Menguji Soliditas Kabinet
Oleh: Bambang Soesatyo
TIDAK harus ilmuwan atau politikus senior, orang awam pun pasti
terpancing untuk mempertanyakan kegaduhan berulang di pemerintahan, baru-baru
ini. Alih-alih tambah kompak, soliditas Kabinet Kerja malah terlihat kian rapuh
karena ada gesekan seorang menteri dengan wapres. Setelah merombak formasi
kabinet, pada Rabu (12/8) Presiden Jokowi melantik enam menteri baru. Esoknya,
Kamis (13/8), Menko Bidang Maritim dan Sumber Daya Rizal Ramli mengusulkan
supaya Presiden mencegah rencana Garuda membeli 30 Airbus tipe 350 baru. Rizal
kurang berkenan karena BUMN itu harus meminjam 44,5 miliar dolar AS dari China
Aviation Bank untuk membeli pesawat tersebut. Ia beralasan tak ingin Garuda
bangkrut. Itulah gesekan pertama karena kritiknya itu menyengat Menteri BUMN
Rini Soemarno. “BUMN itu (Garuda) kan di bawah Kemenko Perekonomian, bukan di
bawah Kemenko Bidang Kemaritiman. Jadi, jangan ada yang mencampuri Garuda di
luar Kemenko Perekonomian,” kata Rini pada hari yang sama. Tidak berhenti di
situ, Rizal pun menganggap program pembangkit listrik 35.000 mw yang
ditargetkan selesai 2019 sulit dicapai. Pada Kamis (13/8) dia meminta Menteri
ESDM Sudirman Said bersama Dewan Energi Nasional mengevaluasi ulang program
itu. Wapres Jusuf Kalla pun terpancing merespons gaya Rizal yang ‘’tidak
lazim’’ itu.
Menurut JK, Rizal perlu memahami dulu persoalannya sebelum
mengkritik. ‘’Kalau mau paham, minta Pak JK ketemu saya dulu, kita diskusi di
depan umum,” jawab Rizal di kantor Presiden, Selasa (18/8).
Hanya dalam hitungan jam usai reshuffle, soliditas kabinet justru
memperlihatkan kerapuhannya. Tak sedikit yang mengasihani Jokowi mengingat
perombakan kabinet yang seharusnya mengurangi masalah justru menambah rumit
persoalan yang dihadapi. Memang, usai sidang paripurna kabinet pada Rabu
(19/8), pers mendapat penjelasan bahwa silang pendapat Rizal dengan JK serta
Rini sudah diselesaikan. Namun banyak kalangan tidak yakin persoalan itu sudah
tuntas. Pernyataan Menko Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Luhut Binsar
Pandjaitan setidak-tidaknya mencerminkan luka di kabinet belum sembuh benar.
Usai menemui JK pada Jumat (21/8), Luhut menegaskan, bila ada menteri tak
sejalan dengan Presiden akan dibuang. Tema sama dikemukakannya dalam sidang kabinet
pada Jumat itu. Memberi Ksempatan Sehari setelah itu, pada Sabtu (22/8) beredar
isu bahwa JK akan mengajukan dua pilihan kepada Jokowi. Pilihannya adalah
memberhentikan Rizal dari jabatannya, atau menerima dan membiarkan JK mundur.
Katakanlah cerita dua opsi yang diajukan JK kepada Jokowi itu tidak berdasar,
tetap saja suasana Kabinet Kerja atau organisasi pemerintahan tidak nyaman, dan
pasti sulit untuk makin solid. Dari aspek soliditas, kerusakannya sangat parah.
Publik yakin anggota kabinet memosisikan Rizal sebagai musuh bersama. Pendukung
Jokowi melihat Rizal sebagai musuh dalam selimut. Sebaliknya, rekan-rekan Rizal
berpendapat Jokowi butuh sosok seperti itu supaya pemerintahannya bersih.
Hanya Presiden yang tahu langkah yang harus diambil guna membangun
soliditas kabinet dan pemerintahannya. Karena itu, kita sebaiknya memberi
kesempatan kepadanya untuk mengonsolidasikan pemerintahannya supaya menjadi
mesin kerja yang efektif sekaligus kokoh.
Terlebih publik lebih mengharapkan tampilnya pemerintahan yang
fokus mengelola ragam persoalan negara dan rakyat. Di dalam negeri, kita
ditantang bisa menyelenggarakan pilkada secara jujur, bersih, dan aman di 269
daerah pemilihan (dapil). Tantangan eksternalnya adalah kemeningkatam derajat ketidakpastian
perekonomian global akibat perang nilai tukar mata uang yang melibatkan
kekuatan ekonomi dunia, seperti Tiongkok dan AS. Depresiasi berkelanjutan
rupiah menggambarkan beratnya tantangan ekonomi kita. Sekarang saatnya
menanggalkan kepentingan kelompok atau golongan, dan harus bersatu menghadapi
semua tantangan itu.
Pasalnya, dampak negatifnya sangat berbahaya bila kita salah
menanggapi situasi perekonomian global. Kadar kegentingann itu bisa dibaca dari
inisiatif Bank Indonesia (BI) yang terus menguji ketahanan atau stress test
atas nilai tukar rupiah. Presiden perlu mengajak segenap elemen masyarakat
untuk bersepakat menetapkan yang harus menjadi prioritas saat ini. Syarat
utamanya adalah stabilitas pemerintahan yang perlu terjaga supaya terbangun
persepsi positif tentang Indonesia. []
SUARA MERDEKA, 7 September 2015
Bambang Soesatyo | Anggota Komisi III DPR, Sekretaris Fraksi
Partai Golkar
Tidak ada komentar:
Posting Komentar