Jurnalisme
Fitnah dan Darurat Informasi
Oleh: M.
Hasan Mutawakkil Alallah
SAAT ini
Indonesia dihebohkan kabar dan informasi palsu yang menyesatkan serta menjadi
pemicu munculnya konflik sosial di masyarakat. Media sosial merupakan faktor
utama yang menjadi penyebab beredar luasnya kebohongan, kebencian, bahkan
fitnah melalui viral informasi yang menyebar luas di masyarakat.
Menjadi
ironis ketika ada media mainstream menggunakan cara fitnah ala media sosial
dalam memberitakan sebuah peristiwa dengan menggunakan asumsi tanpa check and
recheck serta klarifikasi. Bahkan, pemimpin negara sekelas Presiden Jokowi pun
menjadi objek jurnalisme fitnah. Begitu juga tokoh agama sekaliber Ketua Umum
PB NU KH Said Aqil Siradj menjadi korban fitnah oknum media yang tidak
bertanggung jawab dengan memberitakan secara luas bahwa Kiai Said menjadi
makelar tanah di Malang untuk dijadikan sekolah seminari.
Pemberitaan
yang tidak benar tersebut tentu tidak hanya merugikan integritas pribadi
tokoh-tokoh seperti Presiden Jokowi dan Kiai Said, tetapi juga menjadi
keprihatinan masyarakat media serta ratusan juta warga bangsa ini.
Bangsa
ini pantas prihatin karena para tokoh panutan sering dihina dan dicaci maki
melalui media sosial. Karena itu, menjadi keharusan dan tanggung jawab bersama
memerangi kesesatan berita dan informasi hoax yang dijadikan alat untuk
memfitnah serta menjatuhkan kredebilitas seseorang. Apalagi yang bisa memicu
kebencian dan permusuhan antarwarga bangsa. Perwujudan dari tanggung jawab
tersebut teraktualisasikan dengan lahirnya gerakan untuk melawan jurnalisme
fitnah.
Jurnalisme
yang mengumbar gunjingan, kebencian, dan caci maki tanpa dasar yang dapat
dipertanggungjawabkan. Gerakan perlawanan terhadap maraknya berita hoax itu
secara masif tumbuh dan berkembang di berbagai daerah di Indonesia sehingga
masyarakat secara umum telah sadar dan mengerti betapa berbahayanya pemberitaan
atau informasi yang menyesatkan tersebut.
Informasi
dalam bentuk gunjingan dan cacian serta hate speech atau ujaran kebencian yang
bersebar luas di masyarakat melalui media sosial tidak dapat dibendung secara
maksimal tanpa kesadaran bersama warga masyarakat untuk melawan dan
memeranginya. Tindakan perlawanan terhadap segala bentuk kejahatan, termasuk
berita hoax, merupakan bagian dari jihad yang harus dilakukan setiap orang
beriman. Sebab, penyebaran berita dusta/hoax tersebut sengaja dilakukan oleh
orang-orang munafik untuk tujuan merusak dan menyesatkan.
Berita
hoax terjadi karena kita sudah kehilangan tradisi tabayyun atau mencari
kejelasan disertai dengan bukti. Berita yang belum terbukti kebenarannya
tersebut disebarkan tanpa klarifikasi kepada yang bersangkutan. Kebiasaan
tabayyun mulai ditinggalkan masyarakat kita. Padahal, tabayyun merupakan pusaka
yang selama ini dipergunakan untuk merajut persaudaraan, persatuan, dan
kesatuan bangsa. Kalau tabayyun dilakukan, niscaya berita hoax tidak akan
terjadi.
Alquran
sudah memperingatkan kita bersama atas bahaya berita tanpa dasar alias hoax itu
sebagaimana ditegaskan dalam Surah Al-Hujurat ayat 6 yang artinya, ’’Hai
orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik membawa suatu
berita, maka periksalah dengan teliti, agar kamu tidak menimpakan suatu musibah
kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal
atas perbuatanmu itu.’’
Firman
Allah SWT tersebut memberikan peringatan kepada orang-orang yang beriman agar
tidak begitu saja menerima berita, terlebih yang tidak jelas sumbernya, tanpa
dilakukan klarifikasi terlebih dahulu. Allah SWT menyuruh kaum mukminin
memastikan kebenaran berita yang sampai kepada mereka. Sebab, tidak semua
berita yang diterima itu benar dan juga tidak semua berita yang terucap itu
sesuai dengan fakta.
Di tengah
gencarnya berita-berita fitnah dan konten hoax di media sosial, masyarakat
bersama pemerintah perlu bergerak menyatukan barisan. Semua komponen bangsa ini
perlu mengampanyekan bermedia sosial secara inspiratif dan berakhlakul
karimah.
Untuk
melawan jurnalisme fitnah tersebut, kita semua perlu mendukung deklarasi damai
yang menyeru keaktifan warga untuk menyebarkan konten-konten inspiratif di
media sosial. Deklarasi itu juga mendorong warga untuk memenuhi media sosial
dengan berita, video, dan grafis yang inspiratif untuk melawan hoax.
Pentingnya
bermedia sosial secara inspiratif sudah tidak bisa ditawar-tawar lagi. Bahkan,
sekarang ini terasa bahwa dakwah menggunakan media sosial sangat penting untuk
mengampanyekan Islam rahmatan lil ’alamin.
Lebih
dari itu, dibutuhkan gerakan literasi digital untuk melawan jurnalisme fitnah
tersebut. Gerakan itu lebih mengedepankan penyadaran atas pentingnya menjunjung
tinggi prinsip kejujuran dan kebenaran dalam memproduksi berita. Gerakan itu
sangat penting dilakukan karena saat ini fenomena hoax sudah sedemikian
membahayakan. Perlu gerakan sistematis untuk melawan hoax dengan memilah
konten-konten di media sosial sekaligus memproduksi konten inspiratif untuk
dakwah media sosial.
Program
itu penting untuk membangun sistem mewujudkan ketahanan informasi daerah.
Dengan begitu, ke depan masyarakat bisa memanfaatkan dengan maksimal
kecanggihan teknologi informasi dalam hal yang positif dan inspiratif.
Semua
pihak perlu merawat Indonesia dengan menyebarkan informasi yang positif,
membangun, inspiratif, dan berpikiran positif atas semua yang terjadi.
Saat ini
Indonesia sudah darurat informasi. Indonesia sudah darurat hoax. Karena alasan
itu, diperlukan ketahanan informasi, baik pada jenjang nasional maupun daerah.
Dengan
fenomena media sosial yang saat ini sudah menjadi ’’gaya hidup’’ dalam
kehidupan masyarakat modern, generasi muda dan semua masyarakat harus ikut
andil mewarnai media sosial dengan mengunggah informasi yang positif untuk
publik.
Kita
perlu menggugah nurani bersama agar ikut membangun negeri ini dengan lebih
bermartabat. Kita manfaatkan media sosial, tapi dengan cara mengunggah atau
menulis informasi yang bersifat membangun dan inspiratif.
Sebaliknya,
tinggalkan informasi hoax untuk menjauhi fitnah yang bisa merusak tatanan dan
harmoni sosial yang berujung pada perpecahan dan permusuhan. Rasulullah
Muhammad SAW menegaskan bahwa Yang disebut dengan muslim sejati adalah orang
yang menyelamatkan muslim lainnya dari lisan dan tangannya, sedangkan seorang
mukmin (yang sempurna) adalah seseorang yang orang-orang di sekelilingnya
merasa aman, serta darah mereka dan harta mereka dari gangguannya (HR: Muttafaq
alaih). Hoax jauh dari anjuran agama ini. []
JAWA POS,
27 Januari 2017
M. Hasan
Mutawakkil Alallah | Ketua Tanfidziyah PW NU Jawa Timur
Tidak ada komentar:
Posting Komentar