Perlukah
Berkurban di Sekolah Dilarang?
Oleh: Badrul Munir
Hari raya Idul Adha sudah di depan mata kita, hari suci di mana umat Islam sedunia di tanah suci Mekkah melaksanan puncak ibadah haji. Sebuah ritual internasional yang diikuti jutaan umat Islam dari seluruh dunia dalam rangka memperingati “napak tilas” Nabi Ibrahim yang mempertunjukan kepada kita semua tentang arti sebuah ketaatan dan keikhlasan dalam beribadah kepada Allah SWT.
Bagi kita yang tidak
berhaji disyariatkan untuk merayakan Idul Qurban dengan beberapa ritual mulai
puasa Arofah, shalat Idul adha dan penyembelihan hewan Qurban dan lainnya
Penyembelihan qurban
pada hakikatnya mengandung nilai pendidikan anak yang luar biasa, sebuah
pendidikan kepada anak yang dicatat dengan tinta emas sebagai pendidikan ideal
untuk membentuk anak yang shalih.
Beberapa poin penting
dalam pendidikan Nabi Ibrahim kepada anaknya mencakup visi, misi, kurikulum dan
lingkungan dalam pendidikan anak:
Pertama: visi
pendidikan Ibrahim adalah mencetak generasi saleh yang menyembah hanya kepada
Allah SWT. Dalam penantian panjang beliau berdoa agar diberi generasi saleh
yang dapat melanjutkan perjuangan agama tauhid. Visi Ibrahim ini diabadikan
Allah SWT dalam al-Qur’an: "Ya Tuhanku, anugrahkanlah kepadaku (seorang
anak) yang termasuk orang-orang yang saleh." (Q.S. Ash Shaaffaat: 100)
Kedua, misi
pendidikan Ibrahim adalah mengantar Ismail dan putra-putranya mengikuti ajaran
Islam secara totalitas. Ketaatan ini dimaksudkan sebagai proteksi agar tidak
terkontaminasi dengan ajaran berhala yang telah ada di sekitarnya.
Ketiga, kurikulum
pendidikan Ibrahim juga sangat lengkap. Muatannya telah menyentuh kebutuhan
dasar manusia. Aspek yang dikembangkan meliputi: Tilawah untuk pencerahan
intelektual, Tazkiyah untuk penguatan spiritual, Taklim untuk pengembangan
keilmuan dan Hikmah sebagai panduan operasional dalam amal-amal kebajikan.
Muatan-muatan strategis pendidikan Ibrahim tersebut, Allah SWT telah jelaskan
secara terperinci dalam firman-Nya:
Keempat Lingkungan
pendidikan Ibrahim untuk putranya bersih dari virus aqidah dan akhlaq. Beliau
dijauhkan dari berhala dunia, pikiran sesat, budaya jahiliyah dan prilaku
sosial yang tercela. Hal ini dipilih agar fikiran dan jiwanya terhindar dari
kebiasaan buruk di sekitarnya.
Selain jauh dari
perilaku yang tercelah, tempat pendidikan Ismail juga dirancang menjadi satu
kesatuan dengan pusat ibadah ‘Baitullah’. Hal ini dipilih agar Ismail tumbuh
dalam suasana spritual, beribadah (shalat) hanya untuk Allah SWT. Kiat ini
sangat strategis karena faktor lingkungan sangat berpengaruh kepada perkembangan
kejiwaan anak di sekitarnya.
Pemilihan tempat
(bi’ah) yang strategis untuk pendidikan Ismail secara khusus Allah SWT abadikan
dalam al-Qur’an.
Larangan dan
Keresahan
Namun menjelang hari
raya Idul Adha seperti saat ini ada beberapa isu yang menyeruak di masyarakat
di Indonesia, yang pertama idul adha jatuh pada hari apa (ada perbedaan atau
tidak) dan yang kedua (khusus untuk warga Jakarta) masih bolehkah menyembelih
hewan kurban di sekolah?
Hal ini merujuk pada
Instruksi Gubernur No 168 Tahun 2015 tentang Pengendalian, Penampungan dan
Pemotongan Hewan. Di dalamnya termasuk ada larangan menyembelih hewan kurban di
sekolah. Beberapa alasan yang dipakai oleh Pempov Jakarta tentang aturan ini
yakni kekhawatiran menyebarnya penyakit dari hewan ke manusia (dalam istilah
medis zoonosis) dan juga menghindari dampak psiologis berupa traumatik terhadap
anak akibat proses pemotongan hewan kurban tersebut. Sebagai solusinya
pemerintah provinsi Jakarta menyiapkan rumah pemotongan hewan (RPH) untuk
mengakomodasi kebutuhan masyarakat Jakarta dalam penyembelihan kurban.
Sebagai seorang
pemimpin daerah maka tugas utama bagi seorang gubernur adalah mengatur segala
hal yang berada di wilayah kerjanya. Dalam hal berkurban instruksi Gubernur
sangat tepat, terutama mengatur tempat penjualan hewan kurban. Sudah lazim di
kota-kota bahkan di seluruh daerah menjelang hari raya kurban, banyak fasilitas
umum yang di sulap menjadi pasar hewan, hal ini berakibat kumuh dan bau tidak
sedap menyebar kemana-mana, belum lagi masalah kesehatan hewan yang belum
terkontrol yang berakibat menyebarnya penyakit hewan ke manusia (zoonosis).
Namun dalam hal
pelarangan penyembelihan kurban di sekolah perlu dikaji lebih dalam karena bisa
berpotensi menimbulkan kegaduhan di masyarakat.
Sebagai seorang
pemimpin Gubernur Basuki Cahaya Purnama harus mendapat pemahaman yang utuh
tentang ritual ibadah kurban, sebuah ibadah yang mengandung unsur pendidikan
moral sosial dan sangat kental dengan tradisi masyarakat Indonesia. Berbeda
dengan ibadah shalat, puasa atau bersedekah misalnya dimana ibadah tersebut
harus disamarkan dan lebih utama tanpa dilihat orang lain, tetapi ibadah
penyembelihan hewan kurban harus ditampakkan sebagai syiar ritual keagamaan
karena memang tuntutan ajaran agama Islam demikian.
Satu hal lagi yang
perlu diketahui oleh gubernur Ahok di dalam penyembelihan kurban juga sangat
kental dengan kearifan lokal yang terus dijaga dan akan diwariskan terhadap
anak keturunan masyarakat Islam, kearifan lokal tersebut pemahaman berupa nilai
keikhlasan, pengorbanan, kerja sama, sifat saling membantu dan lainnya yang
semua bermuara keteladalan Nabi Ibrahim kepada murid sekolah tersebut.
Beberapa komentar
gubernur Ahok yang mengatakan di arab saudi tidak ada penyembelihan hewan
kurban di masjid dan sekolah dan semua dilakukan di pusat penyembelihan kurban
semakin menunjukan betapa sang gubernur DKI ini belum memahami secara utuh
makna sebuah ibadah kurban dan haji. Pernyataan diatas sama dengan mengapa di
Jakarta masih sering banjir, macet dan kriminal sedangkan di Singapura tidak?
Trauma psikologi
Alasan lain adalah
kekhawatiran dampak trauma psikologi akibat prosesi pemotongan hewan kurban
yang disaksikan secara langsung oleh anak-anak sekolah dasar.
Ilmu neurobehavior
menerangkan usia sekolah dasar (7-12 tahun) saat perkembangan otak di lobus
frontalis dan parietalis (dahi dan pelipis), satu hal yag menonjol adalah mulai
berkembangnya fungsi kognisi (berfikir, logika, analisis), kreatifitas dan
kemampuan berbahasa.
Di bagian otak pelipis
atau sistem emosi anak SD sudah mulai menunjukkan hal yang berperan, kegemaran
meniru apa yang dilihat dan didengar sangat dominan apalagi sifat imajinatif
sebagai seorang anak yang dibawa dari kecil masih terbawa.
Bagian otak yang
mengatur psikomotor juga berkembang secara maksimal sehingga anak SD cenderung
senang bergerak, bermain mengerjakan sesuatu secara langsung dan senang bekerja
dalam suatu kelompok.
Apapun stimulus atau
paparan yang masuk ke otak sangat mempengaruhi perilaku anak (termasuk siswa
SD), setiap stimulus akan terekam kuat di area memori (sistem limbik), apalagi
bila saat kejadian ada nuansa emosi yang menyertainya maka memori akan terpatri
kuat , maka paparan yang diterima anakharus paparan yang positif sehingga kelak
akan menjadi dasar perilaku positif.
