Senin, 30 Januari 2017

Mutawakkil: Jurnalisme Fitnah dan Darurat Informasi



Jurnalisme Fitnah dan Darurat Informasi
Oleh: M. Hasan Mutawakkil Alallah

SAAT ini Indonesia dihebohkan kabar dan informasi palsu yang menyesatkan serta menjadi pemicu munculnya konflik sosial di masyarakat. Media sosial merupakan faktor utama yang menjadi penyebab beredar luasnya kebohongan, kebencian, bahkan fitnah melalui viral informasi yang menyebar luas di masyarakat.

Menjadi ironis ketika ada media mainstream menggunakan cara fitnah ala media sosial dalam memberitakan sebuah peristiwa dengan menggunakan asumsi tanpa check and recheck serta klarifikasi. Bahkan, pemimpin negara sekelas Presiden Jokowi pun menjadi objek jurnalisme fitnah. Begitu juga tokoh agama sekaliber Ketua Umum PB NU KH Said Aqil Siradj menjadi korban fitnah oknum media yang tidak bertanggung jawab dengan memberitakan secara luas bahwa Kiai Said menjadi makelar tanah di Malang untuk dijadikan sekolah seminari.

Pemberitaan yang tidak benar tersebut tentu tidak hanya merugikan integritas pribadi tokoh-tokoh seperti Presiden Jokowi dan Kiai Said, tetapi juga menjadi keprihatinan masyarakat media serta ratusan juta warga bangsa ini.

Bangsa ini pantas prihatin karena para tokoh panutan sering dihina dan dicaci maki melalui media sosial. Karena itu, menjadi keharusan dan tanggung jawab bersama memerangi kesesatan berita dan informasi hoax yang dijadikan alat untuk memfitnah serta menjatuhkan kredebilitas seseorang. Apalagi yang bisa memicu kebencian dan permusuhan antarwarga bangsa. Perwujudan dari tanggung jawab tersebut teraktualisasikan dengan lahirnya gerakan untuk melawan jurnalisme fitnah.
Jurnalisme yang mengumbar gunjingan, kebencian, dan caci maki tanpa dasar yang dapat dipertanggungjawabkan. Gerakan perlawanan terhadap maraknya berita hoax itu secara masif tumbuh dan berkembang di berbagai daerah di Indonesia sehingga masyarakat secara umum telah sadar dan mengerti betapa berbahayanya pemberitaan atau informasi yang menyesatkan tersebut.

Informasi dalam bentuk gunjingan dan cacian serta hate speech atau ujaran kebencian yang bersebar luas di masyarakat melalui media sosial tidak dapat dibendung secara maksimal tanpa kesadaran bersama warga masyarakat untuk melawan dan memeranginya. Tindakan perlawanan terhadap segala bentuk kejahatan, termasuk berita hoax, merupakan bagian dari jihad yang harus dilakukan setiap orang beriman. Sebab, penyebaran berita dusta/hoax tersebut sengaja dilakukan oleh orang-orang munafik untuk tujuan merusak dan menyesatkan.

Berita hoax terjadi karena kita sudah kehilangan tradisi tabayyun atau mencari kejelasan disertai dengan bukti. Berita yang belum terbukti kebenarannya tersebut disebarkan tanpa klarifikasi kepada yang bersangkutan. Kebiasaan tabayyun mulai ditinggalkan masyarakat kita. Padahal, tabayyun merupakan pusaka yang selama ini dipergunakan untuk merajut persaudaraan, persatuan, dan kesatuan bangsa. Kalau tabayyun dilakukan, niscaya berita hoax tidak akan terjadi.

Alquran sudah memperingatkan kita bersama atas bahaya berita tanpa dasar alias hoax itu sebagaimana ditegaskan dalam Surah Al-Hujurat ayat 6 yang artinya, ’’Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik membawa suatu berita, maka periksalah dengan teliti, agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu.’’

Firman Allah SWT tersebut memberikan peringatan kepada orang-orang yang beriman agar tidak begitu saja menerima berita, terlebih yang tidak jelas sumbernya, tanpa dilakukan klarifikasi terlebih dahulu. Allah SWT menyuruh kaum mukminin memastikan kebenaran berita yang sampai kepada mereka. Sebab, tidak semua berita yang diterima itu benar dan juga tidak semua berita yang terucap itu sesuai dengan fakta.

Di tengah gencarnya berita-berita fitnah dan konten hoax di media sosial, masyarakat bersama pemerintah perlu bergerak menyatukan barisan. Semua komponen bangsa ini perlu mengampanyekan bermedia sosial secara inspiratif dan berakhlakul karimah. 

Untuk melawan jurnalisme fitnah tersebut, kita semua perlu mendukung deklarasi damai yang menyeru keaktifan warga untuk menyebarkan konten-konten inspiratif di media sosial. Deklarasi itu juga mendorong warga untuk memenuhi media sosial dengan berita, video, dan grafis yang inspiratif untuk melawan hoax.

Pentingnya bermedia sosial secara inspiratif sudah tidak bisa ditawar-tawar lagi. Bahkan, sekarang ini terasa bahwa dakwah menggunakan media sosial sangat penting untuk mengampanyekan Islam rahmatan lil ’alamin.

Lebih dari itu, dibutuhkan gerakan literasi digital untuk melawan jurnalisme fitnah tersebut. Gerakan itu lebih mengedepankan penyadaran atas pentingnya menjunjung tinggi prinsip kejujuran dan kebenaran dalam memproduksi berita. Gerakan itu sangat penting dilakukan karena saat ini fenomena hoax sudah sedemikian membahayakan. Perlu gerakan sistematis untuk melawan hoax dengan memilah konten-konten di media sosial sekaligus memproduksi konten inspiratif untuk dakwah media sosial.

Program itu penting untuk membangun sistem mewujudkan ketahanan informasi daerah. Dengan begitu, ke depan masyarakat bisa memanfaatkan dengan maksimal kecanggihan teknologi informasi dalam hal yang positif dan inspiratif.

Semua pihak perlu merawat Indonesia dengan menyebarkan informasi yang positif, membangun, inspiratif, dan berpikiran positif atas semua yang terjadi.

Saat ini Indonesia sudah darurat informasi. Indonesia sudah darurat hoax. Karena alasan itu, diperlukan ketahanan informasi, baik pada jenjang nasional maupun daerah.

Dengan fenomena media sosial yang saat ini sudah menjadi ’’gaya hidup’’ dalam kehidupan masyarakat modern, generasi muda dan semua masyarakat harus ikut andil mewarnai media sosial dengan mengunggah informasi yang positif untuk publik.

Kita perlu menggugah nurani bersama agar ikut membangun negeri ini dengan lebih bermartabat. Kita manfaatkan media sosial, tapi dengan cara mengunggah atau menulis informasi yang bersifat membangun dan inspiratif.

Sebaliknya, tinggalkan informasi hoax untuk menjauhi fitnah yang bisa merusak tatanan dan harmoni sosial yang berujung pada perpecahan dan permusuhan. Rasulullah Muhammad SAW menegaskan bahwa Yang disebut dengan muslim sejati adalah orang yang menyelamatkan muslim lainnya dari lisan dan tangannya, sedangkan seorang mukmin (yang sempurna) adalah seseorang yang orang-orang di sekelilingnya merasa aman, serta darah mereka dan harta mereka dari gangguannya (HR: Muttafaq alaih). Hoax jauh dari anjuran agama ini. []

JAWA POS, 27 Januari 2017
M. Hasan Mutawakkil Alallah | Ketua Tanfidziyah PW NU Jawa Timur

Tidak ada komentar:

Posting Komentar