Hukum Memberikan Kolostrum
Kepada Bayi yang Baru Lahir
Pertanyaan:
Assalamu’alaikum wr. wb. Pak ustad,
Alhamdulillah keluarga kami adalah keluarga yang taat beragama. Saat ini saya
sedang hamil tujuh bulan. Menurut perkiraan dokter sekitar bulan Januari akhir
bayi yang saya kandung akan lahir ke dunia. Ibu saya sebelum wafat
mewanti-wanti kepada saya untuk menyusui bayi saya kelak selama dua tahun.
Bahkan beliau mewanti-wanti saya agar pada saat air susu yang pertama kali
keluar yang berwarna kekuning-kuningan harus diberikan kepada bayi saya.
Saya pun kemudian berkonsultasi dengan
dokter, jawaban dokter memang mengatakan bahwa air susu tersebut disebut
kolostrum dan manfaatnya besar sekali bagi bayi. Dalam agama, yang saya tahu
dianjurkan untuk para ibu menyusui bayi selama dua tahun. Namun saya belum
pernah mendengar penjelasan mengenai kolostrum dari persepktif agama. Dan saya
ingin mohon penjelasan mengenai hukumnya. Atas penjelasannya saya ucapkan
terimakasih. Wassalamu’alaikum wr. wb.
(Fanindya Ernawati/tinggal di
Aceh)
Jawaban:
Wa'alaikum salam wr. wb.
Penanya yang budiman, semoga selalu dirahmati
Allah swt. Terlebih dahulu kami ucapkan selamat atas kehamilanya. Semoga selalu
diberi kesehatan dan kekuatan yang prima sehingga bisa melahirkan dengan
lancar. Dan semoga kelak anaknya menjadi anak yang saleh, berbakti kepada kedua
orang tua, berguna bagi nusa dan bangsa.
Salah satu hak anak adalah mendapatkan air
susu ibu (ASI). Sehingga memberikan ASI merupakan hal yang disyariatkan. Di
antara dalil yang menunjukkan disyariatkannya adalah ayat berikut ini:
وَالْوَالِدَاتُ
يُرْضِعْنَ أَوْلاَدَهُنَّ حَوْلَيْنِ كَامِلَيْنِ لِمَنْ أَرَادَ أَن يُتِمَّ
الرَّضَاعَةَ -- البقرة: ٢٣٣
“Para ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya
selama dua tahun penuh, yakni bagi mereka yang ingin menyempurnakan penyusuan.”
(Q.S. al-Baqarah [2]: 233).
Karena itulah maka para fuqaha` sepakat bahwa
penyusuan itu adalah wajib sepanjang si bayi membutuhkan dan dalam usia
menyusu. Namun para ulama berbeda pendapat mengenai siapa yang harus
bertanggungjawab mengenai penyusuan tersebut. Menurut madzhab Syafi’i dan
Hanbali, yang harus bertanggungjawab adalah bapaknya. Dalil yang mereka gunakan
sebagai dasarnya adalah firman Allah swt dalam surat Ath-Thalaq ayat 6.
وَإِنْ
تَعَاسَرْتُمْ فَسَتُرْضِعُ لَهُ أُخْرَى --الطلاق: 6
“Dan apabila kamu menemui kesulitan, maka
perempuan lain boleh menyusukan (anak itu) untuknya” (Q.S. Ath-Thalaq [65]: 6)
وَاخْتَلَفُوا
فِي مَنْ يَجِبُ عَلَيْهِ . فَقَالَ الشَّافِعِيَّةُ وَالْحَنَابِلَةُ : يَجِبُ عَلَى الأَبِ اسْتِرْضَاعُ
وَلَدِهِ ، وَلاَ يَجِبُ عَلَى الأُمِّ الإِرْضَاعُ …. وَاسْتَدَلَّ الْجُمْهُورُ
عَلَى وُجُوبِ الاِسْتِرْضَاعِ عَلَى الأَبِ بِقَوْلِهِ تَعَالَى : وَإِنْ
تَعَاسَرْتُمْ فَسَتُرْضِعُ لَهُ أُخْرَى
“Para ulama berbeda pendapat mengenai siapa
yang wajib menyusukan si anak. Madzhab Syafi’i dan Hanbali berpendapat bahwa
wajib bagi si bapak untuk mencari seorang wanita untuk menyusui anaknya dan
tidak wajib bagi si ibu untuk menyusuinya….mayoritas ulama yang mewajibkan si
bapak mencari wanita yang menyusui si anak berdalil dengan firman Allah swt,
‘Dan apabila kamu menemui kesulitan, maka perempuan lain boleh menyusukan (anak
itu) untuknya’” (Wazarah al-Awqaf wa asy-Syu`un al-Islamiyyah Kuwait,
al-Mausu`ah al-Fiqhiyyah al-Kuwaitiyyah, Kuwait-Dar as-Salasil, cet ke-2, 1404
H-1427 H, juz, 22, h. 239-240).
