Apa Saja yang Digolongkan
Amal Jariyah?
Pertanyaan:
Assalamualaikum, Pak Kiai, mohon
panjelasannya, amal apa saja yang bisa digolongkan sebagai amal jariyah
(perbuatan/sedekah yang pahalanya tidak putus-putus)? Apakah hanya wakaf masjid
saja? Sukron.
Muhammad Khotami
Jawaban:
Wa’alaikumsalam wa rahamatullah wa barakatuh.
Wa’alaikumsalam wa rahamatullah wa barakatuh.
Saudara Muhammad Khotami yang selalu dimuliakan
oleh Allah.
Pertanyaan yang anda sampaikan juga sering
kali dibicarakan oleh masyarakat muslim secara luas. Hal ini menandakan bahwa
pada dasarnya diantara mereka banyak yang menginginkan bonus masa depan atas
amal yang mereka lakukan (pensiunan pahala), meskipun mereka telah tidak aktif
lagi (meninggalkan) kehidupan ini.
Istilah “amal jariyah” mungkin hanya dapat
dijumpai di Indonesia, mengigat dalam bahasa induknya (Bahasa Arab), susunan
kata ini tidak lazim bahkan dapat dikatakan tidak tepat penggunaannya. Oleh
karena itu, untuk menyamakan pemahaman kita dalam menanggapi pertanyaan yang
anda sampaikan, kami menggunakan istilah shadaqah jariyah/ sedekah jariyah
dengan arti sedekah (berderma) yang masih mengalir pahalanya kepada si pelaku
meskipun ia telah tiada.
Beberapa waktu yang lalu kami pernah membahas
permasalahan seputar sedekah jariyah dengan mengutip sebuah sabda Nabi yang
cukup populer, yakni hadis yang menjelaskan bahwasannya diantara amal yang
tidak terputus (pahalanya) meskipun si pelaku telah meninggal dunia adalah
sedekah jariyah. Hadis Rasulullah saw ini selain diriwayatkan oleh imam Muslim,
juga diriwayatkan oleh Abu Dawud, At-Tirmidzi dan tidak menutup kemungkinan
para perawi hadis yang lain.
Kebanyakan para ulama menjelaskan bahwa
sedekah jariyah yang dimaksud dalam hadis tersebut adalah waqaf, namun Muhammad
bin Abdurrahman bin Abdurrahim al-Mubarakfuri (w.1353 H) dalam kitab Tuhfat
al-Ahwadzi (syarh sunan at-Tirmidzi), mengatakan bahwa arti dari hadis tentang
sedekah jariyah tidak hanya berlaku pada wakaf semata. Hal itu berlaku pada
tiap aktifitas yang masih berkelanjutan manfaatnya.
قَالَ فِي
الْأَزْهَارِ هِيَ الْوَقْفُ وَشَبَهُهُ مِمَّا يَدُومُ نَفْعُهُ
Pendapat ini tentunya tidak mengherankan
mengingat sebagian ulama sebelumnya telah ada yang berpikiran demikian seperti
pendapat Ibnu al-‘Arabi sebagaimana dikutip dalam kitab Dalil al-Falihin syarh
Riyadh as-Shalihin karya Muhammad Ali bin Muhammad bin ‘Allan bin Ibrahim
al-Bakri (W 1057 H):
قال ابن
العربي: من سعة كرم الله تعالى أن يثيب على ما بعد الحياة كما يثيب على ذلك في
الحياة وذلك في ستة: صدقة جارية، أو علم ينتفع به، أو ولد صالح يدعو له، أو غرس،
أو زرع، أو الرباط
Artinya; Ibnu al-‘Arabi berkata: “Sebagaian
dari luasnya kedermawanan Allah swt adalah bahwa Dia akan memberi pahala kepada
orang yang telah meninggal sebagaimana pemberian yang diberikan kepadanya
ketika masih hidup. Hal itu berlaku dalam enam hal: sedekah jariyah, ilmu yang
masih dimanfaatkan oleh orang lain, anak shaleh yang bersedia mendo’akannya,
menanam pohon (mengadakan penghijauan), menanam benih di ladang/kebun, serta
menyediakan tempat untuk kaum dhuafa’.”
Saudara penanya yang kami hormati.
Dengan penjelasan dari beberapa ulama
tersebut dapat kita fahami bahwa medan atau cakupan sedekah jariyah dapat
diperluas ke berbagai bidang selama masih bermanfaat bagi generasi mendatang.
Standar kemanfaatan tentunya mengacu kepada hal-hal yang telah dibenarkan oleh
syari’at.
Dalam hal ini bidang keagaamaan, bidang
sosial, serta bidang pendidikan masih membuka peluang yang sangat besar untuk
bersedekah. Mendirikan, membangun serta merawat berbagai fasilitas yang sering
dipergunakan seperti lembaga pendidikan, pendirian rumah sakit, panti asuhan
untuk anak yatim dan anak-anak terlantar serta hal-hal lain yang masih
membutuhkan uluran tangan dari kaum dermawan, kesemuanya itu dapat dimasukkan
dalam kategori sedekah jariyah. Jadi cakupan sedekah jariyah sebagaimana
pertanyaan yang anda sampaikan tentunya tidak hanya berlaku pada waqaf untuk
sarana peribadatan (masjid) saja.
Umat Islam perlu mengembangkan dan memerapkan
arti sedekah jariyah dalam lingkup yang lebih luas. Jika ini yang terjadi maka
cita-cita untuk mewujudkan ‘Izz al-Islam wa al-Muslimin (kemuliaan Islam dan
pemeluknya) sebagaimana harapan Nabi kita akan terwujud.
Mudah-mudahan penjelasan ini dapat
menumbuhkan rasa kepedulian dan kepekaan kita terhadap masalah-masalah
keagamaan, sosial dan pendidikan di tengah-tengah masyarakat Indonesia,
sehingga keterbelakangan yang selama ini melekat kepada bangsa kita akan segera
terkikis. Amin… []
Maftukhan
Tim Bahtsul Masail NU
Tidak ada komentar:
Posting Komentar