Rabu, 17 Juni 2015

Buya Syafii: Antara Pembantu dan Penentu (I)



 (Catatan Jelang Muktamar ke-47 Muhammadiyah di Makassar)
Antara Pembantu dan Penentu (I)
Oleh: Ahmad Syafii Maarif

Bila tidak ada aral melintang, Muhammadiyah akan menyelenggarakan muktamarnya yang ke-47 di Makassar pada 3-7 Agustus 2015. Berbagai persiapan telah dilakukan sehingga diharapkan muktamar akan berjalan lancar dan produktif, sekalipun bendahara panitia Ir H Dasron Hamid MSc telah wafat pada 24 April 2015 di RS PKU Gamping, Yogyakarta.

Inna lillahi wa inna ilaihi raji'un, semoga sahabat kita ini mendapatkan husnu al-khatimah di akhir hayatnya, amin. Kematian Dasron memang sebuah kehilangan besar bagi Muhammadiyah, tetapi agama mengajarkan agar orang tidak boleh larut dalam suasana duka, betapa pun berat dirasakan.

Muhammadiyah dibentuk pada 8 Dzulhijah 1330/18 November 1912 di Kampung Kauman, Yogyakarta. Dalam usianya yang sudah melampaui satu abad dengan segala kebesaran dan kelemahannya, “Resonansi” ini ingin berbagi dengan para pembaca untuk melihat dengan tenang, tetapi kritikal tentang perjalanan gerakan Islam modern ini dalam perspektif kebangsaan dan peran apa yang mungkin dimainkan Muhammadiyah di dalamnya.

Di ranah kerja-kerja sosial-kemanusiaan dan pendidikan, Muhammadiyah terus saja berekspansi dalam bentuk amal-usahanya tanpa kenal lelah. Ketika saya ceritakan kepada kaum intelektual Hindu di New Delhi beberapa tahun yang lalu tentang kiprah Muhammadiyah ini, mereka hanya terkagum-kagum mendengarnya mengapa bisa seperti itu. Saya tidak punya catatan lengkap sudah berapa pula jumlah tesis dan disertasi yang ditulis para sarjana Indonesia dan sarjana asing tentang gerakan Islam ini.

Pada 18 November 2015 ini, genaplah usia Muhammadiyah menjadi 103 tahun. Namun, jika kalender Hijriyah yang dipakai patokan, maka usia gerakan Islam ini sudah memasuki angka 106 tahun (sekarang 1436 H).

Dalam AD (anggaran dasar) pertama tahun 1912, artikel 2a, maksud Muhammadiyah didirikan dirumuskan dengan sederhana, sesuai dengan kondisi saat itu, yaitu "Menyebarkan pengajaran Igama Kanjeng Nabi Muhammad sallallahu 'alaihi wassalam kepada penduduk Bumiputera di dalam residensi Yogyakarta”. Radius yang hendak dijangkau oleh gerakan ini belum melebihi wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta sekarang ini.

Dua tahun kemudian, dalam AD 1914 artikel 2a, rumusan tujuan mengalami perubahan yang cukup berarti menjadi “Memajukan dan menggembirakan pengajaran dan pelajaran Igama Islam di Hindia Nederland”, sebuah langkah revolusioner, sekalipun saat itu format Indonesia merdeka belum terbayangkan.

Barangkali bermula dari AD 1914 inilah kemudian Muhammadiyah dikenal sebagai gerakan Islam berkemajuan, bukan gerakan status quo yang antikemajuan. Salah satu syarat untuk maju adalah agar orang bersedia membuka diri seluas-luasnya dengan belajar dan belajar, di manapun, ke manapun, dan kepada siapa pun di muka bumi ini. Ahmad Dahlan, pendiri gerakan, tidak segan-segan belajar pada pihak missi dan zending asing demi memajukan pendidikan, pengajaran, dan pelayanan sosial-kemanusiaan.

Bahkan untuk membangun sebuah organisasi modern, Muhammadiyah pada awal dasawarsa kedua abad ke-20 banyak dibantu oleh BU (Budi Utomo) yang memang dipimpin oleh mereka yang telah mendapat pendidikan Barat. Pada tahun 1909, Ahmad Dahlan bahkan telah menjadi anggota BU itu bersama beberapa pengikutnya. Ahmad Dahlan juga menjadi pemimpin Sarekat Islam Yogyakarta di awal berdirinya.

Dalam pergaulan, Dahlan terkesan sangat longgar, tidak mau dibatasi oleh sekat-sekat sosial, agama, dan bahkan oleh sekat-sekat politik. Demikianlah, sekitar tahun 1915, di kampung Kauman Yogyakarta, Dahlan pernah menerima tamu tokoh-tokoh ISDV (Indische Sociaal-Democratische Vereniging/Himpunan Sosial Demokratik Hidia) yang beraliran kiri, dipimpin oleh HJFM Sneevliet, penyebar marxisme di Hindia Belanda, bersama Adolf Baars, Semaun, dan Darsono.

Baars adalah editor Het Vrije Woord (Dunia Bebas), media ISDV, mulai terbit bulan Oktober 1915. Kedatangan tokoh-tokoh ini dari Semarang adalah untuk menjelaskan tujuan ISDV itu kepada pimpinan Muhammadiyah. []

REPUBLIKA, 16 June 2015
Ahmad Syafii Maarif  ;  Mantan Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah

Tidak ada komentar:

Posting Komentar