Jumat, 15 April 2016

(Ponpes of the Day) Pondok Pesantren Luhur Ilmu Hadis Darus-sunnah Ciputat – Tangerang



Pondok Pesantren Luhur Ilmu Hadis Darus-sunnah Ciputat – Tangerang


Ingin Luruskan Pemahaman Hadis

Ada beberapa alasan kuat, mengapa Pesantren Luhur Ilmu Hadis Darus-Sunnah didirikan. Menurut pendiri dan pengasuhnya, Prof KH Ali Mustafa Ya'qub MA, alasan yang kuat mengapa pesantren yang beralamat di Jalan SD Inpres no 11 Pisangan Barat Ciputat itu didirikan karena masih adanya umat Islam yang tidak tahu persis tentang hadis, apakah hadis itu shahih, dhaif, atau bahkan palsu.

Alasan kedua, sambung imam besar Masjid Istiqlal Jakarta ini, juga masih banyak sekali ulama kalau ditanya tentang sebuah hadis, ia kemudian tidak bisa memberikan jawaban yang memuaskan. ''Ini pemicu yang paling utama sekali mengapa pesantren Luhur Ilmu Hadits Darussunah itu didirikan," ujarnya. Tahun 1997, berdirilah pesantren yang setingkat perguruan tinggi ini.

Seluruh santri Darus-Sunah adalah mahasiswa. Mereka selain nyantri juga kuliah di berbagai perguruan tinggi di Jakarta. Seleksi masuk ke pesantren ini sangat ketat. Bahasa Arab menjadi bahasa pengantar perkuliahan.

Ia tak mematok jumlah santri banyak-banyak. Saat ini, hanya ada 60 orang santri yang digembleng khusus sebagai penjaga kemurnian hadis itu. Pakar hadis Asia Tenggara ini turun tangan sendiri mengajar para santri.

 Menurut Prof Ali, dengan belajar ilmu hadis itu, pemahaman yang salah bisa diluruskan. Misalnya tentang hadis yang menyebut perempuan diciptakan dari tulang rusuk kaum Adam. Pemahaman itu keliru, kata dia, karena yang benar, wanita itu diciptakan seperti sifatnya tulang rusuk lelaki. "Jadi sifatnya saja. Sifat dari tulang rusuk itu bengkok, gampang patah. Kenapa bisa terjadi demikian? Karena orang memandang hadis itu dari satu versi saja."

Contoh lainnya adalah tentang ibadah umrah selama bulan Ramadhan. Nabi SAW sendiri, kata dia, tidak pernah melakukan ibadah umrah pada bulan Ramadhan. Begitu juga orang yang berulang kali pergi berhaji. "Nabi sendiri haji hanya sekali padahal punya kesempatan tiga kali. Nabi hanya umrah tiga kali padahal punya kesempatan ratusan kali. Itu harusnya menjadi ukuran kita." Menurut dia, seandainya umrah pada bulan Ramadhan lebih unggul dari ibadah lain, tentu nabi sudah mengerjakan ribuan kali.

***

Tak mudah membesarkan perantren yang spesifik seperti ini. Awal berdiri, Darus-Sunah hanya memiliki tiga santri. Mereka belajar di rumah Ali Mustafa di kawasan Ciputat, Tangerang. Sebelumnya, Ali Mustafa memberi pengajian rutin tentang hadis-hadis Bukhari dan Muslim di rumahnya.

Suatu saat, kata dia, Jakarta diguyur hujan sejak dini hari sampai pagi. Prof Ali menduga para santrinya tak bakal datang untuk belajar ilmu hadis, karena mereka tinggal tersebar di Jakarta. Dugaannya meleset. Berbasah-basah, satu persatu santrinya berdatangan.

Ia pun berpikir untuk membuat asrama. Tanah kosong di belakang rumahnya disulap menjadi asrama dua tingkat dengan enam kamar ukuran 3 X 3 meter dan empat kamar mandi. Saat asrama berdiri, jumlah santrinya sudah bertambah menjadi 40 orang.

Karena tak mungkin menampung semua, seleksi ulang dilakukan. Hanya 20 santri yang bisa ditampung di asramanya.

Kendati pesantrennya kini luasnya mencapai 1.000 meter persegi, setiap tahun pihaknya hanya menerima 20 santri, dari ratusan peminat yang mendaftar tiap awal semester ganjil. Seperti layaknya mahasiswa yang belajar untuk meraih gelar strata satu, lama belajar di pesantren ini juga empat tahun. Setelah lulus, alumninya akan menguasai tiga komponen ilmu hadis, yaitu muthalaah hadits, takridz hadits, dan ketiga, dia bisa memahami hadis itu.

Sampai saat ini, Darus-Sunah sudah meluluskan 67 sarjana ilmu hadis di Indonesia.Para alumni menguasai hadis setelah selesai mengkaji semua kitab-kitab karya Bukhari, Muslim, Abu Daud,
At-Tirmidzi, dan An-Nisai.

Namun belakangan ia diprotes banyak kiai. Bukan karena "proyek" pelurusan hadisnya, tapi karena pesantrennya hanya menerima 20 orang santri. "Mereka gratis, nggak ada SPP, nggak ada uang asrama, cuma mereka makan sendiri. Mbok terima santrinya yang banyak, sehingga keaslian hadis bisa dijaga lebih banyak orang," ia menirukan protes itu.

Itu sebabnya, ia kini meluaskan pesantrennya. Tanah kosong di dekat lokasi lama sudah dibeli dan akan segera dibangun asrama khusus untuk santri pria. Jadi nantinya jumlah santri adalah 60 santriwati dan 120 santriwan. "Untuk biaya operasional saya menyiapkan suatu dana sabilillah yang mudah-mudahan mendapat bantuan dari umat Islam Indonesia,'' ujarnya

Format dan Masa Pendidikan

Metode pendidikan di Pesantren Luhur Ilmu Hadis Darus-Sunnah merupakan kombinasi antara sistem pesantren dan perguruan tinggi. Antara dzikir dan fikir. Antara penghayatan pengamalan ilmu dan penalaran kritis intelektual.

Masa pendidikan adalah delapan semester atau empat tahun, dengan waktu belajar pukul 05.00 - 06.30 WIB dan pukul 19.15-21.30 WIB. Sistem pengajian pada masing-masing waktu tersebut tidaklah sama. Pada pukul 19.15-21.30 WIB, metode yang digunakan adalah diskusi mahasantri yang dibagi ke dalam beberapa kelompok (usrah), guna memahami dan mendiskusikan materi yang telah ditentukan dalam silaby yang akan dikaji keesokan harinya bersama kiai atau ustadz pengajar. Sementara pengajian pagi hari menggunakan metode sorogan, yaitu mahasantri membaca materi dan menjelaskan apa yang telah dibacanya. Dan jika dianggap perlu, Kiai atau pengajar dapat memberikan pertanyaan kepada santri untuk mengetahui seberapa besar pemahaman mahasantri terhadap materi yang sedang dibahas. Kiai atau pengajar memilih mahasantri yang membaca secara acak (randomn)

Metode sorogan digunakan pada materi Kutub Sittah (Shahih al-Bukhari, Shahih Muslim, Sunan Abu Dawud, Sunan al-Tirmidzi, Sunan al-Nasa`i, dan Sunan ibn Majah), Ilmu Hadis, Fiqh, Ushul Fiqh, dan Akidah. Sementara mata kuliah lain disampaikan dengan metode taken for granted, di mana pengajar menjelaskan materi lalu diikuti sesi tanya jawab dan diskusi kelas.

Dalam kegiatan belajar-mengajar, dan kegiatan-kegiatan resmi lainnya digunakan bahasa Arab sebagai bahasa pengantar.

Kualifikasi Mahasantri

Mahasantri Pesantren Luhur Ilmu Hadis Darus-Sunnah dikategorikan menjadi dua kelompok, yaitu muntazhim dan muntasib. Mahasantri muntazhim adalah mahasantri yang berhak tinggal di asrama, sementara mahasantri muntasib adalah mereka yang tinggal di luar asrama. Penentuan kategori muntazhim atau muntasib ini dilakukan dengan mekanisme ujian seleksi masuk Pesantren.Namun demikian, baik mahasantri muntazhim maupun muntasib, keduanya memperoleh pelajaran dan hak-hak yang sama.

Pengkategorian ini dilakukan karena terbatasnya lokal asrama, sehingga tidak semua mahasantri yang telah memenuhi kualifikasi dapat tinggal di asrama. Hal ini juga dilakukan karena metode sorogan yang dilakukan pada pengajian pagi tidak memungkinkan dilakukan bersama mahasantri yang jumlahnya banyak. Pembatasan jumlah mahasantri muntazhim juga dimaksudkan agar pembinaan dan pengawasan mahasantri dapat dilakukan dengan optimal.

Hingga saat ini jumlah mahasantri yang mengenyam studi di pesantren Darus-sunnah mencapai 105 orang, dan 47 orang diantaranya telah mengikuti wisuda yang diselenggarakan setiap satu tahun sekali.
Selama 4 tahun mengaji di Darus-sunnah, mahasantri telah membaca seluruh kutub sittah (sekitar 20 jilid), mengkaji Fiqh dan Ushul Fiqh serta Fiqh Muqarin (perbandingan), mempelajari Akidah, Ilmu Hadis, Bahasa dan Sastra Arab. Dan bagi mahasantri muntazhim yang tamat dari Pesantren Luhur Ilmu Hadis Darus-Sunnah serta menyerahkan tugas akhir berupa takhrij hadis yang ditugaskan oleh khadim ma’had (pengasuh pesantren) akan diberikan Ijazah Licence (Lc).

Tipologi Mahasantri

Mahasantri Darus-Sunnah berasal dari berbagai daerah di Indonesia dengan prosentasi 75 % berasal dari pulau Jawa, baik dari Jawa Barat (Jakarta, Tangerang, Bekasi, Karawang, Subang, Bogor, Tasik, Cirebon, Banten, Bandung, Sumedang, dan lain sebagainya), Jawa Tengah (Batang, Tegal, Pati, Solo, dan Kudus), dan Jawa Timur (Madura, Lirboyo, Jombang, Tuban, dan Kediri), dan 24 % berasal dari Sumatera Barat (Payakumbuh, Batu Sangkar, Pariaman, Sawah Lunto), Riau, Jambi dan Lampung. Sementara selebihnya (1%) adalah utusan dari luar Jawa dan Sumatera (Maluku, Lombok. Kalimantan, dan Bali). Hampir seluruhnya (100%) memiliki latar belakang pesantren, dalam artian sudah pernah mengenyam pendidikan pesantren sebelumnya. 

Darus-sunnah adalah Pesantren mahasiswa, sebagian besar di antaranya adalah mahasiswa universitas Syarif Hidayatullah Jakarta, meskipun dengan fakultas dan jurusan yang berbeda-beda. Jurusan dan konsentrasi yang diambil bervariasi, dari Fakultas Tarbiyah, dan Dirasat Islamiyah hingga Sains-Teknologi, dan Kedokteran. Namun demikian, sebagian besar (96%) merupakan mahasiswa jurusan keagamaan.

Beberapa mahasantri bahkan mengambil dua kuliah sekaligus di universitas yang berbeda. Dan kebanyakan mahasantri Darus-sunnah adalah aktivis kampus, beberapa di antaranya pernah menjadi ketua senat mahasiswa (Badan Eksekutif Mahasiswa) dan telah memiliki pekerjaan. Hal ini dimungkinkan karena waktu pembelajaran pesantren dilakukan pada malam dan pagi hari. Dan nampaknya pembelajaran yang dilakukan di pesantren mendukung dan selaras dengan aktivitas perkuliahan di luar Darus-sunnah, melihat setiap tahunnya selalu ada mahasantri Darus-sunnah yang menjadi wisudawan terbaik di masing-masing universitas.
 
Biaya Pendidikan

Kegiatan belajar-mengajar di pesantren Darus-sunnah tidak dipungut biaya sama sekali alias gratis. Sebagai gantinya, setiap Mahasantri wajib memiliki sendiri kitab-kitab yang dikaji. Pesantren juga menyediakan perpustakaan, khususnya untuk literatur Hadis.

Dan untuk penyelenggaraan kegiatan belajar-mengajar, setiap santri membayar iuran (infaq) yang besarnya ditentukan musyawarah mahasantri. Iuran ini digunakan untuk memenuhi kebutuhan pesantren, seperti biaya listrik, telepon, berlangganan majalah dan surat kabar, dan subsidi bagi organ-organ ekstrakulikuler Pesantren Luhur Ilmu Hadis Darus-Sunnah. Sementara biaya pembangunan pesantren dan insentif pengajar, ditanggung oleh pengasuh pesantren (Ali Mustafa Yaqub).

Beberapa Kegiatan Ekstra

Di pesantren ini, selain kegiatan belajar mengajar, pesantren juga memiliki organisasi intra-pesantren, antara lain:

1. ISDAR (Ikatan Mahasantri Darus-Sunnah)

ISDAR merupakan organisasi induk yang mengkoordinir segala kegiatan pesantren, baik administrasi maupun aktivitas pesantren. Organisasi yang memiliki 2 lembaga otonom (Nabawi dan Rasionalika) ini melakukan suksesi tahunan, dan memiliki kepengurusan yang terpisah antara mahasantri putera dan puteri. 
ISDAR memiliki beberapa divisi, yaitu: Divisi Keilmuan yang mengkoordinir kegiatan belajar-mengajar di pesantren serta bertanggung jawab atas perpustakaan Darus-Sunnah. Divisi Humas yang bertanggung jawab terhadap hubungan pesantren dengan masyarakat. Divisi Bahasa yang memiliki kewajiban meningkatkan kemampuan mahasantri dalam menggunakan bahasa Arab dan Inggris. Divisi Olah Raga yang bertugas memfasilitasi kegiatan olah raga sekaligus mengadakan turnamen olah raga. Divisi Kebersihan dan Keamanan yang mengemban amanat menjaga kebersihan, ketertiban dan keamanan pesantren.

Selama ini ISDAR Putera telah dipimpin oleh ..., Erta Mahyuddin (2001), Fauzan Adzim (2002), Saiful Hadi (2003), Syamsul Fuad (2004), Miftahul Faroji (2005), Muhammad Romli (2006), Nasrudin Romli (2007). Sementara ISDAR Puteri telah dipimpin oleh Iin Suryaningsih (2002), Layli Alwiyah (2003), Rohayati (2004), Neni Puteri Warti (2005), Nur Azizah (2006),  Izzatushalihah (2007).

2. Buletin Dakwah Umat (BDU) NABAWI

Organisasi ini mengemban tugas jurnalistik pesantren dan bertujuan untuk mengembangkan kemahiran mahasantri dalam hal jurnalisme dan menyebarluaskan ilmu Agama. Buletin ini terbit sebulan sekali.

Saat ini buletin NABAWI sudah mencetak hingga 63 edisi dengan rubrik yang bervariatif, misalnya: Opini, Renungan, Fiqh Hadis, Tokoh, Konsultasi Agama, dan Mutiara Hadis. Muatan Buletn hampir sepenuhnya karya mahasantri.