Namun bagaimana dengan status hukum
memberikan atau menyusui bayi dengan kolostrum, atau dalam istilah fikih
dikenal nama liba`, yaitu air susu yang pertama kali keluar setelah melahirkan,
masa keluarnya sebentar antara tiga dan tujuh hari, dan warnanya cenderung
kekuning-kuningan dan lebih kental dibanding air susu.
وَهُوَ
اللَّبَنُ أَوَّلَ الوِلاَدَةِ وَمُدَّتُهُ يَسِيْرَةٌ قِيْلَ يَقْدُرُ
بِثَلاَثَةِ أَيَّامٍ وَقِيْلَ سَبْعَةٍ
Kolostrum adalah susu yang keluar
pertama-tama sesudah melahirkan, dan masa keluarnya sebentar, antara tiga dan
tujuh hari” (Al-Bakri Muhammad Syatha ad-Dimyathi, I’anatuth Thalibin,
Singapura-Sulaiman Mar’i, t.th, juz, 4, h. 100)
إِنَّ لَوْنَ
اللِّبَاءِ يَمِيلُ إِلَى الصُّفْرَةِ ، وَهُوَ أَثْخَنُ مِنَ اللَّبَنِ
“Sesungguhnya warna kolostrum cenderung
kuning dan lebih kental dibanding air susu” (Al-Mawardi, al-Hawi al-Kabir,
al-Hawi fi Fiqh asy-Syafi’i, Bairut-Dar al-Kutub al-Ilmiyyah, cet ke-1, 1414
H/1994 M, juz, 15, h. 429)
Menurut madzhab Syafi’i seorang ibu wajib
menyusukan kolostrum kepada anaknya meskipun ada perempuan lain yang
menyusuinya (murdli’ah). Sebab, pada umumnya jika tidak diberi kolostrum anak
tersebut tidak bisa bertahan hidup atau daya tahan tubuhnya lemah. Hal ini
sebagaimana keterangan yang terdapat dalam kitab Asna al-Mathalib Syarh Raudl
ath-Thalib.
فَصْلٌ عَلَى
الْأُمِّ إرْضَاعُ وَلَدِهَا اللِّبَأَ وَإِنْ وَجَدَتْ مُرْضِعَةً أُخْرَى
لِأَنَّهُ لَا يَعِيشُ أو لَا يَقْوَى غَالِبًا إلَّا بِهِ وَهُوَ اللَّبَنُ
النَّازِلُ أَوَّلَ الْوِلَادَةِ وَمُدَّتُهُ يَسِيرَةٌ
“Pasal, wajib bagi ibu menyusukan kolostrum
pada anaknya sekalipun ada perempuan lain yang menyusuinya karena pada umumnya
si anak tidak bisa hidup atau tidak kuat (daya tahan tubuhnya) kecuali dengan
kolostrum, yaitu susu yang keluar pertama-tama sesudah melahirkan, dan masa
keluarnya sebentar”. (Zakariya al-Anshari, Asna al-Mathalib Syah Raudl
ath-Thalib, cet ke-1, Bairut-Dar al-Kutub al-Ilmiyyah, 1422 H/2000 M, juz, 3,
h. 445).
Berangkat dari keterangan ini maka hukum
memberikan kolostrum atau susu yang pertama kali keluar setelah melahirkan
adalah wajib karena sangat dibutuhkan bagi si anak. Di samping itu ada
pesan penting bagi para ibu agar menyusui anaknya sejak dini, dan maksimal
sampai dua tahun. Demikian jawaban yang dapat kami kemukakan, semoga
bermanfaat.
Wallahul muwaffiq ila aqwamtih thariq,
wassalamu’alaikum wr. wb. []
Mahbub Ma’afi Ramdlan
Tim Bahtsul Masail NU
Tidak ada komentar:
Posting Komentar