Al-Audah ila Iktisyaf Tsauratina, Kitab
Pusaka Presiden Soekarno
Kitab berjudul “al-‘Audah ilâ Iktisyâf
Tsauratinâ” ini bernilai keramat. Kitab ini diterbitkan di Kairo pada tahun
1959 oleh al-Dâr al-‘Arabiyyah li al-‘Ulûm, dengan tebal 68 halaman. Saya
mendapatkan salinan kitab ini dari perpustakaan Biblioteka Alexandria, Mesir.
Apa istimewanya kitab “al-‘Audah ilâ Iktisyâf
Tsauratinâ” ini?
Kitab ini merupakan terjemahan dari buku
berjudul “Penemuan Kembali Revolusi Kita” yang berasal dari pidato Presiden
Republik Indonesia Soekarno pada hari kemerdekaan RI yang ke-14 (17 Agustus
1959).
Dalam pidatonya, Soekarno mengulas berbagai
persoalan pokok dan program umum Revolusi Indonesia yang bersifat menyeluruh.
Pemikiran pidato ini kemudian menjadi Garis Besar Haluan Negara pada
pemerintahan Soekarno.
Pidato ini kemudian dikenal dengan sebutan
“Manifesto Politik Republik Indonesia”, setelah sebelumnya Presiden Soekarno
mencangkan sistem demokrasi terpimpin dalam mengatur pemerintahan. Berdasarkan
Tap MPRS No. I/MPRSI1960, pidato itu kemudian ditetapkan sebagai garis-garis
besar haluan negara RI dan pedoman resmi dalam perjuangan penyelesaian
revolusi.
Di kancah perpolitikan dunia Arab pada masa
itu, kitab ini punya pengaruh yang sangat besar. Kitab ini berisi tentang
pandangan-pandangan revolusioner Soekarno yang saat itu ditahbiskan sebagai
pemimpin Asia-Afrika, penggagas “Gerakan Non-Blok”, sekaligus pengilham
kemerdekaan negara-negara dunia ketiga.
Terlebih lagi Mesir, yang saat itu baru
menjalani 7 (tujuh) tahun masa revolusi (Juli 1952) yang dipimpin oleh Gamal
Abdel Nasser. Tokoh revolusioner Nasser yang saat itu menjadi presiden Mesir
dan dijuluki “Za’îm al-‘Âlam al-‘Arabî” (Pemimpin Dunia Arab) menyatakan
dirinya sebagai murid gerakan revolusi Soekarno.
Antara Nasser dan Soekarno terjalin hubungan
persahabatan yang sangat erat. Dihitung dari tahun 1959, Presiden Soekarno
sebelumnya sudah mengunjungi Mesir sebanyak 2 (dua) kali, yaitu pada 1955 dan
1958.
Keberadaan kitab ini menjadi saksi bisu jika
pada masa itu Indonesia yang belum genap 17 tahun masa kemerdekaan sudah
memiliki pengaruh yang besar di kancah dunia Arab, menjadi “guru” bagi para
pemimpin negara-negara Arab yang saat itu baru merdeka dari penjajahan Inggris
dan Prancis.
Lebih dari itu, Indonesia bahkan sudah mampu
“mengekspor” ideologi, gagasan, dan kebijakan nasionalnya.
Dalam halaman terakhir kitab “al-‘Audah ilâ
Iktisyâf Tsauratinâ”, misalnya, dibuatkan glossary tentang falsafah kerakyatan
dan kenegaraan Indonesia, seperti Pancasila (al-Mabâdi al-Khamsah) yang dalam
bahasa Arab diterjemahkan butir-butirnya dengan; (1) al-Îmân billâh, (2)
al-Insâniyyah, (3) al-Qaumiyyah al-Indûnisiyyah, (4) Siyâdah al-Sya’b, dan (5)
al-‘Adâlah al-Ijtimâ’iyyah. Pancasila adalah ideologi hasil ijtihad para pediri
bangsa-negara Indonesia yang memanifestasikan perpaduan nilai-nilai luhur
keagamaan dan nasionalisme.
Selain Pancasila, tertulis juga tentang
“al-Ta’addud fî al-Wihdah” (Bhinneka Tunggal Ika). Dijelaskan disana, bahwa
Bhinneka Tunggal Ika adalah (أي أن إندونيسيا بالرغم من
تعدد أقاليمها وقبائلها تكون وحدة متماسكة), yakni “bahwasannya Indonesia meskipun terdiri dari berbagai
wilayah dan bangsa yang berbeda-beda, namun bersatu dalam kesatuan yang teguh”.
Terdapat juga falsafah hidup khas Nusantara
yang diulas di glossary kitab ini, yaitu “al-Ta’âwun al-Musytarak” atau Gotong
Royong.
Keberadaan kitab ini sezaman dengan
kitab-kitab karangan ulama Nusantara yang ditulis dan diterbitkan di Timur
Tengah pada saat itu, seperti Syaikh ‘Abd al-Qâdir al-Mandailî, Syaikh ‘Abd
al-Hamîd al-Khatîb al-Minangkabâwî al-Makkî, Syaikh Muhammad Yâsîn ibn ‘Îsâ
al-Fâdânî, Syaikh Marzûqî al-Batâwî, Syaikh Ihsân ibn Dahlân al-Jamfasî
al-Kedîrî, dan lain-lain.
Di tahun yang sama dengan terbitnya kitab
“al-‘Audah ilâ Iktisyâf Tsauratinâ” ini (1959), seorang ulama besar Nusantara,
yaitu Haji Abdul Malik Karim Amrullah (HAMKA), diundang untuk datang ke
Universitas Al-Azhar Kairo untuk menerima gelar doktor honoris causa (duktûrah al-syaraf).
[]
A. Ginanjar Sya’ban, Dosen Pascasarjana
STAINU Jakarta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar