Delapan Fakta dan Keistimewaan Hajar Aswad
Hajar Aswad merupakan batu hitam yang awal
mulanya berasal dari surga. Sebelum berwarna hitam seperti yang dapat kita
saksikan sekarang, Hajar Aswad berwarna putih. Namun karena dosa-dosa manusia,
batu ini kemudian berubah menjadi hitam.
Ada beberapa fakta tentang kelebihan yang
dimiliki Hajar Aswad sebagaimana diungkapkan oleh Sayyid Muhammad bin Alawi Al
Maliki dalam karyanya Al-Hajj Fadlail wa Ahkam, halaman 263 sebagai berikut:
Pertama, agama mensyariatkan mencium serta
mengusapkan tangan pada batu hitam ini. Hal tersebut sesuai dengan kisah
Sayyidina Umar radliyallahu anh, yang suatu saat mendatangi Hajar Aswad lalu
menciumnya. Umar berkata:
إِنِّي
أَعْلَمُ أَنَّكَ حَجَرٌ، لاَ تَضُرُّ وَلاَ تَنْفَعُ، وَلَوْلاَ أَنِّي رَأَيْتُ
النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُقَبِّلُكَ مَا قَبَّلْتُكَ
Artinya: “Sungguh, aku tahu, kamu hanya batu.
Tidak bisa memberi manfaat atau bahaya apa pun. Andai saja aku ini tak pernah
sekalipun melihat Rasulullah shallahu alaihi wa sallam menciummu, aku pun
enggan menciummu.” (HR Bukhari)
Hadits di atas dapat kita pahami, Umar telah
menyaksikan Rasul mencium Hajar Aswad dengan mata kepalanya sendiri, sehingga
menjadikannya ingin meniru perilaku Nabi sebagaimana di atas.
Meski secara kasat mata batu itu tidak bisa
memberi manfaat dan bahaya sama sekali, menurut Musthafa Dib al-Bagha, Hajar
Aswad tetap bisa memberi manfaat dari sisi mendatangkan pahala menciumnya.
Sunnah Nabi-lah yang mengakibatkan pahala itu bisa didapatkan. Bukan
semata-mata Karena batu itu bertuah.
Kedua, Hajar Aswad menduduki tempat paling
mulia di muka bumi ini. Terletak tepat di pojok Ka’bah pada bagian timur laut
Ka’bah. Sudut ini yang dibangun pertama kalinya oleh Nabi Ibrahim bersama
Ismail.
وَإِذْ
يَرْفَعُ إِبْرَاهِيمُ الْقَوَاعِدَ مِنَ الْبَيْتِ وَإِسْمَاعِيلُ رَبَّنَا
تَقَبَّلْ مِنَّا إِنَّكَ أَنْتَ السَّمِيعُ الْعَلِيمُ
Artinya: “Dan (ingatlah), ketika Ibrahim
meninggikan (membina) dasar-dasar Baitullah bersama Ismail (seraya berdoa):
"Ya Tuhan Kami terimalah dari kami (amalan kami). Sesungguhnya Engkaulah
yang Maha mendengar lagi Maha Mengetahui." (QS Al-Baqarah: 127)
Ketiga, Hajar Aswad berada di tempat di mana
posisinya selalu menjadi permulaan tawaf, yaitu terletak pada bagian sudut
timur laut dari bangunan Ka’bah. Sedangkan semua orang tawaf selalu memulai
tawafnya dari situ.
Keempat, sebagaimana yang diriwayatkan Abu
Ubaid, Baginda Rasulullah mengkiaskan Hajar Aswad sebagai ‘tangan Allah’ di
bumi. Barangsiapa yang mengusap Hajar Aswad, seolah-olah sedang bersalaman
dengan Allah subhânahu wa ta’âlâ. Selain itu, ia dianggap seperti sedang
berbaiat kepada Allah dan Nabi Muhammad shallallahu ‘allaihi wa sallam. Sesuai
dengan sabda Baginda Nabi Muhammad:
مَنْ
فَاوَضَهُ، فَإِنَّمَا يُفَاوِضُ يَدَ الرَّحْمَنِ
Artinya: “Barangsiapa bersalaman dengannya
(Hajar Aswad), seolah-olah ia sedang bersalaman dengan Allah yang maha
pengasih.” (HR Ibnu Mâjah: 2957)
Kelima, Hajar Aswad mempunyai cahaya yang
memancar besar. Namun Allah subhânahu wa ta’âla menutupnya sebagaimana dalam
riwayat Ahmad, at-Tirmidzi dan Ibnu Hibbân.
Keenam, pada hari kiamat, Hajar Aswad akan
menjadi saksi bagi siapa saja yang pernah menyentuhnya dengan sungguh-sungguh
sebagaimana hadits yang diriwayatkan dalam kitab as-Sunan karya at-Tirmidzi dan
al-Ausath karya at-Thabrany.
Ketujuh, Hajar Aswad akan memberikan syafaat
dan syafaatnya diterima Allah subhânahû wa ta’âlâ sebagaimana dijelaskan dalam
hadits riwayat at-Thabrany. Meskipun hadits ini ada banyak tinjauan-tinjauan di
sana.
Kedelapan, Hajar Aswad seolah-olah merupakan
tangan Allah yang ada di muka bumi ini. Hadits berikut ini saling menguatkan antara
satu dengan yang lainnya, sehingga menjadi hadits hasan:
إِنَّ
الْحَجَرَ الْأَسْوَدَ يَمِينُ اللَّهِ فِي الْأَرْضِ، فَمَنْ لَمْ يُدْرِكْ
بَيْعَةَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَمَسَحَ الْحَجَرَ،
فَقَدْ بَايَعَ اللَّهَ وَرَسُولَهُ»
Artinya: “Sesungguhnya Hajar Aswad merupakan
(seolah) tangan Allah di muka bumi. Barangsiapa yang tidak bisa berbaiat kepada
Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam, kemudian mengusap Hajar Aswad, maka ia
sedang berbaiat kepada Allah dan Rasul-Nya. (Muhammad al-Azraqi, Akhbaru Makkah
wa Mâ Jâa minal Âtsâr, Beirut, juz 1, halaman 325). []
(Ahmad Mundzir)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar