Selasa, 10 Januari 2017

(Ngaji of the Day) Benarkah Menyerupai Nonmuslim Haram?



Benarkah Menyerupai Nonmuslim Haram?

Belakangan ini netizen disibukkan dengan isu larangan menyerupai nonmuslim. Fenomena seperti ini hampir selalu muncul pada setiap tahun. Tidak pernah habisnya. Argumentasi yang dilontarkan dari tahun ke tahun pun relatif sama dan tidak jauh berbeda. Di antara dalil yang sering dikutip untuk kasus ini adalah hadis riwayat Abu Dawud:

من تشبه بقوم فهو منهم

Artinya:
“Siapa yang menyerupai suatu kaum, maka ia termasuk bagian dari mereka” (HR: Abu Dawud)

Kesahihan hadis ini sebenarnya masih diperdebatkan ulama. Ada yang mengatakan sahih, tapi tidak sedikit pula yang berpendapat hadis ini dhaif (lemah).

Ibnu Hajar al-‘Asqalani dalam Fathul Bari menjelaskan perbedaan pendapat ini dikarenakan perawi bernama ‘Abdul Rahman Ibn Tsabit Ibn Tsauban. Ulama berbeda pendapat dalam menilai ‘Abdul Rahman ini. Sebagaimana dicatat al-Dzahabi dalam Siyar A’lam al-Nubala’, al-Nasa’i mengatakan ‘Abdur Rahman laysa bi tsiqah; Ahmad Ibn Hanbal berpendapat riwayat hadisnya munkar; Yahya Ibn Ma’in menilai laysa bihi ba’s; Ibnu ‘Adi mengatakan hadisnya tetap ditulis sekali pun dhaif.

Andaikan hadis ini kita katakan sahih, namun apakah ini dapat dijadikan dalil larangan menyerupai nonmuslim? Menurut Kiai Ali Mustafa Ya'qub, hadis ini tidak dapat dijadikan dalil keharaman menyerupai nonmuslim dalam hal berpakaian, rambut, dan sejenisnya. Kecuali jika tasyabbuh (menyerupai) tersebut terjadi dalam hal pakaian khas keagamaan nonmuslim dan tasyabbuh dalam bidang akidah dan ibadah.

Oleh karenanya, hadis tasyabbuh di atas tidak boleh digeneralisir maknanya sebab akan bertentangan dengan hadis lain yang lebih sahih. Dalam Shahih al-Bukhari disebutkan Ibnu ‘Abbas pernah berkata:    

إن رسول الله صلى الله عليه وسلم يحب موافقة أهل الكتاب فيما لم يؤمر به

Artinya:
“Sesungguhnya Rasulullah SAW menyukai untuk menyamai Ahlul Kitab dalam hal yang tidak diperintahkan (di luar masalah keagamaan)” (HR: al-Bukhari)

Dalam beberapa hal, khususnya persoalan mu’amalah dan tidak berkaitan dengan akidah, justru Rasulullah SAW tidak sekaku yang kita bayangkan. Terkadang beliau juga mengikuti penampilan ahlul kitab dan model sisiran rambut mereka. Hal ini sebagaimana yang disaksikan langsung oleh Ibnu ‘Abbas.

Memang ada beberapa hadis sahih yang memerintahkan agar umat Islam harus berbeda dengan nonmuslim. Misalnya dalam riwayat al-Bukhari dikatakan khaliful yahud (berbedalah dengan orang Yahudi). Namun perlu digarisbahawi, hadis seperti ini muncul dalam konteks perang antara muslim dengan nonmuslim. Pada waktu itu belum ada pembeda khusus antara kedua belah piha,k melainkan dari penampilan fisik. Maka dari itu, Rasulullah SAW menyuruh memanjangkan jenggot dan mencukur kumis untuk membedakan muslim dengan orang kafir.

Dengan demikian, pada situasi damai, antara muslim dan nonmuslim, keduanya dapat berjalan bergandeng tangan dan berkerja sama. Meskipun beda agama, maka pembedaan fisik antara keduanya tidak diperlukan lagi. Wallahu a’lam. []

Sumber: NU Online

Tidak ada komentar:

Posting Komentar