Seringkali pengasuh pesantren (Ali Mustafa Yaqub) berpesan kepada mahasantri untuk menulis, “wa la tamutunna illa wa antum katibun”. Dan hasilnya, tulisan mayoritas mahasantri pernah dimuat di media massa nasional. Beberapa di antara alumni telah menulis buku.

Buletin ini dipimpin oleh ..., M. Zen (2001), Zaenal Aripin (2002), Andi Rahman (2003), Fajar Kurnianto (2004), Juman Rofarif (2005), Luthfi Arif (2006), Samsul Bahri (2007).

3. Forum Diskusi Lintas Persepektif (FDLP) Rasionalika

Organisasi ini bertujuan untuk mengembangkan wawasan para Mahasantri agar bersikap kritis terhadap berbagai persoalan yang banyak terjadi di masyarakat.

Kegiatan rutinnya adalah penyelenggaraan diskusi dwi mingguan yang diadakan pada hari Jumat. Materi-materi yang dibahas adalah sekitar permasalahan keislaman yang masih relevan dan banyak diperbincangkan oleh berbagai kalangan terutama para intelektual dan para cendekiawan muslim.

Secara berurutan, forum ini telah diketuai oleh ..., Buya Abdul Aziz Arubone (2002), Andi Rahman (2002), Yusni Amru Ghazali (2003), Abdullah Syafi`i Damanhuri (Hernawan) (2004), Zuhdi Rifa'i (2005), dan Asep Sulhadi (2006), Kamal Fuadi (2007).

4. Lembaga Tahfidz al-Quran (LTQ) Al-Itqan

Lembaga ini merupakan wadah bagi mahasantri yang ingin menghafal al-Quran. Kegiatan rutin organisasi ini adalah mengadakan tasmi’an, mengatur jadwal setoran hafalan, dan lain sebagainya.
Lembaga ini berdiri pada tahun 2003 yang dipelopori oleh Bayi Mahdi, selang enam bulan kepengurusan ini berpindah kepada Abd. Aziz, Farid Wajdi, Rizki Dasawir dan periode 2007 organisasi ini berada di bawah kendali Zainal Muttaqin.

5. Ikatan Alumni Darus-sunnah (IAD`s)

Forum yang merupakan wadah silaturahim alumni pesantren Darus-sunnah, diketuai oleh Andi Rahman (2005) kemudian Abdullah Syafi'i Damanhuri (Hernawan Nur Abadi). Forum ini berfungsi sebagai wadah silaturahim antar alumni. Sementara ini, kegiatan rutinnya adalah pertemuan berkala alumni, pembuatan MILIS Pesantren, dan website pesantren.

Pengelolaan Pesantren

Pesantren Luhur Ilmu Hadis Darus-Sunnah berada di bawah binaan Yayasan Wakaf Darus-Sunnah dengan Akte Notaris Ny. Lanny Soebroto No. 1/1999. Sementara pengajar terdiri dari lulusan dalam dan luar negeri. Antara lain, Prof. KH. Ali Mustafa Yaqub MA. (Master Tafsir-Hadis Universitas King Saud, Riyadh, Guru Besar Ilmu Hadis IIQ, Jakarta), Dr. Ahmad Abdul Malik, MA (lulusan Al-Azhar, Cairo dan UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta), H. Badruddin Abdurrahman, Lc.,  (Universitas King Saud, Riyadh), Mahfud Hidayat, S.Si, Lc (UIN, Jakarta), Nurul Huda Ma’arif, S.Th.I, Lc. (UIN Jakarta), Andi Rahman S.S.I., Lc (UIN Jakarta), Firdaus Wajdi S.th.I, Lc., Erta Mahyuddin Firdaus S.Pd.I, SS.,Lc. (UIN Jakarta dan UNJ Jakarta), M. Sofin S.S.I. []

Tidak ada komentar:

Posting Komentar