Kontemplasi Ramadhan (13)
Kalian Mau Ke Mana?
Oleh: Nasaruddin Umar
Entah kenapa, Allah SWT tiba-tiba menyentak hambanya dengan sebuah pertanyaan dalam Al-Qur'an: Fa aina tadz habun? (Maka kalian mau kemana?/Q.S. al-Takwir/81:26). Ayat ini sangat menarik untuk dianalisa karena disebutkan di dalam sebuah ayat yang berdiri sendiri, bukan potongan ayat. Ayat ini sesungguhnya mengingatkan kita tentang visi dan misi kehidupan kita, untuk apa kita lahir? Ke mana kita akan pergi? Apa tujuan hidup kita? Bekal apa yang harus disiapkan di dalam menjalani perjalanan hidup ini? Berapa lama kita akan hidup? Apa tanggungjawab di balik kehidupan ini? Terlalu banyak muatan makna pertanyaan Tuhan di dalam ayat pendek tersebut di atas. Ayat tersebut menyentak kita untuk mempertanyakan dan menyadarkan kita di dalam menjalani sisa-sisa perjalanan hidup ini. Sayang sekali ayat ini jarang diperhatikan bahkan jarang dibahas.
Kaedah Tafsir menyatakan manakala sebuah teks berisi pertanyaan tanpa jawaban berarti pertanyaan itu mengandung beberapa jawaban yang harus dijawab. Kehidupan yang tersisa ini seharusnya kita jalani dengan visi dan tujuan yang jelas supaya kita tidak termasuk orang yang amat merugi di kemudian hari. Alangkah ruginya kalau kehidupan kita ini sama jaja dengan kehidupan kita dengan masa lalu. Ayat di atas seolah memberikan energi batin bagi kita untuk berubah (shifting). Bagaimana agar kualitas hidup kita hari ini lebih baik dari hari kemarin dan hari-hari masa depan kita lebih baik daripada hari ini. Hadis Nabi mengingatkan: Alangkah ruginya seseorang jika hidupnya hari ini sama saja dengan hari kemarin. Lebih rugi lagi jika hidupnya hari ini lebih buruk daripada hari kemarin." Tidak ada kata terlambat untuk mengevaluasi diri kita untuk merencanakan kualitas hidup lebih baik dari pada hari kemarin dan hari ini, dan tentu untuk hari esok yang lebih baik.
Pertanyaan Tuhan ini bukan hanya penting dihayati secara individu tetapi juga untuk keluarga, masyarakat, dan kita semua sebagai warga bangsa/negara, karena ayat tersebut menggunakan lafadz jamak (tadzhabun). Jadi yang perlu mendapatkan direction kehidupan bukan hanya diri sendiri melainkan keluarga, masyarakat, bangsa, dan negara. Yang akan celaka bila tidak menjalani tata kelola kehidupan ini bukan hanya orang perorangan tetapi juga anggota masyarakat daaan sebagai bangsa atau negara. Sejalan dengan ayat di atas ada ayat lain mengingatkan: Likulli ummatin ajal, fa idza jaa ajaluhum la yasta'khiruna sa'atan wa la yastaqdimun (Tiap-tiap umat mempunyai ajal; maka apabila telah datang ajal mereka tidak dapat mengundurkannya barang sesaat pun dan tidak dapat (pula) memajukannya. (Q.S. al-A'raf/7:34).
Orang, keluarga, masyarakat, negara, rezim atau orde, yang tidak memiliki visi, misi, dan tujuan hidup yang jelas maka dikhawatirkan ajalnya akan tiba lebih awal. Khusus untuk ajal suatu masyarakat, Ibnu Khaldun pernah mengingatkan kepada kita terhadap empat generasi yang akan menentukan cepat atau lambatnya ajal masyarakat itu tiba, yaitu: pertama generasi perintis, kedua generasi pembangun, ketiga generasi penikmat, dan keempat generasi penghancur.
Banyak contoh dalam kisah Al-Quran yang menunjukkan betapa riskannya ajal sebuah generasi. Terkadang individu yang memiliki perencanaan yang matang di dalam menjalani kehidupannya lebih panjang ajalnya dari pada ajal masyarakatnya. Di antara generasi bangsa Indonesia banyak sekali yang pernah merasakan beberapa pergantian generasi (orde). Ada yang pernah menyaksikan tibanya ajal penjajahan Jepang, Belanda, Orde Lama, dan Orde Baru. Terkadang umur individu kita lebih panjang daripada umur masyarakat atau rezim kita. Sebaliknya ada juga suatu komunitas lebih panjang usia kemasyarakatannya di banding usia individunya. Boleh jadi ada sebuah individu berkali-kali mati sebagai masyarakat atau rezim tetapi tetap tegar sebagai individu. Idealnya usia individu, keluarga, masyarakat dan bangsa/negara/rezim sama-sama awet dalam kehidupan yang ideal. Dalam tahun atau bulan-bulan politik seperti tahun ini seharusnya kita semua mawas diri sambil memohon petunjuk Tuhan Yang Maha Kuasa agar kita semua, baik sebagai individu, keluarga, masyarakat, dan sebagai warga bangsa/negara tetap berada di dalam lindungan Tuhan Yang Maha Kuasa. Amin ya Rabb al-'alamin. []
DETIK, 06 Mei 2020
Prof. Dr. Nasaruddin Umar, MA | Imam Besar Masjid Istiqlal Jakarta
Tidak ada komentar:
Posting Komentar