Kamis, 11 Juni 2020

(Ngaji of the Day) 6 Tanda Diterimanya Tobat Seorang Hamba

6 Tanda Diterimanya Tobat Seorang Hamba


Mengutip pernyataan seorang ahli hikmah, Syekh Syihabuddin Ahmad ibn Hajar al-‘Asqalani dalam kitabnya al-Munabbihat ‘ala al-Isti ‘dad li Yaumil Mi‘ad, menyebutkan tidak ada yang bisa memastikan apakah tobat seorang hamba diterima atau tidak. Namun, setidaknya ada enam hal yang menandakan tobat seseorang diterima oleh Allah subhanahu wata’ala (Syekh Nawawi, Nasha’ih al-‘Ibad, hal. 49).

 

Pertama, dalam hati seorang yang bertobat lahir kesadaran bahwa dirinya tidak terpelihara dari dosa. Ini berarti, kapan pun dirinya bisa terjerumus lagi ke dalam perbuatan dosa, baik dosa yang telah ditobati maupun dosa yang berbeda. Atas dasar itu, dia selalu berhati-hati menghadapi hal-hal yang sekiranya bisa mengantarkan dirinya jatuh lagi pada kubangan yang sama dan kembali berbuat nista.

 

Kedua, mendapati hatinya sedikit gembira, dan banyak bersedih. Bagaimana hatinya bisa bergembira karena senantiasa mempersiapkan dan memikirkan masa depan akhiratnya yang belum mendapat jaminan apa-apa. Apakah hidupnya berakhir dengan membawa iman? Itulah yang selalu direnungkan seorang yang bertobat, sehingga tak berani meluapkan kegembiraannya secara berlebihan, sebagaimana dalam sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam:

 

مَنْ أَكْثَرَ ذِكْرَ الْمَوْتِ قَلَّ فَرَحُهُ، وَقَلَّ حَسَدُهُ

 

Artinya, “Siapa saja yang banyak mengingat kematian akan sedikit gembiranya dan sedikit rasa hasudnya,” (HR. Ibnu al-Mubarak).

 

Ketiga, lebih dekat dengan orang-orang yang saleh, dan jauh dari orang-orang yang jahat dan buruk perangainya. Di saat yang sama, dia menyadari bahwa dekat dengan orang-orang baik dapat mempertahankan kebaikan dirinya dan bisa diingatkan manakala berbuat kesalahan.

 

Sebaliknya, bergaul dengan orang-orang jahat membuka kesempatan bagi dirinya tergerus oleh keburukan mereka, walaupun dia berusaha tidak melakukannya. Benar apa yang disampaikan Rasulullah saw.:

 

مَثَلُ الجَلِيسِ الصَّالِحِ وَالسَّوْءِ، كَحَامِلِ المِسْكِ وَنَافِخِ الكِيرِ، فَحَامِلُ المِسْكِ: إِمَّا أَنْ يُحْذِيَكَ، وَإِمَّا أَنْ تَبْتَاعَ مِنْهُ، وَإِمَّا أَنْ تَجِدَ مِنْهُ رِيحًا طَيِّبَةً، وَنَافِخُ الكِيرِ: إِمَّا أَنْ يُحْرِقَ ثِيَابَكَ، وَإِمَّا أَنْ تَجِدَ رِيحًا خَبِيثَةً

 

“Teman yang baik dan teman yang buruk dibaratkan seperti pembawa minyak wangi dan peniup selongsong api. Pembawa minyak wangi akan menghembuskan aroma wangi kepadamu. Sehingga engkau membeli minyak wanginya atau mencium aromanya. Sedangkan peniup selongsong api akan membakar pakaianmu atau engkau mencium bau asap darinya,” (HR. Al-Bukhari dan Muslim).


Keempat, melihat perkara dunia yang sedikit sebagai sesuatu yang banyak di hadapannya. Sedangkan melihat perkara akhirat yang banyak sebagai sesuatu yang sedikit. Sang hamba yang bertobat ingat bahwa sesedikit apa pun kekayaan dunia, yang halalnya akan dihisab dan dipertanggungjawabkan, sedangkan yang haramnya akan disiksa. Lebih berat lagi, pertanyaan tentang harta lebih berat daripada pertanyaan tentang yang lain. Soal ilmu misalnya, hanya ditanya, untuk apa ilmu itu dipergunakan, sedangkan soal harta akan ditanya, dari mana harta itu didapatkan dan untuk apa harta itu dibelanjakan.

 

Kelima, melihat diri dan hatinya sibuk dengan perkara-perkara yang dibebankan Allah kepada dirinya, sedangkan terhadap perkara-perkara yang telah dijamin oleh Allah, tak sedikit pun meresahkannya. Di antara perkara yang dibebankan Allah adalah tuntutan syariat-Nya (taklif), baik tuntutan untuk dilaksanakan maupun tuntutan untuk ditinggalkan, baik yang bersifat wajib maupun yang bersifat sunnah. Sedangkan perkara yang telah dijamin di antaranya rezeki, umur, jodoh, kematian, dan sebagainya.


Keenam, selalu menjaga lisan. Hal ini lahir dari kesadaran bahwa banyak membicarakan perkara yang tidak berguna, sama dengan mengantarkan dirinya kepada pintu kemaksiatan, sebagaimana yang diingatkan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dalam sabdanya:

 

أَكْثَرُ النَّاسِ ذُنُوبًا يَوْمَ الْقِيَامَةِ أَكْثَرُهُمْ كَلَامًا فِي مَعْصِيَةِ اللَّهِ

 

Artinya, “Sesungguhnya, manusia yang paling banyak dosanya pada hari Kiamat adalah manusia yang paling banyak bicaranya dalam kemaksiatan kepada Allah,” (HR. Ibnu Abi Syaibah).

 

Karenanya, tak mengherankan bila menjaga lisan termasuk amal yang paling dicintai Allah, sebagaimana dalam hadits, “Amal yang paling dicintai Allah adalah menjaga lisan,” (HR. Al-Baihaqi).

 

Demikian tanda-tanda orang yang diterima tobat. Semoga kita termasuk di dalamnya. Wallahu a’lam. []

 

Sumber: NU Online

Tidak ada komentar:

Posting Komentar