Rabu, 06 Mei 2020

(Ngaji of the Day) Hukum Zakat Fitrah untuk Bayi dalam Kandungan


Hukum Zakat Fitrah untuk Bayi dalam Kandungan

Membayar zakat fitrah adalah salah satu hal yang diwajibkan pada saat bulan Ramadhan. Dalam salah satu haditsnya, Rasulullah menegaskan kewajiban tentang pembayaran zakat fitrah ini:

فَرَضَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ زَكَاةَ الْفِطْرِ صَاعًا مِنْ تَمْرٍ أَوْ صَاعًا مِنْ شَعِيرٍ عَلَى الْعَبْدِ وَالْحُرِّ وَالذَّكَرِ وَالْأُنْثَى وَالصَّغِيرِ وَالْكَبِيرِ مِنْ الْمُسْلِمِينَ

“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mewajibkan zakat fitrah berupa satu sha’ dari kurma atau satu sha’ dari gandum atas budak dan orang yang merdeka, laki-laki dan perempuan, anak kecil dan orang dewasa dari golongan umat Muslim,” (HR. Bukhari).

Orang-orang yang wajib membayar zakat fitrah secara rinci dijelaskan dalam hadits di atas, yakni orang Islam, baik itu budak ataupun merdeka, laki-laki ataupun perempuan, anak kecil ataupun dewasa. 

Dari penjelasan di atas, batas minimal orang yang wajib membayar zakat fitrah adalah anak kecil, yang dalam hal ini mencakup seorang bayi—mengacu pada makna “anak kecil” dalam kajian fiqih. Lantas bagaimana dengan janin (dalam kandungan), apakah orang tua wajib untuk membayarkan zakat fitrah atas janin yang masih ada dalam kandungannya?

Para ulama Syafi’iyah memberi ketentuan dalam menentukan orang yang wajib zakat fitrah, yakni ketika seseorang menemui dua waktu wajibnya zakat fitrah: masa akhir bulan Ramadhan dan awal bulan Syawal. Sehingga ketika seseorang tidak menemui salah satu dari dua masa tersebut, maka tidak wajib zakat baginya. Hal ini seperti yang dijelaskan dalam referensi berikut:

ويشترط في المؤدى عنه أمران الأول الإسلام فلا تخرج الفطرة عن كافر وفي المرتد ما مر، الثاني أن يدرك وقت وجوبها الذي هو آخر جزء من رمضان وأول جزء من شوال فتخرج عمن مات بعد الغروب وعمن ولد قبله ولو بلحظة دون من مات قبله ودون من ولد بعده

“Bagi orang membayar zakat fitrah disyaratkan dua hal. Pertama, Islam. Maka, orang kafir tak disyaratkan mengeluarkan zakat, sedangkan orang murtad terkena hukum sebagaimana telah dijelaskan. Kedua, menjumpai waktu wajibnya zakat, yakni akhir bagian dari Ramadhan dan awal bagian dari syawal. Maka wajib dikeluarkan zakat dari orang yang mati setelah terbenamnya matahari (di hari akhir Ramadhan) dan bayi yang lahir sebelum terbenamnya matahari, meskipun dengan jarak yang sebentar. Tidak dikeluarkan zakat dari orang yang mati sebelum terbenamnya matahari di hari akhir bulan Ramadhan dan bayi yang lahir setelah terbenamnya matahari,” (Syekh Muhammad Nawawi al-Bantani, Nihayah az-Zain, hal. 174).

Janin yang belum lahir sebelum terbenamnya matahari di akhir hari bulan Ramadhan bisa dipastikan tidak wajib zakat baginya, sebab ia tidak menemui salah satu dari dua waktu wajibnya mengeluarkan zakat fitrah. Terlebih bagi janin yang masih dalam kandungan dan masih lama lahirnya dari akhir bulan Ramadhan, maka tidak perlu bagi orang tua untuk membayarkan zakat fitrah atas janin tersebut. 

Dalam kitab Hasyiyah al-Bujairami ala al-Khatib dijelaskan:

ـ (دون من ولد بعده) وكذا من شك في أنه ولد قبله أو بعده ، ويؤخذ من كلامه أنه لو خرج بعض الجنين قبل الغروب وباقيه بعده فلا وجوب ؛ لأنه جنين ، ما لم يتم انفصاله

“Begitu juga tidak wajib mengeluarkan zakat atas bayi yang ragu apakah lahir sebelum terbenamnya matahari di hari akhir Ramadhan atau setelahnya. Dan diambil dari perkataan mushannif bahwa jika sebagian janin keluar sebelum terbenamnya matahari, sedangkan bagian janin yang lain keluar setelahnya maka tidak wajib mengeluarkan zakat, sebab bayi tersebut masih disebut janin selama belum sempurna terpisahnya (dari kandungan),” (Syekh Sulaiman al-Bujairami, Hasyiyah al-Bujairami ala al-Khatib, juz 6, hal. 335).

Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa mengeluarkan zakat fitrah atas janin yang masih berada dalam kandungan pada saat hari akhir bulan Ramadhan adalah hal yang tidak wajib. Jika orang tua terlanjur mengeluarkan zakat fitrah atas janin yang masih berada di dalam kandungannya, maka harta tersebut dikeluarkan bukan atas nama zakat fitrah, tapi atas nama sedekah. Wallahu a’lam. []

Ustadz M. Ali Zainal Abidin, Pengajar di Pondok Pesantren Annuriyah Kaliwining, Rambipuji, Jember

Tidak ada komentar:

Posting Komentar