Rabu, 11 Januari 2017

Sejarah Laskar Santri saat Susun Program Pertempuran Lawan NICA di Tahun 1946



Sejarah Laskar Santri saat Susun Program Pertempuran Lawan NICA

Ketika Penjajah Jepang (Nippon) menggulirkan program latihan militer untuk para santri, KH Abdul Wahid Hasyim dan KH Muhammad Hasyim Asy’ari tidak serta merta menolak. Mereka justru bersifat kompromi meskipun ditentang oleh beberapa santrinya. 

Sikap kompromi Mbah Hasyim saat murni untuk tujuan lebih lebih besar. Di sinilah visi luar biasa Mbah Hasyim akhirnya dapat disadari oleh para santri yang dulu tidak sependapat dengannya. Beberapa sikap Mbah Hasyim Asy’ari yang kompromis terhadap penjajah Jepang yaitu program penggandaan hasil panen dan latihan militer santri oleh Jepang.

Masyarakat akhirnya menyadari bahwa hasil panen yang tadinya memang untuk kepentingan Jepang berperan penting dalam memakmurkan negeri sehingga kerja keras membangun negeri lewat pertanian harus terus dilakukan. Sedangkan latihan militer santri oleh tentara Jepang sangat menguntungkan kaum santri sebagai bekal menghadapi tentara Sekutu dan NICA yang hendak kembali menguasai Indonesia.

Apabila di zaman Jepang, aktivitas NU terfokus pada perjuangan membela kemerdekaan agama dan bangsa, maka di masa revolusi (1945-1949) lebih diperhebat lagi. Nahdlatul Ulama (NU) sadar betul bahwa perjuangan masih dalam proses. Meskipun kemerdekaan sudah diraih, namun pertahanan dan keamanan harus terus dijaga.

Terbukti ketika Jepang menyerah di tangan Sekutu. NICA (Belanda) melancarkan agresi keduanya dengan membonceng tentara sekutu. Sebetulnya ketika NICA (Netherlands East Indies Civil Administration) dibentuk di Australia pada tahun 1944, Laskar Santri telah menyadari potensi ke depannya sehingga perlu terus menjaga keamanan negara dengan menyusun program pertempuran.

Program pertempuran tersebut memang disusun setelah Mbah Hasyim mengeluarkan Fatwa Resolusi Jihad pada 22 Oktober 1945. Fatwa ini secara simultan mejadi mesin penggerak bangsa Indonesia dan santri di seluruh Indonesia untuk melawan pasukan sekutu dan NICA yang ingin kembali  menjajah Indonesia. 

KH Zainul Arifin sebagai Panglima Tertinggi Hizbullah bersama Laskar Sabilillah megerahkan pasukannya dan siap berjuang jiwa dan raga untuk mempertahankan Indonesia. Singkat cerita, Fatwa Resolusi Jihad Mbah Hasyim mengusir pasukan sekutu dan NICA lewat perjuangan hidup dan mati laskar santri dan bangsa Indonesia.

Belajar dari itulah Markas Tertinggi Hizbullah dan Sabilillah menyusun program pertempuan satu tahun (Desember 1945-Desember 1946). Program itu terdiri dari empat pokok sasaran yang harus segera dilaksanakan oleh setiap markas daerah dan kabupaten.

Keempat pokok itu: pertama, memperkuat tentara Islam; kedua, menghimpun dana untuk keperluan jihad fi sabilillah; ketiga, pemusatan tenaga alim ulama dan kiai sakti; keempat, pembentukan Dewan Pimpinan Pertempuran terdiri dari wakil-wakil markas: Sabilillah, Hizbullah, Ulama, TRI, Partai Masyumi, dan GPII (Gerakan Pemuda Islam Indonesia). []

(Fathoni Ahmad)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar