Bagaimana Jika Junub hingga
Pagi karena Tertidur, Apakah Puasanya Bisa Dilanjutkan?
Pertanyaan:
Assalamu alaikum wr. wb.
Redaksi bahtsul masail NU Online, bagaimana
jika dalam kondisi junub atau berhadats besar, terus tertidur hingga pagi tanpa
sempat sahur dan mandi junub? Pakah puasanya bisa dilanjutkan? Mohon
penjelasannya. Wassalamu alaikum wr. wb.
Hamba Allah – Jakarta
Jawaban:
Penanya yang budiman, semoga dirahmati Allah
SWT. Puasa merupakan ibadah yang menuntut seseorang untuk menahan diri dari
syahwat makanan-minuman dan syahwat kelamin selama waktu puasa, dari terbit
fajar sampai matahari terbenam. Dengan dmeikian, selama waktu puasa seseorang
dilarang untuk melakukan aktivitas makan, minum, dan aktivitas seksual dalam
pengertian hubungan badan.
Lalu bagaimana jika seseorang memiliki hadats
besar atau dalam kondisi junub/janabah di malam yang mengharuskannya mandi
junub, lalu tertidur hingga pagi yang menjadi bagian dari waktu ibadah puasa?
Kami pada kesempatan ini merujuk pada hadits
riwayat Bukhari dan Muslim. Riwayat keduanya menceritakan pengalaman Rasulullah
SAW yang masih dalam kondisi junub di pagi hari puasa sebagaimana keterangan
istrinya.
عن
عائشة وأم سلمة رضي الله عنهما "أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ كَانَ يُصْبِحُ جُنُبًا مِنْ جِمَاعٍ ثُمَّ يَغْتَسِلُ ويَصُومُ"
متفق عليه وزاد مسلم في حديث أم سلمة "وَلَا يَقْضِي
Artinya, “Dari Aisyah RA dan Ummu Salamah RA,
Nabi Muhammad SAW pernah berpagi hari dalam kondisi junub karena jimak,
kemudian beliau mandi, dan terus berpuasa,” (HR Muttafaq Alaih.) Imam Muslim
dalam riwayat dari Ummu Salamah RA menyebutkan, “Rasulullah SAW tidak mengaqadha.”
Syekh Hasan Sulaiman An-Nuri dan Syekh Alawi
Abbas Al-Maliki menerangkan, redaksi “Rasulullah SAW tidak mengaqadha”
mengisyaratkan bahwa puasa yang dijalani oleh Rasulullah SAW di hari tersebut
tidak berkekurangan sesuatu apapun.
ولا
يقضي أ ي صوم ذلك اليوم لأنه صوم صحيح لا خلل فيه
Artinya, “’ Rasulullah SAW tidak mengaqadha’
maksudnya adalah tidak mengqadha puasa hari tersebut di bulan lainnya karena
puasanya hari itu tetap sah tanpa cacat sedikitpun di dalamnya,” (Lihat Syekh
Hasan Sulaiman An-Nuri dan Syekh Alawi Abbas Al-Maliki, Ibanatul Ahkam,
[Beirut, Darul Fikr: 1996 M/1416 H], cetakan pertama, juz II, halaman 312).
Syekh Hasan Sulaiman An-Nuri dan Syekh Alawi
Abbas Al-Maliki menjelaskan, dari hadits ini dapat disimpulkan bahwa orang yang
berhadats besar boleh menunda mandi junub hingga pagi hari.
جواز
تأخير الغسل من الجنابة للصائم إلى ما بعد طلوع الفجر والأفضل التعجيل بالغسل قبل
الفجر
Artinya, “Orang yang berpuasa boleh menunda
mandi junub hingga waktu setelah fajar terbit. Tetapi yang lebih utama adalah
ia menyegerakan mandi wajib sebelum terbit fajar atau sebelum Subuh,” (Lihat
Syekh Hasan Sulaiman An-Nuri dan Syekh Alawi Abbas Al-Maliki, Ibanatul Ahkam,
[Beirut, Darul Fikr: 1996 M/1416 H], cetakan pertama, juz II, halaman 313).
Dari penjelasan singkat ini, kita dapat
menarik simpulan bahwa orang dalam keadaan janabah yang tertidur hingga pagi
hari sehingga lupa mandi junub harus terus melanjutkan ibadah puasanya. Ia
cukup mandi junub lalu berpuasa hingga matahari tenggelam. Puasanya terbilang
sah tanpa perlu mengqadhanya.
Islam membolehkan orang yang junub untuk
menunda mandi wajibnya di bulan Ramadhan maupun di luar bulan Ramadhan. Tetapi
kami menyarankan orang yang junub sebaiknya segera melakukan mandi wajib agar
ia menjalani ibadah puasa seharian dalam keadaan suci dari hadats besar.
Demikian jawaban singkat kami. Semoga bisa
dipahami dengan baik. Kami selalu terbuka dalam menerima kritik dan saran dari
para pembaca.
Wallahul muwaffiq ila aqwathih thariq,
Wassalamu ’alaikum wr. wb.
Alhafiz Kurniawan
Tim Bahtsul Masail NU
Tidak ada komentar:
Posting Komentar