Rabu, 09 September 2015

BamSoet: Menguji Soliditas Kabinet



Menguji Soliditas Kabinet
Oleh: Bambang Soesatyo

TIDAK harus ilmuwan atau politikus senior, orang awam pun pasti terpancing untuk mempertanyakan kegaduhan berulang di pemerintahan, baru-baru ini. Alih-alih tambah kompak, soliditas Kabinet Kerja malah terlihat kian rapuh karena ada gesekan seorang menteri dengan wapres. Setelah merombak formasi kabinet, pada Rabu (12/8) Presiden Jokowi melantik enam menteri baru. Esoknya, Kamis (13/8), Menko Bidang Maritim dan Sumber Daya Rizal Ramli mengusulkan supaya Presiden mencegah rencana Garuda membeli 30 Airbus tipe 350 baru. Rizal kurang berkenan karena BUMN itu harus meminjam 44,5 miliar dolar AS dari China Aviation Bank untuk membeli pesawat tersebut. Ia beralasan tak ingin Garuda bangkrut. Itulah gesekan pertama karena kritiknya itu menyengat Menteri BUMN Rini Soemarno. “BUMN itu (Garuda) kan di bawah Kemenko Perekonomian, bukan di bawah Kemenko Bidang Kemaritiman. Jadi, jangan ada yang mencampuri Garuda di luar Kemenko Perekonomian,” kata Rini pada hari yang sama. Tidak berhenti di situ, Rizal pun menganggap program pembangkit listrik 35.000 mw yang ditargetkan selesai 2019 sulit dicapai. Pada Kamis (13/8) dia meminta Menteri ESDM Sudirman Said bersama Dewan Energi Nasional mengevaluasi ulang program itu. Wapres Jusuf Kalla pun terpancing merespons gaya Rizal yang ‘’tidak lazim’’ itu.

Menurut JK, Rizal perlu memahami dulu persoalannya sebelum mengkritik. ‘’Kalau mau paham, minta Pak JK ketemu saya dulu, kita diskusi di depan umum,” jawab Rizal di kantor Presiden, Selasa (18/8).

Hanya dalam hitungan jam usai reshuffle, soliditas kabinet justru memperlihatkan kerapuhannya. Tak sedikit yang mengasihani Jokowi mengingat perombakan kabinet yang seharusnya mengurangi masalah justru menambah rumit persoalan yang dihadapi. Memang, usai sidang paripurna kabinet pada Rabu (19/8), pers mendapat penjelasan bahwa silang pendapat Rizal dengan JK serta Rini sudah diselesaikan. Namun banyak kalangan tidak yakin persoalan itu sudah tuntas. Pernyataan Menko Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Luhut Binsar Pandjaitan setidak-tidaknya mencerminkan luka di kabinet belum sembuh benar. Usai menemui JK pada Jumat (21/8), Luhut menegaskan, bila ada menteri tak sejalan dengan Presiden akan dibuang. Tema sama dikemukakannya dalam sidang kabinet pada Jumat itu. Memberi Ksempatan Sehari setelah itu, pada Sabtu (22/8) beredar isu bahwa JK akan mengajukan dua pilihan kepada Jokowi. Pilihannya adalah memberhentikan Rizal dari jabatannya, atau menerima dan membiarkan JK mundur. Katakanlah cerita dua opsi yang diajukan JK kepada Jokowi itu tidak berdasar, tetap saja suasana Kabinet Kerja atau organisasi pemerintahan tidak nyaman, dan pasti sulit untuk makin solid. Dari aspek soliditas, kerusakannya sangat parah. Publik yakin anggota kabinet memosisikan Rizal sebagai musuh bersama. Pendukung Jokowi melihat Rizal sebagai musuh dalam selimut. Sebaliknya, rekan-rekan Rizal berpendapat Jokowi butuh sosok seperti itu supaya pemerintahannya bersih.

Hanya Presiden yang tahu langkah yang harus diambil guna membangun soliditas kabinet dan pemerintahannya. Karena itu, kita sebaiknya memberi kesempatan kepadanya untuk mengonsolidasikan pemerintahannya supaya menjadi mesin kerja yang efektif sekaligus kokoh.

Terlebih publik lebih mengharapkan tampilnya pemerintahan yang fokus mengelola ragam persoalan negara dan rakyat. Di dalam negeri, kita ditantang bisa menyelenggarakan pilkada secara jujur, bersih, dan aman di 269 daerah pemilihan (dapil). Tantangan eksternalnya adalah kemeningkatam derajat ketidakpastian perekonomian global akibat perang nilai tukar mata uang yang melibatkan kekuatan ekonomi dunia, seperti Tiongkok dan AS. Depresiasi berkelanjutan rupiah menggambarkan beratnya tantangan ekonomi kita. Sekarang saatnya menanggalkan kepentingan kelompok atau golongan, dan harus bersatu menghadapi semua tantangan itu.

Pasalnya, dampak negatifnya sangat berbahaya bila kita salah menanggapi situasi perekonomian global. Kadar kegentingann itu bisa dibaca dari inisiatif Bank Indonesia (BI) yang terus menguji ketahanan atau stress test atas nilai tukar rupiah. Presiden perlu mengajak segenap elemen masyarakat untuk bersepakat menetapkan yang harus menjadi prioritas saat ini. Syarat utamanya adalah stabilitas pemerintahan yang perlu terjaga supaya terbangun persepsi positif tentang Indonesia. []

SUARA MERDEKA, 7 September 2015
Bambang Soesatyo | Anggota Komisi III DPR, Sekretaris Fraksi Partai Golkar

Tidak ada komentar:

Posting Komentar