Selasa, 24 Mei 2016

(Ngaji of the Day) Hukum Berdiri Sambut Kedatangan Tamu



Hukum Berdiri Sambut Kedatangan Tamu

Islam di Nusantara identik dengan keramahan dan kesantunanya. Masyarakat Nusantara mampu bergaul dan bersikap ramah kepada siapapun tanpa melihat perbedaan agama, suku,dan ras. Kemampuan untuk menerima perbedaan ini dapat dimaklumi karena sejak dulu masyarakat Nusantara sudah terbiasa hidup berbeda. Bahkan Indonesia ini pun dibangun di atas perbedaan tersebut.

Di antara tradisi yang sudah melembaga di masyarakat kita ialah berdiri ketika tamu datang. Tamu yang dimaksud bisa jadi seorang ulama, pejabat, orang tua, teman, atau pun karib-kerabat. Mereka berdiri bukan bermaksud untuk mengkultuskan atau ingin menghina-hinakan diri, tapi hanya sebatas menghormati dan menyambut kedatangan tamu.

Pada faktanya tradisi ini ternyata tidak hanya berlaku di Nusantara, tetapi juga terdapat di daerah lain. Tidak hanya berlaku di masa sekarang, namun sudah ada sejak masa dulu bahkan masa Nabi Muhammad SAW.

Terkait hukum berdiri untuk menghormati kedatangan tamu, Imam An-Nawawi dalam Fatawa Al-Imam An-Nawawi mengatakan sebagai berikut.

القيام لأهل الفضل وذوي الحقوق فضيلة على سبيل الإكرام، وقد جاءت به أحاديث صحيحة، وقد جمعتها من أثار السلف وأقاويل العلماء في ذلك، والجواب عما جاء مما يوهم معارضتها وليس معارضا، وقد أوضحت كل ذلك في جزء معروف، فالذي نختاره ونعمل به واشتهر عن السلف من أقوالهم وأفعالهم، جواز القيام واستحبابه في الوجه الذي ذكرناه...

Artinya, “Berdiri karena menghormati tamu agung atau orang yang sepantasnya dihormati termasuk perbuatan mulia dengan maksud menghormati mereka. Ada banyak hadits shahih terkait permasalahan ini. Saya telah mengumpulkan pandangan-pandangan orang-orang saleh dan perkataan ulama tentangnya. Saya juga menjawab penyelesaian dalil yang dianggap kontradiksi, padahal sejatinya tidak terdapat kontradiksi dalil dalam kasus ini. Saya telah menjelaskan semuanya pada bagian yang cukup populer. Pendapat yang kami pilih dan kami amalkan, pendapat ini juga didukung oleh pernyataan ulama salaf, baik berupa perkataan maupun tindakan, adalah boleh dan dianjurkan berdiri untuk menghormati kedatangan seseorang sebagaimana yang telah disebutkan.”

Pendapat Imam An-Nawawi ini diperkuat oleh banyak hadits tentang anjuran berdiri karena kedatangan tamu terhormat. Misalnya kisah Sa’id Ibn Mu’adz yang datang kepada Nabi Muhammad SAW setelah memutuskan perkara di Bani Quraizhah. Pada saat hampir sampai di masjid, Nabi Muhammad SAW memerintahkan kepada kaum Ansor untuk berdiri, “Qumu li sayyidikum (berdirilah karena kedatangan tuanmu)”.

Kisah ini dicantumkan dalam banyak kitab hadits, di antaranya Shahih Muslim, Sunan Abu Dawud, dan lain-lain. Dengan demikian, berdiri pada saat kedatangan tamu termasuk perbuatan yang disunahkan karena itu termasuk menghormati dan memuliakan tamu. Wallahu a’lam. []

Sumber: NU Online

Tidak ada komentar:

Posting Komentar