Sejarah Laskar Santri
saat Susun Program Pertempuran Lawan NICA
Ketika Penjajah
Jepang (Nippon) menggulirkan program latihan militer untuk para santri, KH
Abdul Wahid Hasyim dan KH Muhammad Hasyim Asy’ari tidak serta merta menolak.
Mereka justru bersifat kompromi meskipun ditentang oleh beberapa
santrinya.
Sikap kompromi Mbah
Hasyim saat murni untuk tujuan lebih lebih besar. Di sinilah visi luar biasa
Mbah Hasyim akhirnya dapat disadari oleh para santri yang dulu tidak sependapat
dengannya. Beberapa sikap Mbah Hasyim Asy’ari yang kompromis terhadap penjajah
Jepang yaitu program penggandaan hasil panen dan latihan militer santri oleh
Jepang.
Masyarakat akhirnya
menyadari bahwa hasil panen yang tadinya memang untuk kepentingan Jepang
berperan penting dalam memakmurkan negeri sehingga kerja keras membangun negeri
lewat pertanian harus terus dilakukan. Sedangkan latihan militer santri oleh
tentara Jepang sangat menguntungkan kaum santri sebagai bekal menghadapi
tentara Sekutu dan NICA yang hendak kembali menguasai Indonesia.
Apabila di zaman
Jepang, aktivitas NU terfokus pada perjuangan membela kemerdekaan agama dan
bangsa, maka di masa revolusi (1945-1949) lebih diperhebat lagi. Nahdlatul
Ulama (NU) sadar betul bahwa perjuangan masih dalam proses. Meskipun
kemerdekaan sudah diraih, namun pertahanan dan keamanan harus terus dijaga.
Terbukti ketika
Jepang menyerah di tangan Sekutu. NICA (Belanda) melancarkan agresi keduanya
dengan membonceng tentara sekutu. Sebetulnya ketika NICA (Netherlands East
Indies Civil Administration) dibentuk di Australia pada tahun 1944, Laskar
Santri telah menyadari potensi ke depannya sehingga perlu terus menjaga
keamanan negara dengan menyusun program pertempuran.
Program pertempuran
tersebut memang disusun setelah Mbah Hasyim mengeluarkan Fatwa Resolusi Jihad
pada 22 Oktober 1945. Fatwa ini secara simultan mejadi mesin penggerak bangsa
Indonesia dan santri di seluruh Indonesia untuk melawan pasukan sekutu dan NICA
yang ingin kembali menjajah Indonesia.
KH Zainul Arifin
sebagai Panglima Tertinggi Hizbullah bersama Laskar Sabilillah megerahkan
pasukannya dan siap berjuang jiwa dan raga untuk mempertahankan Indonesia.
Singkat cerita, Fatwa Resolusi Jihad Mbah Hasyim mengusir pasukan sekutu dan
NICA lewat perjuangan hidup dan mati laskar santri dan bangsa Indonesia.
Belajar dari itulah
Markas Tertinggi Hizbullah dan Sabilillah menyusun program pertempuan satu
tahun (Desember 1945-Desember 1946). Program itu terdiri dari empat pokok
sasaran yang harus segera dilaksanakan oleh setiap markas daerah dan kabupaten.
Keempat pokok itu:
pertama, memperkuat tentara Islam; kedua, menghimpun dana untuk keperluan jihad
fi sabilillah; ketiga, pemusatan tenaga alim ulama dan kiai sakti; keempat,
pembentukan Dewan Pimpinan Pertempuran terdiri dari wakil-wakil markas:
Sabilillah, Hizbullah, Ulama, TRI, Partai Masyumi, dan GPII (Gerakan Pemuda
Islam Indonesia). []
(Fathoni Ahmad)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar