Jumat, 08 Mei 2020

Nasaruddin Umar: Jejak dan Derap Peradaban Islam (4): Peradaban Islam: Iqra' bi Ism Rabbik (2)


Jejak dan Derap Peradaban Islam (4)
Peradaban Islam: Iqra' bi Ism Rabbik (2)
Oleh: Nasaruddin Umar

Sayang sekali masa kejayaan Islam selama enam abad tidak bisa berlangsung lebih lama karena pusat-pusat kerajaan Islam terlalu jauh meninggalkan ruhul islam. Akibatnya lahirlah periode kelima, yang ditandai dengan melemahnya pusat-pusat kerajaan Islam dan kebangkitan Eropa di abad ke XIII. Periode ini ditandai dengan semakin bangkitnya pemikiran dunia Barat khususnya Eropa. Buku-buku dan kitab-kitab yang baik dari Timur Islam diambil dan diterjemahkan ke dalam bahasa Eropa, khususnya bahasa Inggeris, Perancis, dan Spanyol. Perpecahan dan bahkan perang saudara antara dinasti-dinasti Islam berlangsung di mana-mana. Belum lagi dekadensi moral semakin meluas di dalam masyarakat. Apa yang terjadi pada masa jahiliyah kembali diadopsi anggota keluarga raja dan kalangan elit bangsa Arab, misalnya tradisi harem (gundit-gundit) yang sudah pernah tidak kedengaran pada masa awal Islam kembali marak lagi, khususnya di lingkungan istana. Malah menurut Fatimah Mernissi, di antara seluruh raja yang pernah berdaulat di dinasti Bani Abbasiyah, hanya dua orang yang lahir dari permaisuri sah, selebihnya berasal dari isteri selir raja.

Hal lain yang perlu dicatat ialah merosotnya aktifitas ilmu pengetahuan. Pemikiran mu'tazilah yang menjunjung tinggi pikiran dan logika seolah-olah dipandang sebagai aliran sesat. Akibatnya aktifitas pemikiran dan ilmu pengetahuan mandeg. Kebetulan setelah pemikiran mu'tazilah menurun digantikan oleh aktifitas tasawuf, yang lebih menekankan aspek rasa dan spiritualitas. Khurafat, bid'ah, dan pemikiran mistik dan spekulatif berkembang cepat dalam dunia Islam. Pandangan dunia (Islamic world view) berbalik dengan periode-periode sebelumnya. Periode ini betul-betul memalukan bagi dunia Islam.

Menurut teori politik Ibnu Khaldun, yang membagi periode sejarah kerajaan itu pada empat periode, yakni periode perintis, periode pembangun, periode penikmat, dan periode penghancur. Periode penghancur ini terjadi di dalam abad XIII. Cepat atau lambatnya siklus Ibnu Khaldun ini tergantung konsisten atau tidaknya para pelaku politik di dalam memerankan peran politiknya. Al-Qur'an sendiri meniscayakan perubahan itu, sebagaimana diisyaratkan dalam Q.S. Ali 'Imran/3:140: "Dan masa (kejayaan dan kehancuran) itu, Kami pergilirkan di antara manusia (agar mereka mendapat pelajaran). Al-Qur'an juga menegaskan bahwa yang punya ajal itu bukan hanya manusia sebagai perorangan tetapi suatu masyaakat juga punya ajal, likulli ummatin 'ajal (setiap suatu komunitas itu mempunyai ajal). Dan dalam ayat lain juga dikatakan, "apa bila ajal tiba tidak akan ditunda atau dipercepat".

Dalam periode ini berkembang faham positifisme yang menganggap agama adalah candu bagi msyarakat. Semua bisa diselesaikan dengan sains dan teknologi. Memang mistisisme di Barat bisa diredam tetapi mempertentangkan ilmu pengetahuan dan agama merupakan kesalahan besar. Akibat dari berbagai kekecewaan ini maka muncul suatu kecenderungan baru dalam masyarakat untuk merevisi ulang pandangan hidup dunia Barat yang sedemikian jauh dirasuki pikiran sekularisme. Kecenderungan inilah, menurut Prof Hull, yang menjadi cikal bakal lahirnya periode berikutnya, yaitu periode kebangkitan Islam jilid II. Kebangkitan hellenisme jilid II maju cepat, termasuk menghidupkan kembali mazhab empirisme Aristoteles dan rasionalisme Plato, yang kemudian dikenal New Platonisme. Kedudukan agama pada periode ini mengalami stagnan. Satu persatu dunia Islam takluk di bawah kekuasaan penjajah Barat. Dunia Barat hanya mengembangkan sains dan teknologi tetapi melupakan agama sebagai pembimbingnya. Mereka baru sadar setelah bom Atom meledak di Hirosima dan Nagasaki. Ternyata benar bahwa iqra' tanpa bi ismi Rabbik adalah malapetaka kemanusiaan. []

DETIK, 19 April 2020
Prof. Dr. Nasaruddin Umar, MA | Imam Besar Masjid Istiqlal Jakarta

Tidak ada komentar:

Posting Komentar