Jumat, 12 Juni 2015

Adhie: Selempang yang Hilang: Mengenang Pancasila



Selempang yang Hilang: Mengenang Pancasila
Minggu, 07 Juni 2015 , 07:11:00 WIB
Oleh: Adhie M. Massardi

INDONESIA negara berpulau-pulau, bersuku-suku, banyak beda-bedanya daripada sama-samanya. Meskipun begitu, tujuannya satu. Ini kata guru SD. Makanya, kata Pak Samingoen, nenek moyang kita menyebutnya Bhinneka Tunggal Ika. Berbeda-beda tapi satu tujuan.

Kata-kata itu lalu ditulis pada selembar kain. Seekor burung kemudian mencengkeramnya. Membawanya keliling Nusantara. "Nama burung itu Garuda Pancasila," kata Pak Samingoen. Kita sudah hapal sangat. Makanya, waktu Bu Kasur nyanyi "Garuda Pancasila, akulah pendukungmu", kita bisa mengikutinya dengan saksama.

Tapi burung itu sekarang sdh punah. Selembar kain yang kemudian jadi selempang bertulis Bhinneka Tunggal Ika itu juga sudah entah ke mana. Padahal selempang "Bhinneka" itu harus tetap ada. Itu identitas kita yang membuat kita dihargai dan dihormati orang.

Nilai selempang "Bhinneka Tunggal Ika" bagi Indonesia kira-kira sama dengan selempang bertulis "Miss Universe" bagi Gabriela Isler. Waktu cewek asal Venezuela itu jalan-jalan keliling dunia dengan selempang "Miss Universe", pada 2013, di setiap negara yg disinggahi ia disambut karpet merah. Ada puja-puji, juga jamuan makan malam dengan para pemuka negara. Dengan selempang itu, Gabriela memang jadi wanita paling bermartabat di muka bumi.

Kini ia tak punya selempang itu. Ada wanita lain, dari negara lain, Paulina Vega dari Kolumbia yg merenggut selempang itu dari tubuhnya. Padahal tanpa selempang itu, Gabriela tak ubahnya wanita lain, yang di mata pria bisa dikategorikan "wanita kira-kira" atau "wanita tanyaan". (Kira-kira bisa diajak tidur nggak ya. Atau ditanya: Berapa semalam?) Hampir semua lelaki memang sialan kalau lihat cewek seronok kayak Gabriela.

Nasib Indonesia sekarang kurang lebih seperti Gabriela itu. Di mata dunia, dikategorikan seperti "negara kira-kira" dan "negara tanyaan". Kira-kira bisa dikuasai nggak ya. Kira-kira bisa dipecah-belah nggak ya. Atau ditanya: Berapa harga satu undang-undang? Berapa harga pejabat negaranya? Berapa harga Papua yang kaya sumber daya alamnya?

Lebih dari itu, Indonesia tanpa selendang "Bhinneka Tungal Ika" rasanya memang akan jadi tidak lucu. Kalau tidak hati-hati, persepsi pun bisa diseragamkan. Misalnya soal pornografi. Padahal yang kata kita porno, di Sanur merupakan pemandangan harian, untuk semua umur lagi. [***]

Sumber:

Tidak ada komentar:

Posting Komentar