Prosesi penyembelihan
hewan kurban yang disaksikan secara langsung oleh ratusan mata anak SD
dikhawatirkan mempengaruhi psikologis mereka yakni timbul rasa takut berlebihan
(fobia) atau justru timbul sifat atau perilaku kekerasan(agresifitas).
Hal tersebut secara
teori bisa terjadi manakala kejadian penyembelihan hewan kurban berulang dan
anak didik tidak memiliki pemahaman kognisi tentang syariat kurban, tatacara
penyembelihan kurban secara islami dan manfaat berkurban untuk meningkatkan
jiwa sosial anak kepada lingkungan sekitarnya. Dan di sinilah tantangan pihak
sekolah (guru dan pengajar) dan orang tua untuk memberi pemahaman yang utuh
tentang syariat berkurban kepada anak secara runtut dan utuh.
Seperti yang saya
jabarkan di atas saat usia SD adalah saat perkembangan sel saraf lobus
frontalis sangat optimal sehingga kemampuan kognisi dan kemampuan bahasa sangat
maksimal.Guru dihadapan siswa SD merupakan sosok “idola” bagi dia, guru adalah
sumber ilmu, segala ucapannya akan merasuk dengan kuat di pikiran mereka, hal
ini berbeda dengan siswa SMP SMA dimana daya kritisnya sudah sangat terasa dan
tidak menjadikan ucapan guru sebagai satu satunya sumber ilmu.
Bila paparan tentang
keutamaan kurban sudah terekam dengan kuat di pikiran anak didik, maka pada
saat prosesi penyembelihan hewan kurban maka yang terbentuk di pikiran anak
bukan “pembantaian hewan kurban” akan tetapi lebih dari itu adalah suatu ajaran
yang luhur tentang pengorbanan ketaatan hamba kepada perintah Tuhannya, dan ini
lebih terekam kuat dalam perilaku dibanding rasa “kasihan” hewan tidak bersalah
dipotong lehernya(fobia) atau “suka cita” melihat hewan kurban tergelepar tidak
berdaya sesaat setelah dipotong lehernya (agresifitas).
Jadi pelarangan
pemotongan hewan kurban di lingkungan sekolah yang dikhawatirkan menjadikan
dampak psikologis negatif berupa fobia atau agresif menurut hemat kami
berlebihan dan tidak ada dasar ilmiahnya yang kuat , justru sebaliknya suatu
proses pembelajaran langsung (hand on) untuk membentuk peribadi dengan
kesalehan ritual dan sosial.
Sebagai langkah
cerdas pemerintah daerah harus lebih memberi pelayanan berupa pemeriksaan hewan
kurban dan memberi bantuan teknis lainnya agar prosesi penyembelihan kurban di
masyarakat dan sekolah berjalan dengan aman dan hikmat tanpa harus mengorbankan
makna sebuah penyembelihan kurban.
Semoga pemerintah
atau pemerintah daerah tidak merivisi aturan larangan berkurban di sekolah yang
kontra produktif dan bisa berpotensi menimbulkan kegaduhan dan keresahan di
masyarakat. Satu hal lain adalah kemungkinan melanggar undang-undang dasar 1945
tentang “kebebasan beragama dan tentang hak mendapat pendidikan”.
Sebaliknya pemerintah
dan pemerintah daerah harus lebih fokus meningkatkan kesejahteraan seperti
menstabilkan harga, menciptakan lapangan kerja, menurunkan penggangguran,
meningkatkan ekonomi dan lainnya yang semakin hari semakin mengkhawatirkan.
Semoga intruksi
gubernur ini segera direvisis khususnya tentang larangan kurban, dan tidak ada
lagi pemimpin daerah yang mengeluarkan intrusksi tidak edukatif seperti itu,
kalaupun dipaksa diterapkan maka sungguh intruksi itu tidak layak dan tidak
perlu dilaksanakan khususnya larangan meyembelih kurban di sekolah dan masjid.
Selamat berkurban (di sekolah dan masjid)...
Penulis adalah dokter
spesialis saraf RS Saiful Anwar; Dosen Fakultas kedokteran Universitas
Brawijaya Malang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar