KHUTBAH JUMAT
Menjaga Pandangan Mata, Menjaga Diri Sendiri
Khutbah I
اَلْحَمْدُ للهِ، اَلْحَمْدُ للهِ الَّذِيْ نَهَانَا عَنِ النَّظَرِ اِلَى الْمَعَاصِيْ وَالْمُحَرَّمَاتِ، فَيُدْخِلَ مَنْ اَطَاعَهُ اِلَى الْجَنَّاتِ. اَشْهَدُ اَنْ لَا اِلَهَ اِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ رَبُّ الْاَرَضِيْنَ وَالسَّمَوَاتِ، وَاَشْهَدُ اَنَّ سَيِّدَنَا وَمَوْلَانَا محمدٍ نالْآمِرِ بِجَمِيْعِ اَفْعَالِ الطَّاعَاتِ. اَللَّهُمَّ فَصَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى مَنْ بِيَدِهِ اَنْوَارُ الْمُعْجِزَاتِ الْبَاهِرَاتِ، وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ اِلَى يَوْمِ الْمَعَادِ. أما بعد
فَيَا اَيُّهَا الْحَاضِرُوْنَ، اُوْصِيْنِيْ نَفْسِيْ وَاِيَّاكُمْ بِتَقْوَى اللهِ، فَقَدْ فَازَ الْمُتَّقُوْنَ.
قال الله تعالى فى كتابه الكريم، بسم الله الرحمن الرحيم، قُلْ لِلْمُؤْمِنِينَ يَغُضُّوا مِنْ أَبْصَارِهِمْ وَيَحْفَظُوا فُرُوجَهُمْ ذَلِكَ أَزْكَى لَهُمْ إِنَّ اللَّهَ خَبِيرٌ بِمَا يَصْنَعُونَ
Ma’asyiral hadirin, jamaah Jumat hafidhakumullah,
Pada kesempatan yang mulia ini, di tempat yang mulia ini, kami berwasiat kepada pribadi kami sendiri dan juga kepada para hadirin sekalian, marilah kita senantiasa meningkatkan takwa kita kepada Allah subhanahu wa ta’ala dengan selalu berusaha melaksanakan perintah-perintah Allah serta menjauhi larangan-larangan-Nya. Semoga ketakwaan kita akan selalu terbawa sehingga kelak dapat menghantarkan kita saat dipanggil Allah subhanahu wa ta’ala dalam keadaan mati husnul khatimah, amin ya Rabbal Alamin.
Hadirin hafidhakumullah,
Sebagaimana yang sudah maklum kita ketahui, di antara ayat Al-Qur’an yang masyhur di tengah masyarakat adalah:
وَلَا تَقْرَبُوا الزِّنَا إِنَّهُ كَانَ فَاحِشَةً وَسَاءَ سَبِيلًا
Artinya: “Janganlah kalian mendekati zina. Sesungguhnya (zina) itu perbuatan yang sangat keji dan jalan yang buruk” (QS Al-Isra’: 32).
Zina masuk kategori dosa besar yang sangat dilarang dalam Islam. Sebagai ilustrasi: membunuh juga merupakan dosa besar tapi hukuman qishash pembunuh masih bisa gugur ketika keluarga korban sudah mengampuni. Apabila keluarga pembunuh tidak mau mengampuninya, baru hukuman qishash berlaku, artinya si tersangka gantian dibunuh. Eksekutornya tidak boleh orang sembarangan, tapi harus dari pihak berwajib. Itu yang pertama. Cara membunuhnya pun harus sesuai aturan syariat, yaitu melalui ditebang batang lehernya. Dalam ilmu fiqih, batang leher dianggap sebagai jaringan yang paling cepat memisahkan tubuh dengan ruh.
Tragedi pembunuhan dan eksekusinya yang sedemikiai tragis ini, masih tetap manusiawi. Tersangka dibunuh dengan jalan tercepat, dicarikan anggota tubuh yang berupa leher, dengan sekali tebas, meninggal. Hal ini berbeda dengan zina.
Meskipun masing-masing antara membunuh orang dan zina adalah dosa besar, namun hukuman bagi pelaku zina muhshon (zina yang dilakukan orang yang sudah menikah), hukumannya dirajam. Apa itu dirajam? Dirajam adalah pelaku dilempari batu yang sederhana, tidak terlalu kecil juga tidak terlalu besar. Dilempari satu, dua, tiga, empat, lima kali, terus-menerus, hingga berdarah-darah, darah mengucur, mengalir dari tubuh, dari ujung kepala terkena lemparan batu satu demi satu, mengenai leher, punggung, dada, sakit yang tak terperikan, walaupun menjerit sekuat tenaga, tidak ada yang menolong, sengaja dilempari batu oleh algojo hingga benar-benar meregang nyawa, nyawanya lepas dari jasadnya.
Demikian kira-kira potret perbedaan pelaksanaan hukuman mati sebab membunuh orang lain dengan hukuman mati sebab berzina. Zina tentu lebih mengerikan. Hal ini perlu kita jadikan pelajaran bahwa masalah zina bukan masalah sepele. Naudzu billah. Semoga Allah menjaga kita semua.
Jika dirangking, dosa paling besar secara riwayat, pertama adalah asy-syirku billah (menyekutukan Allah); kedua, membunuh; sedangkan ketiga, berzina. Namun, secara syariat (aturan), memang hukuman zina di dunia lebih pedih daripada kedua dosa terbesar di atasnya.
Misi Islam pada dasarnya bukan semangat menegakkan syariat rajamnya, namun
semangat menyelamatkan manusia dari zina. Oleh karena itu, dalam rangka
menyelamatkan manusia dari zina, bukan dari rajamnya, adalah dengan cara
melarang mereka mendekat-dekat dengan perbuatan zina itu sendiri. Inilah inti
dari istilah takwa kepada Allah subhanahu wa ta'ala.
Menurut Syekh Mutawalli as-Sya’rawi, zina merupakan satu-satunya dosa yang disebutkan dalam Al-Qur’an dengan istilah fâhisyah, sebuah perbuatan yang sangat keji. Dosa-dosa besar lain, biasanya masih bersifat insaniyyah, berhubungan dengan orang lain, yang berarti apabila yang bersangkutan atau keluarganya memaafkan, maka bebas dari jeratan siksa dunia. Tapi zina adalah dosa yang langsung kepada Allah, sehingga siapa pun orangnya, tidak ada yang bisa meleburkan dan membebaskan hukuman di dunia ini, sebab langsung berkaitan dengan maksiat kepada Allah subhanahu wa ta’ala secara langsung.
Dalam kitab Tafsirus Sya’rawi, Syekh Mutawalli menjelaskan kenapa Allah tidak langsung menyatakan “zina adalah haram/jangan berzina” sebagaimana misalnya “diharamkan bagi kalian bangkai” atau sejenisnya, namun pada masalah zina peringatannya dalam Al-Qur’an justru memakai kalimat “jangan mendekat-dekat”. Hal tersebut dikarenakan larangan berzina mempunyai level sangat tinggi, sehingga cara menghindarinya harus dimulai dari tidak mendekat-dekati ke sana.
Lalu apa yang dikategorikan mendekati zina itu?
Pendekatan terhadap zina dimulai dari memandang atau melihat lawan jenis, berduaan dengan lain jenis di tempat-tempat sepi (khalwah), bersentuhan dengan mereka yang tidak mahram, berciuman, dan lain sebagainya.
Pada hakikatnya, melihat lawan jenis itu sendiri hukumnya tidak haram secara dzatiyah (tanpa faktor lain di luar dirinya). Berduaan dengan lawan jenis sebenarnya tidak haram sama sekali secara dzatiyah. Namun, karena memandang hal-hal seperti itu bisa memicu orang mengarah terhadap perbuatan zina maka melihat lawan jenis, berduaan, bersentuhan, ciuman lawan jenis, semuanya diharamkan karena masuk kategori mendekati zina.
Kata Syekh Mutawalli asy-Sya’rawi:
مَا حَرَّمَ الْإِسْلَامُ النَّظَرَ لِمُجَرَّدِ النَّظَرِ
“Islam tidak mengharamkan melihat lawan jenis semata-mata karena hukum memandang itu sendiri.”
وَمَا حَرَّمَ الخَلْوَةَ فِيْ ذَاتِهَا
“Islam tidak mengharamkan berduaan di tempat sepi semata-mata karena hukum berduaan itu sendiri.”
وَلَكِنْ حَرَّمَهُمَا لِأَنَّهُمَا مِنْ دَوَافِعِ الزِّنَا وَأَسْبَابِهِ.
“Namun Islam mengharamkan keduanya karena hal-hal tersebut bisa menjadi faktor terjadinya zina dan sebab-sebab yang mengarah ke sana.”
فيقول تعالى: {وَلاَ تَقْرَبُواْ الزنى...} [الإسراء: ٣٢] أَبْلَغُ فِي التَّحْرِيْمِ وَأَحْوَطُ وَأَسْلَمُ مِنْ: لَا تَزِنُوْا.
“Oleh karena itu, Allah Ta’ala berfirman, ‘jangan kalian dekati zina!’ karena keharaman zina sangat kuat bisa menjadikan lebih berhati-hati dan lebih selamat daripada memakai diksi ‘janganlah kalian berzina!’”
Hadirin, hafidhakumullah
Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:
قُلْ لِلْمُؤْمِنِينَ يَغُضُّوا مِنْ أَبْصَارِهِمْ وَيَحْفَظُوا فُرُوجَهُمْ ۚ ذَٰلِكَ أَزْكَىٰ لَهُمْ ۗ إِنَّ اللَّهَ خَبِيرٌ بِمَا يَصْنَعُونَ
Artinya: “Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman: ‘Hendaklah mereka menahan pandanganya, dan memelihara kemaluannya; yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat’,” (QS An-Nur: 30)
Pada ayat di atas ada dua perintah Allah yang dipesankan kepada Nabi Muhammad untuk disampaikan kepada umatnya, yaitu pertama adalah menahan pandangan dan memelihara kemaluan. Kalimat dalam Al-Qur’an tersebut berurutan. Biasanya, kalimat-kalimat model seperti ini adalah sebab akibat. Terjaganya kemaluan, lebih banyak selamatnya dimulai dari menundukkan pandangan mata.
Hadirin....
Islam juga tidak terlalu kaku dalam hal pandang-memandang seperti ini. Ada beberapa toleransi memandang. Kita tidak dituntut untuk menutup mata dengan kain lalu berjalan hanya memakai tongkat supaya tidak melihat yang diharamkan. Kita boleh melihat apa pun secara mendadak, yaitu yang pertama, selebihnya kita harus mengalihkan ke pandangan yang lain.
Rasulullah ﷺ bersabda:
يَا عَلِيُّ لا تُتْبِعْ النَّظْرَةَ النَّظْرَةَ فَإِنَّ لَكَ الأُولَى وَلَيْسَتْ لَكَ الآخِرَةُ
Artinya: “Wahai Ali, janganlah kamu mengikuti pandangan pertamamu dengan pandangan kedua kalinya. Kalau memandang itu terus kamu lakukan, kamu akan mendapat untung di dunia, tapi tidak mendapatkan keuntungan di akhirat.” (HR at-Tirmidzi).
Selain pandangan pertama yang tidak bisa dihindari, Islam juga memperkenankan untuk melihat lawan jenis untuk bisnis, dagang, kepentingan muamalah, lamaran (khitbah), mengobati, dan lain sebagainya sebatas kebutuhan. Di luar itu, mari kita usahakan untuk berusaha menghindarinya. Hal ini kita laksanakan sebagai usaha kita untuk bertakwa kepada Allah dengan menghindari larangannya yang berupa “mendekati zina”.
Dalam kitab Ihya’ Ulumiddin, Imam al-Ghazali mengutip sabda Nabi Muhammad ﷺ:
لِكُلِّ ابْنِ آدَمَ حَظٌّ مِنَ الزِّنَا، فَالْعَيْنَانِ تَزْنِيَانِ وَزِنَاهُمَا النَّظَرُ
Artinya: “Setiap anak Adam mempunyai potensi zina. Kedua mata juga bisa berzina. Zinanya kedua mata adalah melihat.”
Semoga kita bisa menjaga kedua mata kita dengan memandang yang diridlai oleh Allah sehingga Allah memandang mata kita sebagai mata yang pantas melihat Rasulullah ﷺ baik di dalam mimpi maupun terjaga. Kelak, semoga kita kembali kepada Allah dengan husnul khatimah. Amin.
بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ، وَجَعَلَنِيْ وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ الْآيَاِت وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ. إِنَّهُ هُوَ البَرُّ التَّوَّابُ الرَّؤُوْفُ الرَّحِيْمُ. أعُوذُ بِاللهِ مِنَ الشَّيْطانِ الرَّجِيْم، بسم الله الرحمن الرحيم، وَالْعَصْرِ (١) إِنَّ الْإِنْسَانَ لَفِي خُسْرٍ (٢) إِلَّا الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ وَتَوَاصَوْا بِالْحَقِّ وَتَوَاصَوْا بِالصَّبْرِ (٣) ـ
وَقُلْ رَبِّ اغْفِرْ وَارْحَمْ وَأَنْتَ أَرْحَمُ الرّاحِمِيْنَ ـ
Khutbah II
اَلْحَمْدُ للهِ عَلىَ إِحْسَانِهِ وَالشُّكْرُ لَهُ عَلىَ تَوْفِيْقِهِ وَاِمْتِنَانِهِ. وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ اِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَاللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الدَّاعِي إلىَ رِضْوَانِهِ. اللهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وِعَلَى اَلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَسَلِّمْ تَسْلِيْمًا كِثيْرًا
أَمَّا بَعْدُ فَياَ اَيُّهَا النَّاسُ اِتَّقُوا اللهَ فِيْمَا أَمَرَ وَانْتَهُوْا عَمَّا نَهَى وَاعْلَمُوْا أَنَّ اللهَ أَمَرَكُمْ بِأَمْرٍ بَدَأَ فِيْهِ بِنَفْسِهِ وَثَـنَى بِمَلآ ئِكَتِهِ بِقُدْسِهِ وَقَالَ تَعاَلَى إِنَّ اللهَ وَمَلآئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلىَ النَّبِى يآ اَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا. اللهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ، وَعَلَى آلِ سَيِّدِناَ مُحَمَّدٍ وَعَلَى اَنْبِيآئِكَ وَرُسُلِكَ وَمَلآئِكَةِ الْمُقَرَّبِيْنَ وَارْضَ اللَّهُمَّ عَنِ اْلخُلَفَاءِ الرَّاشِدِيْنَ أَبِى بَكْرٍ وَعُمَر وَعُثْمَان وَعَلِى وَعَنْ بَقِيَّةِ الصَّحَابَةِ وَالتَّابِعِيْنَ وَتَابِعِي التَّابِعِيْنَ لَهُمْ بِاِحْسَانٍ اِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ وَارْضَ عَنَّا مَعَهُمْ بِرَحْمَتِكَ يَا أَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ
اَللهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ وَالْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ اَلاَحْيآءِ مِنْهُمْ وَاْلاَمْوَاتِ، اللهُمَّ أَعِزَّ اْلإِسْلاَمَ وَالْمُسْلِمِيْنَ وَأَذِلَّ الشِّرْكَ وَالْمُشْرِكِيْنَ وَانْصُرْ عِبَادَكَ الْمُوَحِّدِينْ، وَانْصُرْ مَنْ نَصَرَ الدِّيْنَ وَاخْذُلْ مَنْ خَذَلَ اْلمُسْلِمِيْنَ وَ دَمِّرْ أَعْدَائَكَ أَعْدَاءَ الدِّيْنِ وَأَعْلِ كَلِمَاتِكَ إِلَى يَوْمَ الدِّيْنِ. اللهُمَّ ادْفَعْ عَنَّا اْلبَلاَءَ وَاْلوَبَاءَ وَالزَّلاَزِلَ وَسُوْءَ اْلفِتَنِ وَاْلمِحَنِ، مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ، عَنْ بَلَدِنَا اِنْدُونِيْسِيَّا خَآصَّةً وَسَائِرِ اْلبُلْدَانِ اْلمُسْلِمِيْنَ عآمَّةً يَا رَبَّ اْلعَالَمِيْنَ. رَبَّنَا آتِناَ فِى الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِى اْلآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ. رَبَّنَا ظَلَمْنَا اَنْفُسَنَا وَإِنْ لَمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُوْنَنَّ مِنَ اْلخَاسِرِيْنَ. عِبَادَاللهِ ! إِنَّ اللهَ يَأْمُرُنَا بِاْلعَدْلِ وَاْلإِحْسَانِ وَإِيْتآءِ ذِي اْلقُرْبىَ وَيَنْهَى عَنِ اْلفَحْشآءِ وَالْمُنْكَرِ وَاْلبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ وَاذْكُرُوا اللهَ اْلعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَاشْكُرُوْهُ عَلىَ نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرْ
Ustadz Ahmad Mundzir, pengajar di Pesantren Raudhatul Qur’an an-Nasimiyyah, Semarang
Tidak ada komentar:
Posting Komentar