Trump dan
Ekonomi Global
Oleh: Sri
Mulyani Indrawati
INDONESIA
dibangun, dibentuk, dan dilahirkan pendiri bangsa untuk mencapai masyarakat
yang adil dan makmur. Saya coba mengingatkan itu terus-menerus di dalam
perspektif kita menganalisis situasi hari ini. Juga untuk mengkritisi kebijakan
sendiri supaya kita makin baik karena itu membuat kita mampu maju, memperbaiki
kualitas dari kebijakan, dan untuk meyakinkan bahwa kebijakan itu bisa mencapai
tujuannya yaitu masyarakat yang adil dan makmur. Mari kita mulai dengan melihat
dari indikator yang sering digunakan.
Pertumbuhan
ekonomi Indonesia
Dalam satu dekade bisa dikatakan Indonesia tumbuh cukup stabil. Namun kalau kita lihat dari 2006-2016, di tengah-tengah itu sebetulnya terjadi krisis dunia, 2008-2009. Jadi kalau saya memberikan perspektif sepanjang satu dekade adalah bahwa Indonesia memiliki komposisi ekonomi yang memiliki daya tahan. Dalam situasi-situasi turbulensi baik itu karena faktor keuangan global, atau karena adanya faktor perdagangan internasional yang melemah, atau faktor perdagangan internasional yang menguat, kemudian komoditas meningkat tajam, kemudian turun secara tajam juga, Indonesia punya kemampuan daya tahan menjaga kinerjanya.
Ini
adalah satu aset. Jadi kalau kita lihat saat ini, 2016, akan menunjukkan
masa-masa yang cukup berat dari ekonomi Indonesia. Karena faktor yang selama
ini mendorong pertumbuhan ekonomi mengalami pelemahan, apakah itu perdagangan
internasional, apakah itu yang berdampak pada harga komoditas, apakah itu
berhubungan dengan pertumbuhan ekonomi di negara-negara maju, yang sangat
memengaruhi tidak hanya confidence, tapi secara riil juga memengaruhi dua hal,
perdagangan internasional yaitu ekspor dan impor, atau capital flow dari modal
yang biasanya berasal dari negara yang lebih kaya untuk masuk ke negara kelas
menengah dan kelas miskin.
Untuk
2017, Indonesia diperkirakan akan mencapai pertumbuhan 5,1% berdasarkan asumsi
APBN 2017. Saya memahami di luar pemerintah ada banyak proyeksi, bahkan dalam
hal ini, Bank Indonesia yang masih bagian dari pemerintahan juga punya proyeksi
5%-5,4%. Lalu World Bank 5,3%, masih lebih optimistis dalam beberapa faktor.
Dan consensus forecast untuk 2017 adalah 5,2%. Kalau kita lihat dari sisi
komposisi yang menunjang pertumbuhan ekonomi, ekonomi selalu dibagi menjadi
sisi permintaan dan penawaran.
Dari sisi
permintaan, ini adalah motor penggerak yang biasanya pemerintah dengan
menggunakan kebijakan, bisa memengaruhi. Komposisi dari permintaan dari
perekonomian Indonesia sama dengan negara lain seperti konsumsi, yang terdiri
dari masyarakat, yang entah kaya entah miskin, entah menengah. Mereka melakukan
kegiatan sehari-hari dengan melakukan konsumsi. Itu menjelaskan 58,3% dari
seluruh perekonomian Indonesia.
Motor
penggerak
Di negara maju bahkan bisa 60%-70% adalah konsumsi dari household. Investasi, sebagai sisi permintaan kedua yang dilakukan sektor produksi di dalam melakukan ekspansi atau dalam kegiatan produksinya menjelaskan 29,7%. Lainnya adalah pemerintah 9,1% serta sisanya ekspor minus impor. Dari permintaan ini, konsumsi rumah tangga yang menjelaskan cukup besar. Secara otomatis juga menjelaskan, agar ekonomi bisa tumbuh berkeadilan dan memakmurkan masyarakat, masyarakat harus mampu menikmati setiap persentase pertumbuhan itu.
