Jumat, 11 September 2015

Ali Mustafa Yaqub: Indonesia Sudah Lampu Kuning



Indonesia Sudah Lampu Kuning
Oleh: Ali Mustafa Yaqub

Senin, 30 Maret 2015, jam 10 pagi, kami diundang oleh Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres) bidang kesejahteraan rakyat untuk mengikuti rapat Wantimpres yang membahas situasi terkini Indonesia. Rapat dihadiri oleh utusan dari berbagai instansi pemerintah seperti Bareskrim Polri, Densus 88, Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), Kementerian Agama, Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhanas), dan lain-lain. Dan pihak yang tidak mewakili unsur pemerintah, hanya kami sendiri sebagai penjaga beduk Masjid Istiqlal.

Masing-masing wakil tersebut diberi kesempatan untuk berbicara untuk menjelaskan situasi terkini Indonesia. Ada yang menarik dari pernyataan-pernyataan mereka, yaitu pernyataan Lemhanas, bahwa ketahanan nasional Indonesia saat ini sudah berstatus lampu kuning. Tentu saja, pernyataan Lemhanas ini bukan main-main karena hal itu disampaikan oleh instansi yang memiliki kewenangan untuk itu. Pernyataan tersebut memberikan pengertian bahwa ketahanan nasional Indonesia sudah dalam keadaan yang membahayakan. Ibarat lampu lalu lintas, setelah lampu kuning padam, hanya ada satu lampu yang akan menyala, yaitu merah atau hijau.

Ketika kami diberi kesempatan untuk berbicara, kami menyatakan bahwa paham-paham Islam yang sekarang eksis di dunia ada empat, yaitu paham Ahlus Sunnah wal Jamaah (Sunni) yang merupakan paham mayoritas bagi muslimin di dunia, paham Syiah yang terlokalisir di beberapa negara, paham Khawarij yang muncul dengan bentuk baru seperti Alqaidah, Jamaah Islamiyah, ISIS, dan lain-lain, dan paham Muktazilah yang muncul dengan bentuk baru sebagai paham liberal.

Sebelum perang Teluk 1991, keempat paham ini hidup berdampingan secara damai. Namun, paling lambat setelah perang Teluk 1991, paham-paham selain Sunni telah melahirkan konflik baru di dunia Islam. Baik dari segi ajaran maupun dalam praktik di lapangan, paham-paham selain Sunni hanya memberikan salah satu dari dua alternatif, yaitu kita mengikuti mereka atau mereka membunuh kita. Bahasa yang populer yang menjadi jargon mereka adalah "Bergabunglah dengan kami atau kami yang datang menemui Anda."

Dalam praktik di lapangan, paham ISIS, misalnya, tidak memberikan hak kepada kelompok lain untuk hidup. Begitu pula paham-paham yang lain. Di sebuah negara yang Muslim Sunninya mencapai 35 persen, mereka tidak diberi hak untuk hidup. Tidak ada satu anggota parlemen pun dari kelompok Sunni, tidak ada seorang menteri pun dari kelompok Sunni, bahkan tidak ada satu masjid pun yang dikelola oleh Muslim Sunni. Bandingkan misalnya, dengan negara komunis Uni Soviet, sekarang Rusia. Di sana masih ada sekitar 200 masjid yang dikelola oleh Muslim Sunni. Karena itu, wajar apabila ada tokoh Muslim yang mengatakan paham-paham di luar Sunni justru lebih berbahaya daripada paham komunisme.

Dari empat paham Islam yang sekarang eksis itu, hanyalah paham Ahlus Sunnah wal Jamaah yang dapat hidup dan mempertahankan Negara Kesatuan Republik Indonesia berikut Undang-Undang Dasar 1945 dan Pancasila.

Celakanya, banyak orang Islam yang terkecoh karena paham-paham di luar Sunni telah mengibarkan bendera Islam. Sementara hakikatnya, mereka memusuhi Islam. Mereka menyalakan lampu hijau, tetapi sejatinya lampu itu adalah merah yang dibungkus dengan kaca berwarna hijau.

Kita perlu mewaspadai masalah tersebut di atas agar negara kita, Republik Indonesia, tidak menjadi seperti negara Irak, Syria, Lebanon, dan Yaman. Bangsa Indonesia wajib belajar dari tragedi-tragedi yang menimpa negara-negara tersebut bila mereka ingin hidup dalam kemajemukan secara damai.

Bangsa Indonesia secara umum dan lebih khusus umat Islam Indonesia yang merupakan mayoritas dari bangsa ini, wajib mempertahankan keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia dengan dasar Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.

Gejala nyala lampu merah yang dibungkus dengan kaca hijau, dari hari ke hari semakin tampak jelas. Dan tampaknya, bangsa Indonesia belum terlambat untuk menyelamatkan diri dari tragedi tersebut. Semoga Allah memberikan bimbingan-Nya kepada kita semua. []

REPUBLIKA, 07 September 2015
Ali Mustafa Yaqub | Imam Besar Masjid Istiqlal Jakarta

Tidak ada komentar:

Posting Komentar