hidayatulloh mulai awal maret 1993 sampai
dengan akhir Desember 1997 (empat tahun lebih sepuluh bulan), dan setelah itu
lalu tongkat kepemimpinannya diserahkan kepada K. Nur Yasin.
Kira-kira dua tahun sebelum selesainya tugas mengasuh Pondok Pesantren peninggalan mertuanya selesai, KH. Nur Hidayatulloh mendapatkan isyararat dari gurunya yakni KH. Abdurrohman Ch. Pengasuh Pondok Pesantren Tegalrejo Magelang, agar setelah selesai menjalankan tugasnya, mau mendirikan Pondok Pesantren sendiri di tempat lain. Isyarat seperti ini disampaikan oleh gurunya tidak hanya satu kali. Bahkan yang terahir yaitu tanggal 04 mei 1996 secara jelas beliau dawuh “Dayat !... ben supoyo luwih biso berkembang kowe besuk ora usah manggon nang jawar, naliho seko jawar lan gaweho nggon ngaji dewe”.
Atas dasari isyarat
dan dawuh tersebut, lalu KH. Nur Hidayatulloh mengkomunikasikannya dengan istri
dan ibu mertuanya (Ny.Hj. Nur Azizah Ibrohim). Ketika itu terjadi dinamika dan
tarik ulur, karena jauh sebelum itu KH. Nur Huda Djazuli Pengasuh Pondok
Pesantren Al-Falah Ploso, Mojo, Kediri sebagai guru dari Ny. Hj. Nur Farida
pernah berpesan kepada KH. Ibrohim, agar Nur Farida tidak meninggalkan jawar
yakni harus hidup dilingkungan jawar untuk memperkuat eksistensi Pondok
Pesantren Roudlotuttholibin Jawar. Hal ini kemudian menimbulkan kegalauan dalam
hati Ny. Hj. Nur Farida. Apakah ikut saran dan dawuh gurunya sendiri atau ikut
dawuh guru suaminya.
Untuk mengatasi hal tersebut, KH. Nur Hidayatulloh sowan kepada KH. Abdurrohman Ch. untuk memohon pencerahan dan arahan dari beliau. Sebagai guru yang bijak KH. Abdurrohman Ch. memberikan respon yang melegakan dengan mengatakan “ Yen ngono aku mengko tak mator marang Yai Dah” (nama panggilan untuk KH. Nur Huda Djazuli).
Selang beberapa waktu, KH. Abdurrohman Ch. nimbali KH. Nur Hidayatulloh untuk menyampaikan kabar bahwa beliau sudah bertemu dengan KH. Nur Huda Djazuli membicarakan tentang masalah seperti di sebutkan di atas. Yai Dur (nama panggilan KH. Abdurrohman Ch.) ngendiko”Dayat!... aku wis ketemu Yai Dah, ngrembug masalah mu, lan Yai Dah wis marengaken kowe ngaleh seko Jawar, ngawe nggon ngaji dewe. Kowe karo bojo_mu di timbale Yai Dah, ndang sowan”.
KH. Nur Hidayatulloh dan istripun sowan kepada Yai Dah di Ploso, Mojo, Kediri. Yai Dah Ngendiko “Mas Dayat, Mba’ Ida !... aku wis ketemu Yai Dur ngrembuk masalahe awakmu, lan aku wis mathuk yen awakmu keloron metu seko Jawar nggawe pondok dewe. Gaweho pondok sek apik, umah yo sek apik, nek iso, yen urung iso yo sak isane disik.”.
Sampai disini KH. Nur Hidayatulloh dan istri merasa lega dan plong hatinya karena semuanya sudah clear. Keluarga pun sudah menyetujuinya. Hanya saja Ibu Mertua (Ny.Hj. Nur Azizah Ibrohim) ngendiko, “ Yen metu seko Jawar yo kono, wong guru kabeh wis podo ridlo, mung aku njaluk ojo adoh-adoh seko Jawar, paling adoh limang kilo, ben tasih biso karo nguat-nguati Jawar.
Proses Pencarian Dan
Pembebasan Tanah
Dalam rangka mencari
lokasi untuk tempat pendidikan Pondok Pesantren, ada beberapa tempat yang
sempat di survey oleh KH. Nur Hidayatulloh. Diantaranya adalah ; sebidang
tangah di Garung, sebidang sawah di Penampelan, di Klesman, di Krasak, di
Andongsili, di Kalianget, di Kejiwan dan di Manggisan. Dari semua lokasi yang
di Survey itu , setelah memper timbangkan berbagai hal, maka di pilihlah lokasi
Sawah di Manggisan milik H.R. Yusuf Jambon Magelang.
