KH. Abdul Ghofur,
Pendiri PP. Mamba’aul Hikam Mantenan Udanawu Blitar
Pondok Pesantren
Mamba’ul Hikam yang pada saat ini masih kokoh berdiri megah di kawasan Mantenan
Udanawu Blitar Jatim, merupakan sebuah arsip sejarah dan jikalau kita kilas
balik pasti akan menemukan tokoh sentral, pejuang sekaligus penyebar agama
islam di Daerah Blitar dan sekitarnya, dia adalah KH. Abdul Ghofur Pendiri Pon.
Pes. Mamba’ul Hikam Mantenan Udanawu Blitar Jatim. Abdul Ghofur berasal dari
Brongkah Kecamatan pogalan Kab.Trenggalek merupakan putra dari pasangan Kyai
Muhyidin dan Nyai Sholihah. Banyak sekali karomah-karomah yang muncul ketika
be;liau masih kecil yang merupakan bahwa kelak ia akan menjadi tokoh besar.
Pernah pada suatu hari kakek Beliau ( Kyai Asnawi ) menggelar suatu sayembara
yang hanya boleh diikuti oleh kalangan keluarga saja , yaitu barang siapa yang
mampu meminum dan menghabiskan air dalam bumbung (gelas dari bambu) maka kelak
ia akan mewarisi ilmu sang kakek. Namun tak satupun peserta yang mampu menghabiskan
air tersebut kecuali beliau, padahal waktu itu beliau masih dalam ayunan
Ibunda. Melihat kejadian itu, spontan sang kakek menangis dan membelai bocah
tadi ( Abdul Ghofur).
Pernah ada lagi
kejadian yang menakjubkan ketika masih kanak-kanak, suatu saat beliau diajak
sang Bunda derep (menuai padi) dan ketika berada ditengah-tengah sawah beliau
dengan riangnya bermain seorang diri sambil melempar-lempar damen
(tangkai padi) ke udara dan sangatlah ajaib karena setiap damen yang beliau
lempar bisa menjadi seekor burung.
Menginjak usia muda,
beliau mulai mencoba berkelana memperdalam ilmu sekaligus memperluas pengalaman
ke berbagai pesantren. Awal kali beliau hijrah dan belajar di Pesantren
Mangunsari Nganjuk. Setelah beberapa tahun di sana, beliau melanjutkan mondok
yang juda masih di kawasan kab. Nganjuk. Dan yang terakhir beliau menyepuh
ilmunya di Pesantren Mbalong Kediri. Di sana Beliau terkenal sebagai pemuda
yang ulet dan cerdas karena mampu menguasai berbagai ilmu pengetahuan yang
sempurna. Setelah dirasa cukup mengaji di Pesantren Mbalong, KH.Abdul Ghofur
kemudian pulang dan ikut kedua orang tuanya hijrah sekaligus berjuang (da’wah)
didaerah ngampel Kediri. Disinilah orang Tua Beliau menetap yang kemudian
mendirikan Masjid untuk berda’wah.
Menginjak usia
Dewasa, beliaupun mengakhiri masa lajangnya dengan menikahi Nyai Musri’ah,
Putri sulung Haji Munajat pemilik tanah Mantenan dan tidak lama kemudian beliau
menunaikan Ibadah Haji ke tanah Suci Makah dan setelah itu Beliau menetap di
Mantenan.
Melihat kondisi
sosial Dusun Mantenan yang sangat memprihatinkan, sebagai tokoh yang mempunyai
intlektualitas islami yang tinggi, beliau termotifasi untuk mebenahi kondisi
tersebut. Langkah awal yang di ambil adalah dengan mendirikan sebuah Musholla
pada tahun 1907 M, sebagai tempat untuk berda’wah. Selain itu, beliau juga
mengembangkan misi da’wahnya dengan cara “door to door” dari rumah ke rumah
penduduk.
Ditengah-tengah
perjuangannya, beliau harus menerima keyataan duka, karena Istri tercinta Nyai
Musri’ah lebih dahulu dipanggil yang Kuasa dan mewariskan lima orang putra, dua
diantaranya meninggal dunia dan ketiga putranya yang masih hidup yaitu, Nyai
Mursyidah, KH.Bahar dan Nyai Marwiyah.
Kemudian beliau
ngrengkulu (menikahi adik ipar ) nyai Musri’ah, bernama nyai Siti. Ada kejdian
lucu dimasa pernikahannya dengan Nyai Siti. Pada suatu hari dimalam
pengantinnya, istrinya tidak mau mendekat ( tidak atut), karena ketidakmauan
sang istri tadi, maka KH.Abdul Ghofur memukul bantal yang ada disampingnya, seketika
itu pula bantal tersebut berubah menjadi seekor harimau yang meraung-raung,
spontan sang Istri ketakutan dan langsung memeluk beliau. Itulah sebagian
karomah yang dimilikinya sebagai tanda bahwa beliau bukan orang biasa.
Buah pernikahannya
dengan Nyai Siti, beliau dikaruniai lima Orang anak. Yaitu :
1.
KH. Mirza Sulaiman Zuhdi
2.
KH.Zubaidi Abd. Ghofur
3.
Nyai Sringatin
4.
Agus Zainuri
5.
Agus Kased.
Kemudian seperti
halnya Nyai Musri’ah, Nyai Siti pun Pulang ke Rahmatullah terlebih dahulu
meninggalkan beliau. Selang beberapa bulan kemudian, KH.Abdul Ghofur menikah
lagi dengan Nyai Fathonah (Pelas Kediri) dan dikaruniai dua orang anak bernama
Kyai Abdullah dan Nyai Sa’diyah.
Memang harus kita
akui, bahwa beliau merupakan penancap tongkat sejarah berdirinya Pondok Pesantren
Mamba’ul Hikam dan Pesantren ini merupakan bukti jerih payah beliau dalam
berjuang menyebarkan agama islam di kawasan Blitar dan sekitarnya pada waktu
itu.
KH.Abdul Ghofur wafat
pada tahun 1952 M, dan disemayamkan tepat dibelakang Masjid Mamba’ul Hikam.
Sampai sekarang jasanya masih dikenang. Harumnya nama tokoh seperti beliau
menyebabkan makamnya tidak pernah sepi dari peziarah yang bukan hanyadari
kawasan Blitar, melainkan dari Jawa Tengah, Jawa Barat, bahkan Sumatera dan
Kalimantan.
Demikian sekelumit
kisah beliau KH.Abdul Ghofur beserta sebagian kecil kelebihan yang dimilikinya.
Dan kegigihannya dalam berda’wah patut kita jadikan suri tauladan sebagai modal
untuk meneruskan perjuangan beliau dalam mengemban misi da’wah islam. Dan
sebagai bukti rasa cinta dan terima kasih yang tak terhingga, kita haturkan
do’a untuk beliau. Al-Faatihah…………….. []
Sumber:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar