Hukum Berburu dan Memakan
Hewan yang Dilindungi
Pertanyaan:
Assalamu’alaikum wr. Wb. Ustadz, saya mau
tanya, beberapa hewan langka dilindungi oleh Pemerintah, seperti rusa. (1)
Bolehkan kita diam-diam memburu hewan yang dilindungi tersebut untuk dimakan?
Tentunya dalam hal ini hewan yang secara zat halal, bukan seperti babi yang
sduah jelas haram. (2) Kemudian bagaimana bila kita diberi semur rusa oleh
tetangga yang kita tidak tahu asal usul rusa tersebut halalkah dimakan?
Terimakasih.
Ega Prasetya Noor
Jawaban:
Wa’alaikum salam wr. wb.
Penanya yang budiman, semoga selalu dirahmati
Allah swt. Perburuan binatang yang dilindungi negara sudah di atur. Di
antaranya dalam Undang-Undang RI Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber
Daya Alam dan Ekosistemnya. Hal yang harus dipahami terlebih dahulu adalah
bahwa memburu dan memakannya merupakan dua hal yang berbeda. Jika kedua hal ini
berbeda maka memiliki konsekwensi hukum yang berbeda pula.
Hewan termasuk makhluk hidup yang juga
memiliki hak hidup dan harus dilindungi. Bahkan Apalagi hewan yang hampir
mengalami kepunahan. Dalam ayat-ayat yang terkait dengan soal hewan Allah swt
mengajak kepada manusia untuk merenungkan keindahan dan keagungan ciptaan-Nya.
Dan pada saat bersamaam Allah swt juga mengajak mereka untuk mengkaji dan
mengambil pelajaran dari pelbagai macam perilaku binatang, seperti firman-Nya
berikut ini:
أَفَلَا
يَنظُرُونَ إِلَى الْإِبِلِ كَيْفَ خُلِقَتْ
“Maka tidakkah mereka memperhatikan unta,
bagaimana diciptakan” (Q.S. Al-Ghasyiyah [88]: 17).
Pada prinsipnya melindungi hewan yang hampir
punah itu untuk menjaga kestabilan dan keseimbangan ekosistem. Artinya jika
kita memburunya maka kita sedang terlibat dalam perusakan terhadap keseimbangan
ekosistem. Sedangkan perusakan tersebut jelas dilarang. Di dalam al-Quran Allah
swt berfirman:
وَابْتَغِ
فِيمَا آتَاكَ اللَّهُ الدَّارَ الْآخِرَةَ وَلَا تَنْسَ نَصِيبَكَ مِنَ
الدُّنْيَا وَأَحْسِنْ كَمَا أَحْسَنَ اللَّهُ إِلَيْكَ وَلَا تَبْغِ الْفَسَادَ
فِي الْأَرْضِ إِنَّ اللَّهَ لَا يُحِبُّ الْمُفْسِدِينَ
“Dan carilah pada apa yang telah
dianugerahkan kepadamu (kebahagian) negeri akhirat, dan janganlah kamu
melupakan kebahagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada
orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu, dan janganlah kamu
berbuat kerusakan (di muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang
yang berbuat kerusakan” (Q.S. al-Qashashash [28]: 77)
Larangan untuk melakukan kerusakan di muka
bumi sebagaimana terdapat dalam ayat ini juga mencakup larangan untuk merusak
keseimbangan ekosistem. Dari sini saja dapat dipahami bahwa memburu hewan yang
dilindungi adalah tidak diperbolehkan karena bertentangan dengan tujuan yang
disyariatkan, yaitu merusak keseimbangan ekositem. Misalnya memburu kijang yang
dilindungi karena hampir mengalami kepunahan.
أَمَّا
مَا فِيهِ رُوحٌ فَيَجِبُ الدَّفْعُ عَنْهُ إِذَا قُصِدَ إِتْلَافُهُ مَا لَمْ
يَخْشَ عَلَى نَفْسِهِ أَوْ بُضْعٌ لِحُرْمَةِ الرُّوحِ حَتَّى لَوْ رَأَى
أَجْنَبِيٌّ شَخْصًا يُتْلِفُ حَيَوَانَ نَفْسِهِ إِتْلَافًا مُحَرَّمًا وَجَبَ
عَلَيْهِ دَفْعُهُ
“Adapun sesuatu yang bernyawa (hewan) maka
wajib melindunginya apabila hendak dipunahkan sepankang ia tidak khawatir atas
dirinya karena kemulian ruh, sehingga jika ada seseorang melihat orang lain
memunahkan hewannya sendiri dengan cara yang diharamkan maka wajib baginya
untuk mencegahnya” (Muhammad al-Khatib asy-Syarbini, Mugni al-Muhtaj ila
Ma’rifati Alfazh al-Minhaj, Bairut-Dar al-Fikr, juz, 4, h. 195)
Namun bagaimana dengan memakan hewan yang
dihalal namun dilindungi? Apakah larangan memburu itu juga mengandung larangan
untuk mengkonsumsinya? Ternyata soal mengkonsuminya merupakan pengecualian.
Sehingga memunahkan hewan yang halal dan lindungi tidak diperbolehkan kecuali
untuk dikonsumsi. Hal sebagaimana yang kami pahami pernyataan dalam kitab
Mughni al-Muhtaj sebagai berikut ini;
وَيَحْرُمُ
إِتْلَافُ الْحَيَوَانِ - الْمُحْتَرَمِ لِلنَّهْيِ عَنْ ذَبْحِ الْحَيَوانِ
إِلَّا لِأَكْلِهِ
“Dan haram memunahkan hewan yang dimuliakan
karena adanya larangan untuk menyembelih hewan kecuali untuk dikonsumsi”
(Muhammad al-Khatib asy-Syarbini, Mugni al-Muhtaj ila Ma’rifati Alfazh
al-Minhaj, Bairut-Dar al-Fikr, juz, 4, h. 227)
Sedang mengenai pertanyaan kedua hemat kami
tidak perlu dijawab. Sebab, soal ketidaktahuan itu tidak memiliki konsekwensi
hukum apa-apa. Demikian jawaban yang dapat kami kemukakan. Dan saran kami,
sebaiknya kita jangan melakukan perburuan hewan yang dilindungi meskipun dengan
tujuan untuk dikonsumsi. Sebab, perburuan tersebut dalam merusak keseimbangan
ekosistem.
Wallahul muwaffiq ila aqwamith thariq
Wassalamu’alaikum wr. wb
Mahbub Ma’afi Ramdlan
Tim Bahtsul Masail NU
Tidak ada komentar:
Posting Komentar