Kemesraan Zaid bin Tsabit dan Ibnu 'Abbas
Selepas menshalati jenazah sang ibunda, Zaid
bin Tsabit pulang dengan menaiki bighãl (bagal). Saat akan menunggangi hewan
peranakan kuda dan keledai itu, sepupu Rasulullah, Ibnu 'Abbas, tiba-tiba
menghampiri lalu memegang tali kendali tunggangan tersebut. Ibnu 'Abbas hendak
menuntunnya sebagai bentuk penghormatan.
Keduanya adalah sahabat Rasulullah yang
istimewa. Zaid merupakan sahabat cerdas yang pada zaman Rasulullah dipercaya sebagai
penulis wahyu. Ia adalah sekretaris pribadi Nabi yang keulamaannya diakui di
Madinah. Ibnu 'Abbas pun tak kalah hebat. Putra 'Abbas bin Abdul Muthallib ini
memiliki wawasan luas. Banyak hadits yang keluar melalui jalur riwayatnya.
Namun demikian, kali ini atas sikap rendah
hatinya, Ibnu 'Abbas rela melayani Zaid. Zaid bin Tsabit yang merasa sungkan
diperlakukan demikian oleh Ibnu 'Abbas pun bertutur sopan, "Lepaskanlah,
wahai anak paman Rasulullah!"
"Beginilah kami memperlakukan
ulama," jawab Ibnu 'Abbas memuji keutamaan Zaid bin Tsabit. Bagi Ibnu
'Abbas, orang biasa seperti dirinya sudah sepantasnya menghormati sahabat
selevel Zaid.
Sontak, Zaid mencium tangan Ibnu 'Abbas.
"Beginilah kami diperintah dalam memperlakukan keluarga Nabi," katanya.
Ini adalah sikap balasan atas ketawadukan Ibnu 'Abbas. Kerendahan hati dibalas
kerendahan hati.
Zaid menunjukkan kualitas jiwa yang luar
biasa justru ketika dirinya mendapatkan pujian dan kehormatan. Ia adalah contoh
dari kenyataan bahwa kian tinggi mutu seseorang, makin terkubur rasa congkak
yang mengotori pribadinya. Ibnu 'Abbas yang mendapat penghormatan serupa juga
tak lantas tinggi hati. Baginya, Zaid tetaplah orang pintar yang patut
dimuliakan. Karena itu, saat Zaid bin Tsabit wafat, Ibnu 'Abbas sambil berdiri
di sebelah makamnya berujar, "Demikianlah apabila ilmu pergi." Ibnu
'Abbas memandang kepergian Zaid bin Tsabit bagaikan kepergian ilmu itu sendiri.
Kisah ini diceritakan dari asy-Sya'bi,
sebagaimana dikutip Hadratussyekh Muhammad Hasyim Asy'ari dalam Irsyâdul
Mu'minîn ilâ Sîrati Sayyidil Mursalîn wa Man Tabi'ahu minas Shahâbah wat
Tâbi'în yang terhimpun dalam Irsyâduls Sârî.
Sebagaimana para sahabat lain, Zaid bin
Tsabit al-Anshari dan Ibnu 'Abbas bukanlah dua orang yang selalu sepakat dalam
hal pemikiran. Keduanya yang memang ahli fiqih tercatat pernah berselisih
pendapat seputar bab warisan (farâidl). Hanya saja, kearifan dan akhlak terpuji
mereka menjadikan perbedaan itu sebagai sesuatu yang wajar. Boleh beda asal
persaudaraan tetap terjalin mesra! []
(Mahbib)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar