Mewaspadai Aksi Teror pada Awal 2017
Oleh: Bambang Soesatyo
JANGAN lengah, karena IS dan sel-selnya di Indonesia masih terus
mencari peluang melancarkan serangan. Maka, pascaperayaan Natal 2016 dan
menapaki awal tahun 2017, Polri bersama TNI dan semua elemen masyarakat tetap
harus waspada.
Sebab, para pentolan IS yang mengendalikan sel-sel mereka di
Indonesia sangat kecewa atas rangkaian kegagalan melakukan amaliyah sepanjang
Desember 2016. Masyarakat di semua kota besar di Indonesia, pada Sabtu (31/12)
tengah malam, bisa merayakan detik-detik pergantian tahun dalam suasana meriah,
tanpa rasa cemas. Tidak ada laporan tentang gangguan yang serius.
Perayaan pergantian tahun yang meriah dan aman itu menandai
kegagalan selsel IS di Indonesia melancarkan teror sepanjang Desember 2016.
Kegagalan sel-sel IS di dalam negeri itu merupakan hasil kerja keras Detasemen
Khusus (Densus) 88 Anti-Teror Mabes Polri.
Pascakekalahan di Aleppo, Suriah, para pentolan IS yang marah,
semakin intensif memerintahkan para simpatisannya di berbagai negara melakukan
serangan. Dan, dalam rentang waktu singkat, Turki setidaknya tiga kali
diguncang oleh serangan simpatisan IS.
Paling menghebohkan adalah pembunuhan Duta Besar Rusia untuk
Turki, Andrey Karlov, di Ankara pada Senin (19/12/2016). Bahkan, pada hari yang
sama, pasar Natal di Breitscheidplatz, Berlin, Jerman, juga mendapatkan
serangan mematikan. Sebuah truk sengaja di tabrakan ke kerumunan warga,
menewaskan 12 orang serta melukai 49 orang lainnya. Untuk serangan di Ankara
dan Berlin itu, IS mengaku bertanggung jawab.
Kurang lebih seminggu sebelumnya, Turki juga berduka karena teror
bom. Pada Sabtu (10/12/2016), dua bom meledak dalam waktu hampir bersamaan,
menyebabkan 29 orang tewas dan 166 terluka di luar stadion sepak bola Istanbul.
Tak berhenti sampai di situ, IS kemudian melampiaskan kemarahannya
kepada pemerintah Turki dengan merilis penyiksaan terhadap dua tentara Turki
yang dibakar hidup-hidup pada Kamis (22/12/2016). IS dan para simpatisannya marah,
karena Turki merupakan anggota aliansi militer NATO, serta bagian dari koalisi
Amerika Serikat yang memerangi IS.
Pada Agustus 2016, Turki melancarkan serangan militer basis ISIS
di Suriah. Para pentolan IS juga diketahui marah pada pemerintah Indonesia.
Mereka mencoba melampiaskan kemarahan itu kepada Polri. Sudah beberapa polisi
dan fasilitas Polri menjadi target serangan.
Saat ini, kemarahan IS terhadap Polri itu diyakini telah memuncak
karena Densus 88 Anti-Teror secara beruntun berhasil menggagalkan rencana
serangan oleh sel-sel IS di Indonesia. Sel-sel IS itu diperintahkan untuk
menyerang sejumlah objek vital. Seperti diketahui, pada Jumat, 18 November
2016, Densus 88 Anti-teror menyergap lima terduga teroris di Bekasi.
Kelompok ini berencana meledakan bom bunuh diri di Istana Negara.
Pada hari yang sama, Tim Densus juga mengamankan seorang yang diduga simpatisan
IS di depan Polsek Kalideres, Jakarta Barat. Merespons perintah serangan dari
para pentolan IS itu, Densus 88 Antiteror mengintensifkan penyergapan.
Tak tanggung-tanggung, Densus 88 langsung beroperasi di empat
daerah, meliputi Tangerang Selatan, Payakumbuh, di Sumatera Barat, Penyergapan
di Deli Serdang, Sumatera Utara, dan Penyergapan di Batam. Dari operasi di
empat daerah itu, Densus 88 mengamankan tujuh terduga teroris.
Untuk menutup ruang gerak sel-sel IS di dalam negeri, Polri
menetapkan status Siaga Satu pada hari persiapan perayaan Natal, 24 Desember
2016. Bahkan, pada malam Natal itu, Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo dan
Kapolri Jenderal Tito Karnavian ikut melakukan patroli di sejumlah rumah ibadah
di Jakarta.
Pekan terakhir 2016 hingga kemeriahan perayaan pergantian tahun
boleh dilihat sebagai pertanda bahwa sel-sel IS di dalam negeri tidak mendapat
ruang untuk melancarkan aksi mereka. Namun, baik Polri, TNI maupun semua elemen
masyarakat tidak boleh lengah. Potensi ancaman yang ditebar sel-sel IS di ruang
publik bukan lagi cerita isapan jempol.
Mereka ada di tengah kehidupan warga dan selalu mengintai,
menunggu waktu yang tepat untuk melaksanakan aksinya. Sel-sel IS di dalam
negeri selalu berkomunikasi dengan rekan-rekan mereka yang sudah bergabung
dengan kelompok militan itu, baik di Suriah maupun Irak.
Menurut Kementerian Luar Negeri RI, saat ini masih ada 2.000-an
WNI (warga negara Indonesia) di Suriah. Sebagian besar dari jumlah itu tidak
terdaftar, baik keberangkatannya maupun sesampainya di Suriah.
Dari jumlah itu, Polri mencatat bahwa tidak kurang dari 500 WNI
sudah bergabung dengan IS sampai dengan Oktober 2016. Terdapat peningkatan
jumlah, karena pada bulan Januari 2016, jumlah WNI yang bergabung dalam IS di
Suriah masih sekitar 200 orang. []
SUARA MERDEKA, 3 Januari 2017
Bambang Soesatyo | Ketua Komisi III DPR RI
Tidak ada komentar:
Posting Komentar