Kamis, 03 September 2015

Buya Syafii: Dimohon Kerelaan Parpol



Dimohon Kerelaan Parpol
Oleh: Ahmad Syafii Maarif

Ketika Resonansi ini ditulis, rupiah sedang terjun bebas di atas empat belas ribu. Pemerintah berdalih penyebab utamanya adalah faktor eksternal dengan menguatnya dolar Amerika. Orang boleh saja berdalih demikian, tetapi jangan menutup mata bahwa faktor tim ekonomi pemerintah dinilai pasar tidak kokoh. Akibatnya reaksi pasar negatif. Sebagai seorang yang bukan ekonom, saya akan menyoroti masalah ini dari sisi lain.

Secara teori konstitusional, presiden punya hak prerogatif dalam memilih para pembantunya dalam pemerintahan presidensial. Tetapi dengan jumlah partai yang cukup banyak, teori itu tidak berlaku. Gerak dan kebebasan presiden tidak jarang terkepung oleh kepentingan parpol pendukung, dan dalam parlemen terkunci pula oleh strategi dan siasat parpol oposisi. Dana parpol di Indonesia sebagian besar berasal dari pundi-pundi negara. Itulah sebabnya komisi basah dan banggar di parlemen jadi incaran dan rebutan mereka. Baru saja saya diberitahu oleh seorang yang sangat faham tentang aliran dana mengapa pencalonan BG oleh presiden beberapa bulan yang lalu begitu mulus di parlemen. Katanya tidak lepas dari masalah uang dalam jumlah yang sangat besar. Saya tidak tahu, tetapi itulah yang disampaikan kepada saya.

Bahwa parlemen adalah salah satu pusat korupsi di Indonesia sudah lama kita dengar, tetapi permainan kumuh itu tetap saja berjalan di kalangan mereka yang mengaku sebagai wakil rakyat yang terhormat itu. Tentu tidak semua yang terlibat. Semestinya mereka yang masih bertahan dalam idealisme politik yang jumlahnya tentu minoritas  tentu dapat bercerita suatu hari tentang betapa dalamnya kubangan dosa di dunia perpolitikan kita ini. Untuk apa itu perlu diungkapkan? Untuk  perbaikan sistem demokrasi Indonesia di masa depan, agar tujuan kemerdekaan bangsa tidak hanya sekadar mimpi bagi rakyat miskin yang masih saja berada di pinggir sejak proklamasi.

Karena proses penyerhanaan sistem kepartaian tidak mudah, maka UU Pemilu harus lebih diperketat lagi, agar jumlah parpol bisa diciutkan. Di Amerika Serikat, sekalipun ada juga parpol-parpol kecil, partai yang selalu bertarung pada tingkat nasional  hanyalah dua: demokrat dan republik. Menurut alm. Mochtar Lubis sekitar tahun 1950-an, beda kedua partai ini: yang satu perompak, yang lain perampok. Mungkin gambaran terlalu ekstrem, tetapi pasti mengandung kebenaran. Bukankah kedua partai ini yang menentukan politik luar negeri Amerika yang imperialistik dan ekspansif selama puluhan tahun? Hancurnya Afghanistan, Iraq, Libia, Suria, Mesir, dan lain-lain negeri Muslim, tidak dapat dipisahkan dari politik luar negeri Amerika yang tidak beradab itu, sekalipun yang mengundang adalah aktor-aktor domestik mereka yang sama berebut pengaruh dan kekuasaan. Tentu saja parpol di Indonesia tidak ada yang rela terpuruk ke dalam kualifikasi Mochtar Lubis ini.

Kembali ke Indonesia. Sekiranya rupiah masih akan terus melemah dan presiden harus melakukan reshufle lagi yang sama sekali tidak populer, saya berharap kerelaan parpol untuk memberikan kuasa penuh kepada presiden untuk menentukan para menteri yang akan masuk dalam kabinet. Boleh diusulkan parpol, tetapi dengan kriteria yang benar-benar rasional dan obyektif, dibebaskan dari hitungan-hitungan politik dagang sapi yang menyandra pemerintahan yang kuasi-presidensial itu.

Dengan utang negara yang sudah mendekati angka tiga ribu triluan rupiah dan kepercayaan publik kepada pemerintah semakin merosot di tengah jeritan keras rakyat minta keadilan, maka parpol sebagai salah satu pilar demokrasi mohon mengubah cara pandang secara radikal dengan mendahulukan kepentingan bangsa dan negara yang sedang oleng ini. Kasihan Indonesia yang dirusak oleh anak-anaknya sendiri yang sering lupa diri. Dengan membubungnya harga keperluan hidup harian sekarang ini, di banyak daerah para penjahat mulai berkeliaran, tidak peduli di siang bolong saat orang terlengah. Quo vadis demokrasi Indonesia? []

REPUBLIKA, 01 September 2015
Ahmad Syafii Maarif | Mantan Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah

Tidak ada komentar:

Posting Komentar