Fazlur
Rahman dalam Simposium (I)
Oleh:
Ahmad Syafii Maarif
Undangan
via e-mail dari Prof Alparslan Açikgenç (kakak kelas di Universitas
Chicago abad yang lalu), saya terima pada 21 Januari 2016 untuk menghadiri
sebuah simposium tentang pemikiran Fazlur Rahman (1919-1988) dalam bidang
filsafat, agama, dan moral-etika yang diadakan di kampus Universitas Inönü,
Malatya, Turki, pada 5-6 Mei 2016.
Mengingat
usia, saya sempat ragu untuk hadir, tetapi karena panitia mengharapkan datang
dengan sebuah makalah, akhirnya undangan dipenuhi. Apalagi, saya memang belum
pernah ke Turki. Ini ditambah lagi adanya hubungan emosional dan intelektual
dengan Fazlur Rahman yang membimbing saya sewaktu kuliah S-3 dalam kajian Islam
di Universitas Chicago. Simposium kedua ini berlangsung dalam bahasa Turki;
simposium pertama diadakan Istanbul pada 1997 saat Recep Tayyip Erdogan sebagai
wali kotanya.
Mengapa
pemikiran Fazlur Rahman tentang Alquran, Islam, dan masalah-masalah kemanusiaan
masih perlu dikaji dan dibicarakan? Dari karya-karyanya, kita dapat
menyimpulkan bahwa Fazlur Rahman adalah seorang penyelidik yang serius, tajam,
dan berani mengenai Alquran dan disiplin-disiplin Islam lainnya, seperti
filsafat, teologi, sufisme, pendidikan, baik yang klasik maupun yang modern.
Keprihatinannya
yang mendalam tentang masalah ini didorong oleh kenyataan (menurut hasil
bacaannya) karena sebegitu jauh belum ada sarjana Muslim yang telah berupaya
secara sungguh-sungguh untuk menyelam ke dalam prinsip-prinsip moral-etika
Alquran sebagai bagian dari pandangan dunianya yang menyeluruh dan
komprehensif, secara sistematis atau sebaliknya. (Lihat Fazlur Rahman, Islam
and Modernity. Chicago and London: The University of Chicago Press, 1982, hlm
154).
Klaim
Alquran sebagai petunjuk (hudan) bagi manusia harus dipahami secara benar
sebagai sesuatu yang fungsional dan memiliki nilai-nilai praktis dalam
membimbing kehidupan kolektifnya karena Kitab Wahyu ini “adalah sebuah dokumen
yang secara jujur bertujuan buat [kepentingan] manusia.” (Lihat Fazlur Rahman,
Major Themes of the Qur'an. Minneapolis-Chicago: Bibliotheca Islamica, 1980,
hlm 1).
Atau
dalam ungkapan Muhammad Asad, Alquran telah memberikan jawaban komprehensif
terhadap pertanyaan, “Bagaimana semestinya saya berperilaku agar meraih
kehidupan yang baik di dunia dan kebahagiaan dalam kehidupan yang akan datang?”
(Lihat Muhammad Asad, The Message of the Qur'an. Gibraltar: Dar al-Andalus,
1980, hlm 1).
Dalam
sebuah kuliah di Chicago, Fazlur Rahman pernah berkata, “Apa pun yang kamu
pelajari, timbang dia dengan Alquran.” Barangkali di sinilah letak perbedaan
utama antara Fazlur Rahman dan para pemikir Muslim kontemporer.
Lebih
jauh, Fazlur Rahman tidak saja berupaya memakzulkan konservatisme Islam yang
demikian mewabah secara dalam di dunia Islam, “Dia juga membantah banyak dari
upaya Barat dalam memahami Islam ... yang digambarkan sebagai suatu makhluk
fatalistik, kuno, dan statis.” (Lihat Donald L Berry, Fazlur Rahman: A Life in
Riview dalam Earle H Waugh and Frederick M Denny (ed), The Shaping of an
American Islamic Discourse: A Memorial to Fazlur Rahman. Atlanta, Georgia:
Scholars Press, 1998, hlm 41).
Entah
karena apa, beberapa mantan mahasiswa Baratnya di Chicago menjadi Muslim,
padahal Fazlur Rahman sama sekali bukanlah tipe seorang evangelis.
Kembali
ke simposium. Ada tujuh pemakalah yang diundang dari berbagai perguruan tinggi;
empat dari Turki, tiga dari luar: Alparslan Açikgenç (Turki), Ahmad Syafii
Maarif (Indonesia), Ernest Wofl-Gazo (Universitas Amerika, Kairo), Mustafa
Öztürk (Turki), Ibrahim Özdemir (Turki), Imtiyaz Yusuf (Thailand), dan Bekir
Demirkol (Turki).
Simposium
dibuka oleh Rektor Universitas Inönü Prof Cemil Celik. Hanya tiga makalah yang
disampaikan dalam bahasa Inggris dengan tampilan terjemahan dalam bahasa Turki
di layar: “Fazlur Rahman, the Qur'anic Moral-Ethical Fervor and the Process of
the Revelation” (Ahmad Syafii Maarif), “Fazlur Rahman and the Moral Life in the
Early 21st Century” (Ernest Wolf-Gazo), “Ismail al-Faruqi and Fazlur Rahman:
Two Academic Friends United But Not Fully Parted in Addressing Modern Age
Problems Facing the Muslim World” (Imtiyaz Yusuf).
Empat
makalah dalam bahasa Turki dengan judul terjemahan bahasa Inggris: “My
Experiences with Fazlur Rahman: An Intellectual Biography” (Bekir Demirkol),
“Fazlur Rahman on Turkey” (Mustafa Öztürk), “Fazlur Rahman on the Morality-Law
Relationship in the Tradition of Islamic Thought” (Alparslan Açikgenç), “The
Concept of Morality in Fazlur Rahman” (Ibrahim Özdemir). Selama satu setengah
hari simposium, semua makalah telah disampaikan dan dibicarakan dengan teratur
dan penuh semangat. []
REPUBLIKA,
24 Mei 2016
Ahmad Syafii Maarif | Mantan Ketua
Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah
Tidak ada komentar:
Posting Komentar