Konsumsi
biasanya cukup bertahan dan menjadi sekaligus motor penggerak. Dalam 10 tahun
terakhir men-drive konsumsi Indonesia mendekati 5% dan 2016 kuartal tiga yang
sudah keluar angkanya adalah 5%. Ini menggambarkan bahwa Indonesia memiliki
daya tahan dari sisi motor penggerak sisi permintaan. Investasi dalam 10 tahun
terakhir drive-nya 6,8%. Tahun 2016 merupakan tahun yang cukup berat. Ketua
Dewan Komisioner OJK menggambarkan sektor keuangan yang selama ini menjadi
intermediary dari sisi penabung dan kemudian yang melakukan investasi, seperti
perbankan, memang mengalami konsolidasi akibat tekanan harga komoditas yang
menurun sehingga kalau kita lihat pertumbuhan investasi di tahun ini akan
mengalami tekanan yang berasal dari berbagai faktor.
Termasuk
dalam hal ini sentimen dan ketidakpastian global atas terpilihnya Presiden
Donald Trump yang hari ini (kemarin) atau Jumat (waktu setempat) akan dilantik.
Kemudian kalau kita lihat dari sisi eksternal, ekspor dan impor untuk negara
Asia adalah negara-negara yang cukup mengandalkan pasar global. Tiongkok dalam
hal ini selama tiga dekade bisa berubah dari negara miskin menjadi negara kelas
menengah atas karena menggunakan pasar global sebagai salah satu pusat
pertumbuhan melalui ekspor impornya. Pertumbuhan ekspor impornya hampir selalu
dua digit.
Negative
growth
Indonesia juga negara Asia yang menggunakan pasar global sebagai tempat untuk melakukan kegiatan ekonomi yang bisa men-sustain pertumbuhan. Selama satu dekade pertumbuhan ekspor impor itu sekitar 5%. Pada 2016 gross dari global trade mengalami pelemahan, yang sebetulnya sudah sejak 2015. Presiden Jokowi itu terpilih saat global environment mengalami perubahan yang cukup fundamental, yaitu global trade mengalami perubahan yang cukup signifikan, di saat adanya puncak yang disebut supply chain yang tidak lagi mengalami pertumbuhan besar seperti dekade yang lalu.
Ini yang
membuat kita harus waspada, apa faktor yang menjadi betul-betul penyebab di
dalam negeri yang membuat tidak bisa kita kontrol. Kemudian apa faktor yang
tidak bisa kita kontrol, tapi kita bisa minimalkan dampaknya ke ekonomi. Itu
adalah bagaimana cara kita untuk agar selalu mendesain policy untuk bisa
responsif untuk tahu secara persis apa penyebab satu masalah sehingga kita tak
salah diagnosis dan tidak salah dalam membuat reaksi. Pemerintah walaupun
selama ini perannya hanya 9% di dalam GDP, tidak hanya penting dari sisi size
APBN-nya melalui konsumsi maupun investasi di bidang infrastruktur.
Namun,
pemerintah juga memiliki pengaruh yang cukup besar melalui kebijakan dan ini
dua hal yang harus terus-menerus dilakukan di dalam pemerintahan. Pertumbuhan
konsumsi pemerintah selama ini adalah 6,3%. Untuk 2016 kuartal III mengalami
negative growth karena kami terus melakukan beberapa penyesuaian dari APBN 2016
dan sudah ditutup 31 Desember lalu. Tujuannya adalah untuk menjaga confidence
terhadap instrumen APBN. Yang lebih penting bagi pemerintah dalam hal ini
adalah pengaruhnya terhadap confidence, memiliki influence yang kuat dan sehat.
Inilah yang harus dijaga di dalam APBN. Dari sisi produksi, perekonomian
Indonesia dari sisi primer, sekunder, tersier, untuk sektor-sektor di
pertanian, pertambangan perikanan selama ini memiliki kontribusi 23,6% terhadap
GDP.
Seperti
yang tadi saya sampaikan, saat dunia mengalami booming, ekonomi growth di
negara maju sangat tinggi, demand komoditas meningkat tajam, dan juga supply
chain alami peningkatan. Ini membawa akibat terhadap permintaan terhadap
berbagai macam komoditas di dunia dan inilah yang muncul dalam bentuk harga
maupun volume dari sektor-sektor primer di Indonesia yang mengalami peningkatan
cukup baik dalam satu dekade. Industri pengolahan yang menjelaskan 22% dari GDP
kita selama ini menjadi sektor yang diandalkan untuk menciptakan pekerja. Oleh
karena itu, begitu penting bagi pemerintah untuk berbagai macam penyederhanaan
kebijakan.
Itu tidak
hanya memfasilitasi pengusaha, tapi juga ujungnya untuk membuat masyarakat
Indonesia dapat berpartisipasi di dalam kegiatan ekonomi. Sektor jasa memang
dalam tiga dekade terakhir meningkat luar biasa di seluruh dunia, tidak
terkecuali di Indonesia. Namun, sektor ini harus hati-hati diinterpretasikan.
Ada sektor jasa yang formal memiliki value added sangat tinggi dan ada sektor
jasa informal yang menyerap tenaga kerja yang banyak. Bila kita bicara
keadilan, kita harus khawatir kalau sektor jasa tumbuh tinggi tapi hanya di
tempat yang eksklusif. Sementara itu, yang informal nilai tambahnya kecil dan
pertumbuhannya kecil. Ini akan menciptakan jurang di antara kaya dan miskin.
Ini adalah tren yang harus diwaspadai.
Sektor
riil
Di Amerika dan Eropa mereka mengalami pelebaran jurang meningkat karena sektor keuangan. Entah apakah itu pasar modal atau perbankan, dia bisa tumbuh double digit, bahkan saat krisis bisa rebound lagi seperti di AS. Di sektor riil, jasa informal yang low value added, dia struggle. Ini yang menjelaskan kenapa Donald Trump terpilih. Dia mewakili kelompok menengah bawah pada sektor yang disebut pengolahan maupun sektor jasa yang tidak menikmati peningkatan ekonomi.
Indonesia harus terus melihat ini sebagai tantangan yang harus direspons dengan kebijakan pemerintah. Kami sudah melihat dan mendeteksi ini sebagai suatu hal yang harus diwaspadai dan direspons. Ini bukan fenomena yang butuh kebijakan yang dalam setahun dapat menyelesaikan masalah. Ini adalah fenomena yang perlu keberlanjutan dan pemikiran terus-menerus.
Untuk
Indonesia, selain indikator ekonomi makro tadi, kita harus lihat dari sisi
spasial karena Indonesia adalah negara kepulauan, bukan hanya Jakarta atau
Jawa. Indonesia adalah seluruh negara kepulauan yang jumlahnya puluhan ribu. Di
sini ada perbedaan yang harus direspons dari sisi kebijakan. Lihat Pulau Jawa,
yang menjelaskan 57% GDP Indonesia. Menggambarkan bahwa mayoritas kegiatan ada
di sini. Pertumbuhan selama 10 tahun terakhir 6% dengan tingkat kemiskinan
10,1%. Pertumbuhan tinggi tapi tingkat kemiskinan juga tinggi. Sumatra, tumbuh
4,95%, tingkat kemiskinannya 11,1%. Kalimantan tumbuh 4,1%, kemiskinan 6,5%.
Sulawesi
selalu tumbuh relatif rata-rata lebih tinggi dari rata-rata nasional. Pulau ini
diversifikasinya luar biasa sukses. Mungkin karena tidak didominasi komoditas,
walaupun punya beberapa tambang, tidak seperti Sumatra, Kalimantan, atau Papua.
Dia bisa mendiversifikasikan dengan sektor ekonomi lain sehingga tumbuh 7,5%
walaupun kemiskinannya 11%. Bali, Nusa Tenggara, yang tidak bergantung pada
komoditas, tumbuh 5,8% dengan kemiskinan 14,7%. Papua tumbuh 4% dengan tingkat
kemiskinan 22%. Ini adalah suatu peta Indonesia saat ini, menggambarkan
butuhnya perhatian dari sisi kebijakan. Kalau kita lihat dari sisi nasional,
rasio kesenjangan yang diukur Gini ratio mengalami perbaikan dalam dua tahun
terakhir. Ini capaian luar biasa. []
MEDIA
INDONESIA, 20 January 2017
Sri
Mulyani Indrawati | Menteri Keuangan Republik Indonesia
Tidak ada komentar:
Posting Komentar