Pakai dan Tidak
Oleh: Dahlan Iskan
Berhari-hari sejak ditetapkan sebagai tersangka 5 Juni lalu saya,
keluarga dan teman-teman berdebat soal pengacara. Mau pakai pengacara atau
tidak. Saya pribadi berkeras untuk tidak perlu pengacara. Tapi keluarga dan
teman-teman berkeras harus pakai pengacara.
Saya sendiri optimis bahwa kebenaran akan muncul dengan
sendirinya. Tidak usah dibela-bela. Bahkan saya berencana akan bersikap sangat
low profil. Saat diperiksa jaksa nanti saya akan langsung saja mengatakan
terserah jaksa. Kalau memang jaksa merasa menemukan bukti yang kuat, silakan.
Di pengadilan pun, saya berencana tidak akan melakukan eksepsi
atau pledoi. Silakan saja jaksa menunjukkan barang bukti. Silakan hakim mendengarkan
saksi-saksi. Berdasarkan barang bukti dan kesaksian itu silakan hakim menilai.
Lalu memutuskan. Kalau hakim memang menilai saya salah dan harus masuk penjara
akan saya jalani dengan ikhlas.
Saya sudah mengalami penderitaan menjadi anak yang amat miskin.
Saya juga sudah pernah berada dalam situasi yang begitu dekat dengan kematian.
Hidup ini harus diterima apa adanya. Harus “nrimo ing pandhum”.
Keluarga saya sudah bisa menerima prinsip itu. Tapi teman-teman
terus berargumentasi. Senjata terakhir yang mereka gunakan adalah “kebenaran
yang tidak diperjuangkan akan kalah dengan kebatilan yang diperjuangkan”. Lalu
dikutiplah ayat-ayatnya dan ajaran-ajaran yang terkait dengan itu.
Saya menyerah.
Saya juga harus memegang filsafat hidup saya ini: “Rendah hati itu
bisa menjadi kesombongan kalau niatnya sengaja merendah-rendahkan”. “Tidak mau
mendengarkan saran-saran banyak orang adalah kesombongan dalam bentuk yang
lebih parah”.
Saya tidak berniat seperti itu. Saya pun setuju menunjuk
pengacara. Tapi, siapa? Begitu banyak pengacara yang bersedia membantu.
Tinggal pilih: yang dar-der-dor, yang taktis, yang lemah-gemulai atau yang
bagaimana?
Saya serahkan sepenuhnya pada teman-teman. Ketika mengarah ke satu
nama, ternyata tidak gampang menghubungi beliau. Sampai tanggal 10 Juni beliau
masih di luar kota. Padahal panggilan pemeriksaan harus saya penuhi tanggal 11
Juni 2015.
Baru 10 Juni hampir tengah malam teman-teman berhasil bertemu
beliau. Masih banyak yang harus dibicarakan dengan beliau pada hari
pemanggilan itu. Beliau yang saya maksud adalah Prof. Dr. Yusril Ihza Mahendra,
S.H., M.Sc. (*)
JAWA POS, 12 Juni 2015
Dahlan Iskan | Mantan CEO Jawa Pos
Tidak ada komentar:
Posting Komentar