4 Hamba yang Akan Jadi Hujjah Allah di Akhirat
Tidaklah Allah menciptakan jin dan manusia kecuali agar beribadah dan menghamba
kepada-Nya. Di akhirat mereka akan dimintai pertanggungjawaban: apakah
beribadah atau tidak. Sesungguhnya, tak ada alasan bagi mereka untuk membela
diri dan beralasan sibuk, sehingga tak sempat beribadah. Sebab, Yang Maha Kuasa
telah menyiapkan empat hamba yang akan menjadi hujjah-Nya di hadapan mereka.
Hujjah dalam hal ini berarti argumentasi kokoh yang membungkam seseorang yang
berusaha membantah atau mencari-cari alasan. Keempat hamba dimaksud adalah
sebagai berikut.
Pertama, Allah akan menampik alasan orang-orang kaya pada hari Kiamat dengan sosok Nabi Sulaiman ‘alaihissalam. Siapa pun tahu bahwa Nabi Sulaiman ‘alaihissalam tersohor sebagai nabi sekaligus penguasa terkaya di muka bumi, kekayaannya melimpah, dan perhiasan emas-peraknya tak terjumlah, dan tinggal di istana yang sangat megah.
Kelak di akhirat, Allah akan bertanya kepada para hamba-Nya dari kalangan penguasa dan agniya (orang kaya), “Mengapa sewaktu di dunia, kalian tidak beribadah?” Mereka berkilah, “Kami sibuk, ya Allah, dengan kekayaan dan kekuasaan.” Namun, Allah ber-hujjah, “Adakah kekuasan yang lebih besar, dan adakah kekayaan yang lebih banyak dari kekuasaan dan kekayaan Sulaiman? Namun, dia tak pernah mengabaikan perintah Kami dan meninggalkan ibadah.” Akibatnya, para hamba dari kalangan penguasa dan orang-orang berharta bungkam tak bisa bicara.
Kedua, Allah meng-hujjah para budak dan orang-orang yang sibuk melayani majikan mereka dengan sosok Nabi Yusuf ‘alaihissalam. Sebagaimana diketahui, Nabi Yusuf ‘alaihissalam ialah hamba sahaya al-‘Aziz penguasa Mesir dan istrinya. Kesehariannya sibuk melayani tuannya. Meski demikian, beliau tak pernah lalai menjalankan perintah Allah dan tak pernah lengah menjalankan ibadah.
Kelak, Allah akan bertanya kepada para hamba sahaya, para pelayan, dan para suruhan, “Mengapa sewaktu di dunia kalian tidak beribadah?” Mereka menjawab, “Ya Allah, kami sibuk melayani tuan-tuan kami, sehingga tak sempat beribadah.”
Allah kemudian menghujjah, “Sesungguhnya hamba-Ku Yusuf berada dalam kekuasaan penguasa Mesir dan istrinya. Namun, dia tidak pernah mengabaikan perintah dan meninggalkan ibadah.”
Ketiga, Allah meng-hujjah para hamba-Nya yang diuji penyakit dengan sosok Nabi Ayyub alaihissalam. Diketahui, Nabi Ayyub ’alaihissalam adalah nabi yang diuji dengan penyakit yang berat dan lama. Satu persatu kerabat dan orang terdekatnya menjauh serta mengasingkannya, termasuk sang istri yang semula setia menemaninya. Namun, beliau tetap bersabar menerima ujian dan tak keluar dari perintah. Beliau menerima ujian itu hingga Allah kembali menyembuhkannya. Pantaslah beliau menyandang gelar sebagai penghulu orang-orang bersabar.
Kelak, pada hari Kiamat, Allah akan bertanya kepada orang-orang yang semasa di dunia repot dengan berbagai ujian, “Mengapa kalian tidak beribadah?” Mereka menjawab, “Kami sibuk, ya Allah, dengan ujian yang menimpa. Kami repot dengan penyakit.” Namun, Allah menghujjah, “Hamba Kami Ayyub diuji dengan penyakit yang berat. Namun, dia tidak pernah lengah menjalankan perintah dan mengabaikan ibadah.”
Keempat, Allah meng-hujjah kaum papa dan orang-orang fakir dengan Nabi Isa ‘alaihissalam. Diketahui, Nabi Isa ‘alaihissalam ialah hamba yang paling fakir di muka bumi. Saking fakirnya, beliau tak memiliki harta sedikit pun. Bahkan istri dan tempat tinggal pun tidak punya.
Kelak di akhirat, Allah akan bertanya kepada orang-orang fakir yang lalai beribadah, “Mengapa semasa di dunia, kalian tidak beribadah?” Mereka menjawab, “Kami repot dengan kekurangan dan kefakiran, ya Allah. Sehingga tak sempat beribadah.” Namun, Allah menghujjah mereka, “Tahulah kalian hamba-Ku Isa yang paling fakir di muka bumi? Saking miskinnya, dia tak punya harta sedikit pun. Begitu pula istri dan kediaman. Namun, dia tetap beribadah dan tak melalaikan perintah.”
Demikian empat sosok yang dijadikan hujjah oleh Allah di hadapan hamba-hamba-Nya, sebagaimana yang disarikan dari kitab Nasha’ih al-‘Ibad karya Syekh Nawawi (Lihat: Nashaih al-‘Ibad, [Beirut: Darul Kitab al-Islami], tanpa tahun, hal. 24). Wallahu a’lam. []
Sumber: NU Online
Tidak ada komentar:
Posting Komentar