Soal Corong
Oleh: Dahlan
Iskan
MUNGKIN ada yang mengira saya akan minta Jawa Pos Group untuk
menjadi corong saya dalam menghadapi perkara gardu induk PLN di mana saya sudah
ditetapkan menjadi tersangka. Mohon doa restu, agar saya tidak begitu.
Pertama, saya sudah lama bukan lagi pimpinan Jawa Pos Group. Sejak
saya sakit delapan tahun lalu. Memang saya memiliki saham di situ, tapi dalam
perusahaan modern pemegang saham dan manajemen harus terpisah.
Kedua, Jawa Pos Group biarlah menjadi corong bagi siapa saja.
Jangan menjadi corong saya. Kami belajar dari pengalaman masa lalu yang
ternyata hal seperti itu kurang baik. Mungkin tidak akan berjalan ideal, tapi
kami menyadari bahwa kini masyarakat sudah sangat cerdas dan sangat kritis.
Masyarakat selalu menilai media itu seperti apa.?Ketiga, toh sudah ada
internet. Opini-opini pribadi, kepentingan-kepentingan pribadi, aspirasi pribadi
bisa disalurkan melalui media on-line. Tanpa harus mengganggu media publik yang
seharusnya menjadi milik publik.
Sudah banyak tokoh yang memilih dan melakukan cara ini. Terutama
bagi para tokoh yang merasa aspirasinya tidak tertampung di media publik.
***
Saya akan menjadi beban bagi Jawa Pos Group kalau saya tidak
berubah. Maka untuk “corong pribadi" itu saya meluncurkan ini: gardudahlan.com.
Saya akan selalu menyalurkan keterangan saya melalui gardudahlan
itu. Saya tidak akan memberikan wawancara pers. Termasuk tidak akan memberikan
wawancara kepada Jawa Pos Group. Saya tidak ingin banyak pihak salah paham
karena keterangan saya yang kurang pas. Tapi saya tidak akan melarang media
untuk mengutip keterangan saya di gardudahlan itu.
Saya tidak punya juru bicara. Kelihatannya gardudahlan yang akan
jadi juru bicara saya.
Khusus untuk status tersangka saya ini, saya belum menunjuk
pengacara. Saya memang banyak dibantu Bapak Peter Talaway SH, termasuk saat
saya masih berada di Amerika Serikat selama tiga bulan lalu. Pengacara Surabaya
itu sudah lama membantu saya di beberapa persoalan. Saya berterima kasih kepada
beliau.
***
Saya tidak akan menggunakan gardudahlan untuk menyerang, memaki,
memfitnah dan memojokkan siapa pun. Saya hanya akan menggunakannya untuk
menjelaskan duduk persoalan. Tentu subyektif, hanya dari sudut saya.
Mungkin, juga tidak tiap hari saya meluncurkan penjelasan. Tapi
saya usahakan agak sering. Dengan cara memotong-motong penjelasan. Rumitnya
persoalan biasanya hanya bisa dijelaskan melalui cerita yang panjang. Tapi saya
usahakan pendek-pendek. Hanya mungkin perlu beberapa edisi.
***
Saya sebenarnya lebih senang kalau gardudahlan itu bersifat
interaktif. Tapi dari pengalaman saya di twitter, banyak sekali serangan yang
tidak mungkin bisa saya klarifikasi.
Mengapa? Karena serangan itu dilakukan oleh mesin.
Dalam hal itu saya bukan menghadapi manusia. Saya mencoba beberapa
kali memberikan penjelasan, tapi siasia. Baru belakangan saya tahu, dan saya
tertawa-tawa, bahwa ternyata saya itu memberikan penjelasan kepada mesin.
Sia-sia.
Di dunia twitter itu ternyata kita bisa menyerang seseorang dengan
cara meminta mesin untuk melakukannya. Tinggal order saja: serangan itu mau
dilakukan berapa kali sehari dan untuk berapa hari atau berapa bulan. Topiknya
sama. Kalimatnya sama. Isinya sama.
***
Jangan berharap saya gegap-gempita di gardudahlan ini. Biasa saja.
(*)
JAWA POS, 09 Juni 2015
Dahlan
Iskan | Mantan CEO Jawa Pos
Tidak ada komentar:
Posting Komentar