Sebelum melakukan transaksi, KH. Nur Hidayatulloh sowan ke gurunya untuk menanyakan apakah sawah itu layak untuk didirikan Pondok Pesantren. disamping itu pula untuk memohon restu dan arahannya. Restu dan arahan dari gurunya pun didapatinya. Sang Guru (KH. Abdurrohman Ch) memandang sawah itu layak untuk dijadikan tempat pendidikan yakni Pondok Pesantren, dan beliau memberikan arahan agar sebelum melakukan transaksi, terlebih dahulu melakukan mujahadah dan berdo’a kepada Alloh SWT, agar segala sesuatunya diberi kemudahan dan keberkahan. Atas perintah gurunya tersebut, KH. Nur Hidayatulloh pun lalu melakukan mujahadah selama beberapa hari.
Mujahadah telah dilakukan dan akhirnya cukup, lalu KH. Nur Hidayatulloh mengutus Bp. Abdul Aziz Ngebrak Kalibeber, Mojotengah adik ipar dari pemilik sawah, untuk melobi. Lobi yang dimaksud disini adalah melobi Bp. H.R. Yusuf agar ia mau tukar guling sawah miliknya yang berlokasi di manggisan dengan sawah milik Ny.Hj. Nur Farida yang berlokasi diantara desa Jawar dan Kalibeber. Pada tanggal 25 Juni 1996 Bp. Abdul Aziz barangkat ke magelang untuk sowan H.R. Yusuf membahas hal seperti tersebut di atas.
Dengan senang hati, pak Abdul Aziz menerima amanat itu. Pada hari sabtu tanggal 25 Juni 1996 ia berangkat ke magelang untuk bertemu pak Yusuf. Setelah sholat ashar, pak Abdul Aziz menemui Pak Yusuf, dan menyampaikan apa yang menjadi amanat KH. Nur Hidayatulloh, yaitu masalah tukar guling tanah sawah. Pak yusuf merespon positif dengan menucapkan “yo… yo… he eh… he eh… he eh… mengkoaku tak ngomong bocah-bocah (anak-anaknya. Red).
Berita mengejutkan, bahwa hari berikutnya, yakni hari Ahad wage jam 06.30 tanggal 26 Juni 1996 pak Yusuf di panggil oleh Alloh SWT. Berita ini sangat mengejutkan KH. Nur Hidayatulloh dan agak membuatnya cemas, karena persoalan tukar guling tanah sawah belum clear 100%. KH. Nur Hidayatulloh datang ke magelang untuk ta’ziyyah dengan membawa rombongan santri sebanyak satu bus. Setelah selesai sholat jenazah, saat KH. Nur Hidayatulloh duduk dengan beberapa tamu lain untuk menunggu upacara pemberangkatan jenazah, Pak Abdul Aziz membisiki bahwa sebelum pak yusuf sedo, sudah berpesan kepada istrinya agar rembugan masalah tukar guling sawah itu di tentukan dengan anak-anaknya.
Kesepakatan Bu Yusuf dengan anak-anak rembugan masalah tanah sawah, akan dilanjutkan setelah 40 hari dari meninggalnya pak yusuf. Namun belum genap 40 hari yakni baru ± sepuluh hari dari meninggalnya Pak yusuf, Bu yusuf mengutus putranya yang bernama wahyu untuk sowan KH. Nur Hidayatulloh menyampaikan kabar bahwa Bu Yusuf dan seluruh putra-putranya menyatakan sepakat untuk melanjutkan rembugan masalah tukar guling tanah sawah.
Pada tanggal 14 Juli 1996 KH. Nur Hidayatulloh di damping oleh Pak Abdul Azizi dari Ngebrak, kalibeber dan dari manggisan KH. Bahruddin Ahmad, H. Basyir, H. Mustangin dan Mbah Bahrun, datang ke Jambon Magelang untuk ketemu Bu Yusuf dan Putra-putranya, membahas tentang kelanjutan rembugan tukar guling tanah sawah. Rembugan tidak terlalu lama, terjadilah kesepakatan diantara kedua belah pihak. Isi Kesepakatannya antara lain :
1. Bu Yusuf
sekeluarga di sebut sebagai Fihak I, dan KH. Nur Hidayatulloh sekeluarga
disebut sebagai Fihak II
2. Fihak
I menyutujui usulan Fihak II tentang tukar guling tanah sawah milik Fihak II
yang berlokasi di antara desa Kalibeber dan Jawar dengan tanah sawah milik
Fihak I yang berlokasi di Manggisan, dengan ketentuan sebagai berikut :
a.
