Kamis, 31 Maret 2016

(Hikmah of the Day) Ziarahi Makam Kiai Sholeh Darat, Penggila Porkas Jadi Tobat



KERAMAT MBAH SHOLEH DARAT (2)
Ziarahi Makam Kiai Sholeh Darat, Penggila Porkas Jadi Tobat

Di masa orde baru, ketika rakyat dirusak moralnya oleh negara melalui ajang perjudian resmi bernama Porkas atau SDSB (Sumbangan Dana Sosial Berhadiah), banyak sekali warga masyarakat yang menjadi gila judi buatan Soeharto yang dikelola yayasan sang presiden kala itu. Sampai-sampai saat itu ada plesetan, SDSB adalah Soeharto Dalang Segala Bencana.

Terutama wong cilik, banyak sekali yang rusak rumah tangganya karena edan bin gendheng pada SDSB. Setiap Rabu malam orang-orang berkumpul di warung-warung penjual kupon SDSB. Mereka membeli kupon lalu mengisi tebakan nomor, lalu memantau berita hasil undian di RRI. Perangkat radio menjadi alat sangat penting di warung kala itu. Bagi yang nomor tebakannya tepat sesuai pengumuman, berhak mendapat hadiah uang.

Para penggila SDSB waktu itu dibuai mimpi dapat uang Rp 500 ribu jika bisa menebak dua angka belakang, dapat Rp 1 juta jika bisa menebak tiga angka urutan belakang, atau Rp 1 miliar jika menebak seluruh enam angka yang diundi.

Keadaannya persis seperti yang digambarkan Rhoma Irama dalam lagunya berjudul “Judi”. Banyak orang beriman jadi murtad karena melakukan perbutan syirik meminta kepada setan. Banyak orang waras jadi gila karena terbuai uang haram itu. Banyak orang kaya jadi melarat karena bangkrut dibuai mimpi.

Setiap ada orang gila ditanya nomor, setiap ada sesuatu yang gaib, dianggap mengandung petunjuk nomor yang akan keluar. Penggemar SDSB mendatangi kuburan wingit, mendatangi tempat-tempat angker, menebak apa saja yang berbau gaib, dan segala tingkah polah yang tidak masuk akal dan merusak akidah.

Di Semarang kala itu, ada yang nekat mencoba mencari petunjuk nomor SDSB dengan mendatangi makam waliyullah. Datanglah ia ke makam KH Sholeh Darat di kompleks makam Bergota, Semarang. Mengetahui banyak orang berdoa di situ, si penggila Porkas ini pun datang malam hari berziarah. Namun tujuannya hanya satu, ingin mencari petunjuk nomor SDSB. Ingin “meminta” kepada penghuni makam.

Mungkin karena tujuannya sudah keliru, si orang ini mengalami nasib sial. Kala dia hendak masuk di kompleks makam Mbah Sholeh Darat, tiba-tiba ada seekor macan putih besar persis di depan pintu makam. Si macan mengaum sangat keras. “Harrhggghhmrr..”

Spontan dia gemetar ketakutan. Langsung lari terbirit-birit menjauhi macan. Salang tunjang dia kabur saking takutnya. Kakinya pun menabrak dan menatap keras patok-patok kuburan. Banyak patok yang terbuat dari batu dan cor beton, maka kakinya pun babak bundas. Dia terjengkang jatuh dengan kaki berdarah-darah. Tulangnya sampai retak karenanya.

Segera dia ditolong orang-orang yang kebetulan hendak ziarah, dibawa ke rumah sakit Kariadi yang ada di belakang tembok kompleks makam. Peristiwa itu rupanya membuatnya kapok. Tobat dari kebiasaan membeli nomor SDSB. Dalam penyesalannya sambil merintih kesakitan, si penggila Porkas pun berikrar tidak akan berjudi lagi selama-lamanya.

“Begitulah sang wali, sudah wafat saja masih bisa berdakwah. Membuat orang maksiat jadi tobat. Sedangkan kita ini, masih hidup saja tidak mampu berdakwah. Jangankan mengajak orang lain menjauhi dosa, diri kita sendiri saja tiap hari berbuat dosa. Jangankan mengajak kebaikan, kita sendiri saja jarang atau tidak pernah berbuat kebaikan,” tutur narasumber. []

Cerita saya peroleh dari beberapa orang tokoh di Semarang, termasuk dari para jamaah Masjid Kyai Sholeh Darat yang rutin mengaji kitab Mbah Sholeh tiap malam hari tertentu. Sanad cerita yang runtut saya dapatkan dari Pak Suprapto yang mengaku mendapat cerita dari gurunya, Kiai Masrur, dari gurunya, Kiai Ahmad, dari ayahnya, Kiai Sahli. Kiai Sahli adalah murid Mbah Sholeh Darat. Semua nama-nama tersebut adalah penduduk Semarang.

(Ichwan)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar