Menunggu
Mukjizat
Oleh:
Komaruddin Hidayat
Menurut Worldometer, korban Covid-19 di seluruh dunia yang dinyatakan positif sudah melampaui angka 2,5 juta jiwa. Orang yang meninggal mendekati angka 200.000, sementara yang sembuh melampaui 700.000. Namun, orang yakin banyak korban lain yang belum tercatat dan dilaporkan. Meski relatif kecil persentase korban Covid-19 dibanding seluruh jumlah penduduk bumi yang mendekati angka delapan miliar orang, dampak yang ditimbulkan secara psikologis, ekonomis, serta politis amat sangat besar. Membuat dunia guncang dan oleng.
Ongkos yang dikeluarkan negara sangat tinggi, sementara kegiatan ekonomi terhenti sehingga pertumbuhan ekonomi dunia mandek, bahkan menurun.
Maka praktis per tumbuhanekonomi meng alami kontraksidan potensial mengarah padakebangkrutan kalau pandemi iniber ke lan jutan. Angka pengangguran tiba-tiba membengkak dengan sekian banyak implikasinya.
Sementara ini jumlah korban di Eropa dan Amerika lebih tinggi di banding negara-negara Pasifik, meskipun Covid-19 bermula dari Wuhan, China. Perbedaan ini telah mengundang berbagai analisis, faktor apa saja yang membuatnya berbeda, baik analisis dari sisi medis, sosiologis, politis, maupun ekonomis. Hal yang tak kalah menarik diikuti adalah munculnya berbagai teori konspirasi, siapa aktor di balik pandemi ini? Adakah ini murni perilaku alam, atau bikinan manusia, atau kehendak Tuhan? Bermunculan juga prediksi wajah dunia pascacorona.
Diramalkan akan terjadi pergeseran kekuatan ekonomi dari Amerika beralih ke China. Lebih dari itu, sistem sosialisme dianggap lebih berhasil dibanding sistem kapitalisme liberalisme dalam melindungi warganya. Tentu ini merupakan spekulasi dini dan sesaat mengingat China juga belum tuntas memerangi Covid-19. Amerikapun masih bergulat mengatasinya. Pendeknya, peperangan belum usai.
Saat ini
pakar-pakar kedokteran dan farmasi di seluruh dunia tengah berjuang melakukan
riset untuk menemukan vaksin yang jitu guna menjinakkan virus corona. Kita
tidak tahu persis, entah sampai kapan situasi galau dan porak-po -randa dunia
ini berakhir. Bermula dari virus berukuran nanometer, turunan masalahnya
berantai, memasuki berbagai dimensi kehidupan berskala global yang tak terduga
sama sekali.
Kita hargai, Pemerintah Indonesia telah berupaya sekuat tenaga untuk mengatasi masalah yang ditimbulkan oleh Covid-19. Meskipun sebagian politisi dan tokoh-tokoh pengambil kebijakan publik terlihat gamang dan serba salah membuat keputusan. Diam salah, bicara pun belum tentu benar. Seperti bingung, mati langkah. Untunglah spontanitas masyarakat muncul ikut serta membantu warga yang kehilangan penghasilan dengan berbagi santunan sembako bagi mereka yang memang sangat memerlukan, terutama para pekerja harian yang saat ini menganggur.
Memang sudah seharusnya pemerintah dan masyarakat bekerja sama memenangkan peperangan ini. Sebuah peperangan yang memerlukan senjata mental berupa sikap empati, peduli, ikhlas, dan cinta untuk menolong sesama dan menyelamatkan bangsa, khususnya oleh mereka yang hidupnya berkecukupan. Kita haru, sedih, dan salut mendengar berita banyak dokter dan tenaga medis yang telah gugur di medan perang menjadi syahid.
Memasuki bulan Ramadhan ini kita berharap turun mukjizat dari Tuhan untuk mengakhiri pandemi corona. Dalam suasana batin yang suci, sembari menjalankan ibadah puasa dan ibadah sunah Ramadhan lainnya, semoga doa orang-orang yang saleh didengar Tuhan. Kita yakin bahwa pandemi ini akibat ulah manusia yang tidak santun dan menghormati bumi tempat kita hidup, tidur, dan beraktivitas. Mungkin juga akibat kesalahan dan kejahatan manusia yang tak lagi memiliki nurani belas kasih.
Namun, di atas itu semua, kita meyakini kekuasaan dan kasih Tuhan mengatasi semua sebab-akibat yang terjadi di alam semesta ini. Kasih dan pertolongan Tuhan ini yang mesti dijemput di bulan suci Ramadhan ini. Atau, mungkin sekali ada agenda Tuhan di balik musibah ini, untuk memperingatkan manusia agar bertobat, menjalani hidup dengan cara yang baik, benar, dan sehat.
Mereka yang mengaku tidak beragama pun menyadari dan mengkritik bahwa pola dan gaya hidup masyarakat modern sudah melampaui batas kewajaran, merusak keseimbangan alam dan sosial. Sekelompok elite minoritas telah melakukan eksploitasi terhadap sesama manusia dan alam dalam waktu bersamaan. Ini jelas bertentangan dengan nilai-nilai kemanusiaan dan ajaran dasar keagamaan.
Jadi, melawan Covid-19 ini pendekatannya mesti melibatkan ilmu pengetahuan, kebijakan politik, solidaritas kemanusiaan, dan spiritualitas. Kita memohon pertolongan serta kasih sayang Tuhan mengendali semesta ini, semoga Ramadhan ini pandemi berakhir. Amin. []
KORAN
SINDO, 24 April 2020
Prof Dr
Komaruddin Hidayat | Rektor Universitas Islam Internasional Indonesia
Tidak ada komentar:
Posting Komentar