Shaf Jamaah Shalat
Laki-laki di Belakang Perempuan
Pertanyaan:
Assalamualaikum,wr,wb. Para pengurus NU yang
Allah muliakan, saya mau bertanya mengenai bagaimana hukum shalat apabila
posisi laki-laki ketika shalat berjama'ah ada di belakang wanita, seperti
shalat Idul Adha atau Idul Fitri yang seringkali saf shalatnya tak
beraturan atau berantakan, hal ini banyak ditemui ketika shalat idul adha
atau idul fithri. mohon penjelasannya, syukron. wassalamualaikum wr wb.
Dika Darojat
Jawaban:
Assalamu’alaikum wr. wb
Penanya yang budiman, semoga selalu dirahmati
Allah swt. Dalam shalat berjamaah terdapat beberapa aturan main yang sebaiknya
dilakukan jamaah, baik laki-laki maupun perempuan agar sesuai dengan tuntutan
Rasulullah saw. Di antaranya adalah aturan main soal shaf atau barisan dalam
shalat. Dalam sebuah hadits dikatakan sebagai berikut:
خَيْرُ
صُفُوفِ اَلرِّجَالِ أَوَّلُهَا, وَشَرُّهَا آخِرُهَا, وَخَيْرُ صُفُوفِ
اَلنِّسَاءِ آخِرُهَا, وَشَرُّهَا أَوَّلُهَا -رَوَاهُ مُسْلِمٌ
“Sebaik-baiknya shaf laki-laki adalah yang
shaf yang pertama, dan seburuk-buruknya shaf mereka adalah yang paling
terakhir. Sedang sebaik-baiknya shaf perempuan adalah yang paling akhir, dan
seburuk-buruknya adalah yang pertama” (H.R. Muslim)
Hadits ini harus dibaca dalam konteks shalat
jamaah dimana jamaahnya terdiri dari laki-laki dan perempuan. Jika terdiri dari
laki-laki saja atau perempuan saja maka shaf yang tebaik adalah shaf pertama.
Alasan shaf yang terbaik adalah shaf pertama
bagi laki-laki karena dekat dengan imam, lebih jelas dalam mendengarkan bacaan
imam, dan jauh dari perempuan. Dan shaf yang terburuk adalah shaf yang paling
belakang karena dekat dengan perempuan dan jauh dari imam. Sedang dalam konteks
perempuan yang terbaik adalah shaf yang paling belakang karena jauh dari
laki-laki. Dan yang terburuk adalah shaf yang pertama karena dekat dengan
laki-laki.
قَوْلُهُ
خَيْرُ صُفُوفِ اَلرِّجَالِ أَوَّلُهَا لِقُرْبِهِمْ مِنَ الْاِمَامِ
وَاسْتِمَاعِهِمْ لِقِرَاءَتِهِ وَبُعْدِهِمْ مِنَ النِّسَاءِ وَشَرُّهَا
اَخِرُهَا لِقُرْبِهِمْ مِنَ النِّسَاءِ وَبُعْدِهِمْ مِنَ الْاِمَامِ وَخَيْرُ
صُفُوفِ النَّسَاءِ اَخِرُهَا لِبُعْدِهِنَّ مِنَ الرِّجَالِ وَشَرُّهَا
أَوَّلُهَا لِقُرْبِهِنَّ مِنَ الرِّجَالِ
“Pernyataan; ‘sebaik-baiknya shaf laki-laki
adalah shaf yang pertama’ karena dekatnya dengan imam, bisa mendengar dengan
baik bacaannya, dan jauh dari perempuan. ‘Seburuk-buruknya shaf mereka adalah
yang paling terakhir’ karena dekat dengan perempuan dan juah dari imam.
‘Sebaik-baiknya shaf perempuan adalah yang paling akhir’ karena jauh dengan
laki-laki. Dan ‘seburuk-buruknya shaf perempuan’ adalah yang pertama karena
dekat dengan laki-laki” (Al-Mubarakfuri, Tuhfah al-Ahwadzi bi Syarhi Jami’
at-Tirmidzi, Bairut-Dar al-Kutub al-Ilmiyyah, juz, 2, h. 13)
Sampai di sini sebenarnya tidak ada masalah,
namun persoalan akan timbul ketika misalanya shalat Id, di mana banyak jamaah
laki-laki yang berada di belakang jamaah perempuan, bahkan di samping jamaah
perempuan. Kondisi seperti ini jelas menimbulkan kesemrawutan. Padahal
sebagaimana penjelasan di atas semestinya jamaah perempuan di belakang jamaah
laki-laki.
Menanggapi kasus seperti ini, jumhurul ulama
selain dari kalangan madzhab Hanafi menyatakan, apabila perempuan berdiri di
shaf laki-laki maka shalatnya orang yang ada di samping dan belakangnya tidak
batal. Karenanya, jika terdapat shaf perempuan yang sempurna tidak menghalangi
mengikutinya laki-laki yang ada di belakang mereka.
Dengan kata lain, shalatnya laki-laki yang
berjamaah di belakang shaf perempuan tidak batal. Begitu juga tidak batal
shalat orang yang di depannya dan shalatnya perempuan sebagaimana perempuan
yang berdiri bukan dalam shalat.
وَقَالَ
الْجُمْهُورُ غَيْرُ الْحَنَفِيَّةِ:إِنْ وَقَفَتِ الْمَرْأَةُ فِي صَفِّ
الرِّجَالِ لَمْ تَبْطُلْ صَلَاةُ مَنْ يَلِيهَا وَلَاصَلَاةُ مَنْ خَلْفَهَا،
فَلَا يَمْنَعُ وُجُودُ صَفٍّ تَامٍّ مِنَ النِّسَاءِ اِقْتِدَاءُ مَنْ
خَلْفَهُنَّ مِنَ الرِّجَالِ، وَلَا تَبْطُلُ صَلَاةُ مَنْ أَمَامَهَا، وَلَا
صَلَاتُهَا، كَمَا لَوْ وَقَفَتْ فِي غَيْرِ صَلَاةٍ،
“Jumhurul ulama selain berpendapat; jika
perempuan berdiri di shaf laki-laki maka shalatnya orang yang ada di sebelahnya
tidak batal, begitu juga shalat orang yang ada di belakangnya. Karena itu
adanya shaf perempuan yang sempuran tidak bisa menghalangi mengikutinya orang
laki-laki yang ada di belakangnya. Dan tidak batal shalat orang yang ada di
depan perempuan, begitu juga shalatnya perempuan. Hal ini sebagaimana ia
berdiri pada selain shalat” (Wahbah az-Zuhaili, al-Fiqh al-Islamiy wa
Adillatuhu, Damaskus-Dar al-Fikr, cet ke-4, edisi revisi, juz, 2, h. 402)
Argumentasi yang dikemukan oleh mereka adalah
memang ada hadits yang menunjukkan perintah untuk mengakhirkan shaf perempuan
atau menempatkan shaf perempuan setelah shaf laki-laki; “akhhiruhunna min
haitsu akhkharahunnallah” (akhirkan mereka (perempuan) sebagaimana Allah
mengakhirkan mereka).
Namun menurut mereka, perintah mengakhirkan
atau menempatkan mereka di belakang shaf laki-laki tidak serta merta merusak
shalat atau membatalkannya ketika mereka tidak diakhirkan. Sebab, urutan shaf
itu hanyalah sunnah nabi, sedang shaf baik shaf laki-laki maupun perempuan yang
tidak sesuai dengan sunnah tersebut tidaklah membatalkan shalat. Pemahaman
seperti ini didasarkan pada dalil yang menyatakan bahwa Ibnu Abbas ra pernah berdiri
(bermakmum) di samping kiri Rasulullah saw tetapi shalatnya tidak batal.
وَالْأَمْرُ
بِتَأْخِيرِ الْمَرْأَةِ: أَخِّرُوهُنَّ مِنْ حَيْثُ أَخَّرَهُنَّ اللهُ لَا
يَقْتَضِي الْفَسَادَ مَعَ عَدَمِهِ؛ لِأَنَّ تَرْتِيبَ الصُّفُوفِ سُنَّةٌ
نَبَوِيَّةٌ فَقَطْ، وَالْمُخَالَفَةُ مِنَ الرِّجَالِ أَوِ النِّسَاءِ لَا
تُبْطِلُ الصَّلَاةَ، بِدَلِيلِ أَنَّ ابْنَ عَبَّاسٍ وَقَفَ عَلَى يَسَارِ
النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ، فَلَمْ تَبْطُلْ صَلَاتُهُ
“Perintah untuk mengakhirkan (menempatkan
perempuan pada barisan yang akhir setalah shaf laki-laki) sebagai sabda
Rasulullah saw: ‘akhirkan mereka sebagaimana Allah mengkahirkannya’, tidak
dengan serta merta mengharuskan fasad (rusak) shalat ketika shaf perempuan
tidak berada di belakang shaf laki-laki. Karena urut-urutan shaf itu hanya
sunnah nabi saja. Sedangkan berbeda dengan sunnah tersebut, baik laki-laki
maupun perempuan tidak membatalkan shalat karena ada dalil yang menyatakan
bahwa Ibnu Abbas ra pernah berdiri (bermakmum) di sebelah kiri Nabi tetapi shalatnya
tidak batal”. (Wahbah az-Zuhaili, al-Fiqh al-Islamiy wa Adillatuhu,
Damaskus-Dar al-Fikr, cet ke-4, edisi revisi, juz, 2, h. 402)
Dengan mengacu kepada penjelasan ini maka
jika dalam shalat Idul Fitri atau Idul Adha terdapat shaf atau barisan shalat
laki-laki berada di belangkang shaf perempuan tidaklah membatalkan shalat,
namun tetap di hukumi makruh karena meninggalkan sunnah.
Demikian jawaban yang dapat kami kemukakan.
Semoga bisa bermanfaat. Saran kami mengenai penempatan shaf baik bagi jamaah
laki-laki maupun perempuan perlu di atur agar rapih. Di antara caranya adalah
pihak takmir masjid membuat panitia pelaksanaah shalat Idul Fitri atau Idul Adha,
dimana salah satu tugasnya ialah mengatur kerapihan jamaah, termasuk di
dalamnya mengatur shaf jamaah laki-laki maupun perempuan. []
Wallahul muwaffiq ila Aqwamith Thariq,
Wassalamu’alaikum wr. wb
Mahbub Ma’afi Ramdlan
Tim Bahtsul Masail NU
Tidak ada komentar:
Posting Komentar