Setiap satu meter persegi ditukar dengan satu meter persegi.
b. Bahwa
sawah milik Fihak I seluas ± 5380 m2 , sedang sawah milik Fihak II
seluas ± 3340 m2 . dengan demikian, maka masih tersisa seluas 2040 m2
.
c. Sisa sawah
seluas 2040 m2 yang 1040 m2 di wakafkan oleh Fihak I ke
Fihak II, dan yang seribu meter lagi di bayar oleh Fihak II dengan harga
permeter 10.000,-.
Sampai disini,
tuntaslah sudah rembugan tukar guling tanah sawah antara Fihak Bu Yusuf dengan
Fihak KH. Nur Hidayatulloh.
Tanah seluas 5380 m2 itu , terdiri dari dua lokasi, sebut saja lokasi A dan B. luas sawah berada dilokasi “A” adalah 3580 m2, sedangkan yang berada di lokasi “B” seluas 1800 m2 .
Sebagian dari 1800 m2 itu, kemudian ditukar guling dengan sawah milik dari istrinya slamet Nanu, yang kebetulan gandeng dengan sawah yang berlokasi di “A”. sisa sawah yang berlokasi dilokasi “B” tinggal ± 603 m2.
Disamping sawah-sawah tersebut di atas, KH. Nur Hidayatulloh, juga membeli sawah Pak Misbahul seluas ± 100 m2 . sawah yang ini dibeli disamping untuk menambah luasnya, juga untuk meluruskan batas-batas sawah yang semula berbelok-belok. Harga permeternya Rp. 10.000,-
Pembersihan Dan
Perataan Lokasi
Sawah yang akan
dijadikan lokasi pondok Pesantren, itu Nampak kurang produktif untuk ditanami
padi. Ketebalan tanahnya kurang ideal untuk ditanami padi. Banyak cadas dan
bebatuannya. Bahkan banyak batu-batu besar yang berukuran sebesar badan kerbau
atau lebih. Diantara batu-batu besar yang berukuran besar itu, ada salah
satunya yang seperti bangkong. Bahkan konon menurut cerita sebagian masyarakat
setempat, batu tersebut dianggap angker. Tidak ada yang berani duduk atau
nongkrong di atas batu tersebut. Bahkan berkembang cerita mistis, katanya dari
dalam batu tersebut kadang keluar bangkong yang berukuran sangat besar, yang
besarnya itu dianggap tidak wajar. Cerita-cerita ini, dikalangan masyarakat
manggisan bisa di kata cukup melegenda. Oleh karenanya persawahan disekitarnya
dinamakan Sibangkong.
Kondisi sawah yang tidak rata, bagian sebelah timur posisi sawah tinggi, seelah barat dan selatan rendah (legok), banyak batu – batu besar serta bercadas itu, kemudian diratakan.
Jalan masuk yang masih berupa sawah dikalaitu, diurug dengan tanah yang dibeli dari tanah galian Pasar Induk Wonosobo yang kebetulan saati itu sedang di bangun pasca kebakaran.
Pengerjaan perataan sawah itu, dilakukan secara manual, tidak menggunakan alat-alat berat. Kerja bakti masyarakat merupakan andalan utamanya. Diantara desa-desa yang masyarakatnya ikut kerja bakti adalah :
1. Manggisan
2. Pandansari
3. Sindon
4. Sorogaten
5. Sojopuro
6. Klesman
7. Gesing
8. Sendangsari
9. Wonokromo
10. Jambu
11. Tegalsari
12. Dero ngisor
13. Menjer
|
14. Gendoran
15. Larangan
16. Siwadas
17. Topengan
18. Pringapus
19. Maron
20. Depok
21. Kebrengan
22. Kejiwan
23. Mlipak
24. Kebrengan
25. Bugangan
26. Wonobungkah
|
Konsumsi para pekerja bakti selama kurang lebih lima bulan, dicukupi oleh masyarakat manggisan, yang diaturnya dengan secara bergilir. Orang yang mengatur giliran tersebut adalah Mbah Bahrun, sosok orang tua yang sangat gigih dalam ikut berjuang mendirikan Pondok Pesantren. menu yang di suguhkan berfariasi, namun yang mendominasi adalah nasi megono.
Mujahadah
Dilokasi Sebelum Memulai Pembangunan Gedung
Meski perataan tanah
belum selesai seratus persen, namun dipandang sudah siap untuk didirikan bangunan
didalamnya. Maka agar tempat itu dilimpahi keberkahan dan keridloan Alloh SWT,
di lakukanlah mujahadah di tempat itu, setiap malam selama bulan romadlon. Agar
mujahadah bisa berjalan dengan hidmat, penuh kekhusyu’an, maka dibuatlah gubug
bamboo berukuran kira-kira 4x 4 m2 di tengah lokasi tersebut.
Meski perataan tanah
belum selesai seratus persen, namun dipandang sudah siap untuk didirikan
bangunan didalamnya. Maka agar tempat itu dilimpahi keberkahan dan keridloan
Alloh SWT, di lakukanlah mujahadah di tempat itu, setiap malam selama bulan
romadlon. Agar mujahadah bisa berjalan dengan hidmat, penuh kekhusyu’an, maka
dibuatlah gubug bamboo berukuran kira-kira 4x 4 m2 di tengah lokasi
tersebut.
KH. Nur Hidayatulloh, yang ketika itu masih tinggal di rumah mertua dan setatusnya masih sebagai Pengasuh Pondok Pesantren Roudlotuttholibin Jawar, selama bulan Romadlon, setiap malam dating kelokasi dengan membawa santri sekitar 7 sampai 15 santri untuk mujahadah dan munajat kepada Alloh SWT. Bulan syawal sebelum pembangunan dimulai, lokasinya digunakan untuk acara pengajian Halal Bihalal NU MWC Mojotengah. Dalam acara tersebut, para pengunjung disamping diberi siraman rohani, juga dimintai do’a restunya berkaitan dengan akan dibangunnya sebuah Pondok Pesantren dalam lokasi tersebut.
Profil
A. IDENTITAS
PONDOK PESANTREN
Nama
lembaga
: Ponpes Al MUBAAROK Manggisan
Alamat
: Manggisan
Alamat
: Manggisan
Kelurahan
: Mudal
Kecamatan
: Mojotengah
Kabupaten
: Wonosobo
Tahun
Berdiri
: 1 Januari 1998
Pendiri
: KH Nur Hidayatulloh
Pimpinan
: KH Nur Hidayatulloh
Luas
Tanah
: 15.000 m2
Jumlah Tenaga
Pengajar : 40
Orang
Jumlah
Santri
: 487 Orang ( per April 2013 )
B. DATA
SARANA DAN PRASARANA/FASILITAS
No
|
Bangunan / Ruangan
|
Luas (m2)
|
Jumlah
|
1
|
Aula (ruang serba guna) Putra
|
287 m2
|
1 Ruang
|
2
|
Aula (ruang serba guna) Putri
|
147 m2
|
1 Ruang
|
3
|
Ruang Kantor
|
25 m2
|
3 Ruang
|
4
|
MCK Putra
|
50 m2
|
1 Area
|
5
|
MCK Putri
|
50 m2
|
1 Area
|
6
|
Asrama Santri
|
|
28 Kamar
|
7
|
Koprasi
|
18 m2
|
1 Ruang
|
8
|
Ruang Belajar
|
|
5 Ruang
|
9
|
Perpustakaan
|
18 m2
|
1 Ruang
|
10
|
Poskestren
|
84 m2
|
4 Ruang
|
11
|
Masjid Tempat Santri dan Masyarakat Manggisan Sholat
Jum’at.
|
600m2
|
3 Ruang Besar dilantai Satu dan Dua
|
Visi dan Misi
Visi
|
|
|
|
1.
|
Ikhtiar membentuk al-'ulama ash-sholichin
yang mandiri, kreatif, kritis dan peduli terhadap permasalahan-permasalahan
sosial disekitarnya.
|
|
2.
|
Menegakkan kalimat-kalimat Alloh yang
(‘ulya wala yu’la alaih) unggul dan tak terungguli.
|
|
3.
|
Memelihara dan meningkatkan kuali-tas
pendidikan, pengajaran, penyia-ran dan pemahaman ajaran islam menurut
faham ahlissunnah wal jama’ah ‘ala thoriqotissalafis sholi-chin.
|
|
4.
|
Memenuhi hak asasi manusia untuk dapat
hidup sesuai dengan qodrat kemanusiannya sebagai hamba Alloh, serta untuk
mempertinggi derajat kehidupan dan penghidupannya sebagai kholifah di muka
bumi ini.
|
Misi
|
|
|
|
Untuk mencapai tujuan tersebut Pondok
Pesantren Al Mubaarok menye-lenggarakan :
|
|
|
1.
|
Tarbiyah islamiyyah
|
|
2.
|
Pelatihan-pelatihan
|
|
3.
|
Pengabdian pada masyarakat
|
|
4.
|
Da’wah islamiyyah
|
KURIKULUM
|
||||||||||||||||||||||||||||||||
KEGIATAN-KEGIATAN DI LUAR KURIKULIM
|
[*****]
Sumber:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar