Rajawali Ngepret
Oleh: Budiarto Shambazy
Jurus ”Rajawali Ngepret” yang diperagakan Menteri Koordinator
Kemaritiman Rizal Ramli membuat publik terkesiap dan menimbulkan pro-kontra.
Publik yang pro menilai gebrakan itu dibutuhkan, yang kontra menganggap itu
kurang etis.
Kepretan ala Rizal Ramli tentu direstui Presiden Joko Widodo. Apa
pun akibat positif atau negatifnya, itu menjadi tanggung jawab Presiden Jokowi.
Kepretan ini dalam istilah populer belakangan ini, ”out of the box”. Rizal
Ramli pernah menjabat sebagai Menko Perekonomian dan dikenal sebagai aktivis
yang pernah nyapres.
Pada awalnya, kepretan Rizal Ramli menimbulkan prasangka telah
terjadi keretakan internal dalam tubuh pemerintah. Tetapi, lambat laun sebagian
publik bersimpati terhadap kepretan Rizal Ramli tersebut.
Jika membolak-balik pepatah berbahasa Inggris, ”the song, not the
singer”. Jangan persoalkan Rizal Ramli, tetapi pahami apa yang dia gebrak.
Pertama, Rizal Ramli mengkritisi rencana pembelian pesawat untuk
Garuda dalam jumlah yang besar. Gebrakan kedua dilancarkan Rizal Ramli terhadap
rencana pembangunan proyek-proyek kelistrikan untuk memenuhi target 35.000
megawatt.
Gebrakan Rizal Ramli mengusik sejumlah pihak. Publik diuntungkan
karena memahami rencana pembelian pesawat dan proyek kelistrikan itu ternyata
mengundang tanda tanya.
Tiap pemimpin yang ingin berlaku adil dalam demokrasi akan mencari
jalan sendiri untuk menemukan solusi. Para pemimpin di Amerika Serikat sering
melancarkan kritik terhadap pemerintah atau partainya sendiri dengan menguak
aib-aib internal.
Tujuannya, untuk mendapat dukungan dari publik. Lebih dari itu,
setiap pemimpin wajib membayar utang janji-janji kampanye kepada rakyat. Salah
satu janji kampanye membentuk kabinet yang bersih dan tidak ”main proyek”. Ia
tidak ingin mengulang rekor buruk Kabinet Indonesia Bersatu Jilid 2 yang
beberapa menterinya dipenjara karena korupsi.
Presiden Jokowi, yang nyaris setahun memimpin, mungkin sudah
merasa waktunya memulai gebrakan internal. Kebetulan Rizal Ramli, yang
menggantikan Indroyono Soesilo, dianggap sebagai orang yang tepat.
Apa yang dikerjakan Rizal Ramli bukan hal baru. Gubernur DKI
Jakarta Basuki Tjahaja Purnama melakukan hal serupa. Presiden Jokowi juga
sering memerangi orang-orang dalam sebagai Gubernur DKI Jakarta.
Menggebrak dari dalam memang bisa ditafsirkan sebagai memerangi
birokrasi. Dengan segala maaf, birokrasi kita sejak era Orde Baru kurang
berorientasi kepada tugas utamanya sebagai pelayan publik.
Istilah keren yang sering diucapkan belakangan ini adalah
”memerangi resistensi birokrasi”. Para pegawai negeri (PNS) di
kementerian/lembaga di pusat dan daerah merupakan institusi terpenting yang
memutar roda pemerintahan di republik ini.
Bukan hal baru jika birokrasi kurang cepat beradaptasi dengan
perubahan. Gurauan yang sering kita dengar tentang mental birokrat, ”Kalau bisa
dipersulit, kenapa dipermudah?”
Lebih dari itu, birokrasi sering terbukti ikut-ikutan ”main
proyek”. Mereka biasanya berkoalisi dengan para pengusaha, terutama yang masih
dekat atau masih bersaudara dengan pejabat (KKN).
Pejabat yang terpilih langsung atau menteri yang dipilih presiden
yang bukan berlatar belakang birokrat biasanya menghadapi dua pilihan: ikut
arus saja atau, sebaliknya, memerangi birokrasi.
Presiden Jokowi telah memilih yang terakhir. Itulah sebabnya,
Rizal Ramli mengepret ke sana dan ke sini.
Bahwa hasil kepretan kelak kurang atau tidak berhasil, itu soal
lain. Namun, kini mata publik sudah terbuka mengetahui ada persoalan yang
berhubungan dengan praktik-praktik yang dapat dibaca sebagai ”main proyek”.
Presiden Jokowi tidak punya pilihan, kecuali memilih para menteri
yang diharapkan berani melakukan gebrakan dari dalam. Ketika memilih Rizal
Ramli, juga Kepala Staf Presiden Teten Masduki, Presiden Jokowi menunjukkan
dirinya sudah independen dari tekanan-tekanan internal.
Sejauh ini, Presiden Jokowi telah memperlihatkan diri sebagai
pemimpin yang tidak korup, jujur, sederhana, merakyat, dan punya nyali. Sosok
seperti ini dibutuhkan pada saat ekonomi kita mengalami perlambatan.
Kini, kepentingan semua menteri, termasuk juga Presiden dan Wakil
Presiden, telah terekspose di mata publik. Ini sebuah langkah maju, meskipun
belum besar, yang telah diambil pemerintahan ini berkat jurus ”Rajawali
Ngepret” ala Rizal Ramli. []
KOMPAS, 19 September 2015
Budiarto
Shambazy | Wartawan
Senior Kompas
Tidak ada komentar:
Posting Komentar