Delapan
Hal yang Membatalkan Puasa
Selain harus
melaksanakan kewajiban-kewajiban pada saat puasa, kita juga dituntut untuk
menjaga diri dari hal-hal yang dapat membatalkan puasa. Dalam kitab Fath
al-Qarib dijelaskan bahwa perkara yang dapat membatalkan puasa meliputi
beberapa hal, berikut perinciannya:
Pertama, sampainya
sesuatu ke dalam lubang tubuh dengan disengaja. Maksudnya, puasa yang
dijalankan seseorang akan batal ketika adanya benda (‘ain) yang masuk dalam
salah satu lubang yang berpangkal pada organ bagian dalam yang dalam istilah
fiqih biasa disebut dengan jauf. Seperti mulut, telinga, hidung. Benda tersebut
masuk ke dalam jauf dengan kesengajaan dari diri seseorang.
Lubang (jauf) ini
memiliki batas awal yang ketika benda melewati batas tersebut maka puasa
menjadi batal, tapi selama belum melewatinya maka puasa tetap sah. Dalam
hidung, batas awalnya adalah bagian yang disebut dengan muntaha khaysum
(pangkal insang) yang sejajar dengan mata; dalam telinga, yaitu bagian dalam
yang sekiranya tidak telihat oleh mata; sedangkan dalam mulut, batas awalnya
adalah tenggorokan yang biasa disebut dengan hulqum.
Puasa batal ketika
terdapat benda, baik itu makanan, minuman, atau benda lain yang sampai pada
tenggorokan, misalnya. Namun, tidak batal bila benda masih berada dalam mulut
dan tidak ada sedikit pun bagian dari benda itu yang sampai pada tenggorokan.
Berbeda halnya ketika
benda yang masuk dalam jauf seseorang yang sedang berpuasa dilakukan dalam
keadaan lupa, atau sengaja tapi ia belum mengerti bahwa masuknya benda pada
jauf adalah hal yang dapat membatalkan puasa. Dalam keadaan demikian, puasa
yang dilakukan seseorang tetap dihukumi sah selama benda yang masuk dalam jauf
tidak dalam volume yang banyak, seperti lupa memakan makanan yang sangat banyak
pada saat puasa. Maka ketika hal tersebut terjadi puasa dihukumi batal. (Syekh
Zainuddin al-Maliabari, Fath al-Mu’in, juz 1, hal. 259)
Kedua, mengobati
dengan cara memasukkan benda (obat atau benda lain) pada salah satu dari dua
jalan (qubul dan dubur). Misalnya pengobatan bagi orang yang sedang mengalami
ambeien dan juga bagi orang yang sakit dengan memasang kateter urin, maka dua
hal tersebut dapat membatalkan puasa.
Ketiga, muntah dengan
sengaja. Jika seseorang muntah tanpa disengaja atau muntah secara tiba-tiba
(ghalabah) maka puasanya tetap dihukumi sah selama tidak ada sedikit pun dari
muntahannya yang tertelan kembali olehnya. Jika muntahannya tertelan dengan sengaja
maka puasanya dihukumi batal.
Keempat, melakukan
hubungan seksual dengan lawan jenis (jima’) dengan sengaja. Bahkan, dalam
konteks ini terdapat ketentuan khusus: puasa seseorang tidak hanya batal dan
tapi ia juga dikenai denda (kafarat) atas perbuatannya. Denda ini adalah
berpuasa selama dua bulan berturut-turut. Jika tidak mampu, ia wajib memberi
makanan pokok senilai satu mud (0,6 kilogram beras atau ¾ liter beras) kepada
60 fakir miskin. Hal ini tak lain bertujuan sebagai ganti atas dosa yang ia lakukan
berupa berhubungan seksual pada saat puasa.
Kelima, keluarnya air
mani (sperma) disebabkan bersentuhan kulit. Misalnya, mani keluar akibat onani
atau sebab bersentuhan dengan lawan jenis tanpa adanya hubungan seksual.
Berbeda halnya ketika mani keluar karena mimpi basah (ihtilam) maka dalam
keadaan demikian puasa tetap dihukumi sah.
Keenam, mengalami
haid atau nifas pada saat puasa. Selain dihukumi batal puasanya, orang yang
mengalami haid atau nifas berkewajiban untuk mengqadha puasanya. Dalam hal ini
puasa memiliki konsekuensi yang berbeda dengan shalat dalam hal berkewajiban
untuk mengqadha. Sebab dalam shalat orang yang haid atau nifas tidak diwajibkan
untuk mengqadha shalat yang ia tinggalkan pada masa haid atau nifas.
Ketujuh, gila (junun)
pada saat menjalankan ibadah puasa. Ketika hal ini terjadi pada seseorang di
pertengahan melaksanakan puasanya, maka puasa yang ia jalankan dihukumi batal.
Kedelapan, murtad
pada saat puasa. Murtad adalah keluarnya seseorang dari agama Islam. Misalnya
orang yang sedang puasa tiba-tiba mengingkari keesaan Allah subhanahu wata’ala,
atau mengingkari hukum syariat yang sudah menjadi konsensus ulama (mujma’
alaih). Di samping batal puasanya, ia juga berkewajiban untuk segera
mengucapkan syahadat serta mengqadha puasanya.
Delapan hal diatas
adalah perkara yang dapat membatalkan puasa, ketika salah satu dari delapan hal
tersebut terjadi pada saat puasa, maka puasa yang dijalankan oleh seseorang
menjadi batal. Semoga ibadah puasa kita pada bulan Ramadhan kali ini diberi
kelancaran dan kesempurnaan serta menjadi ibadah yang diterima oleh Allah
subhanahu wata’ala. Amin yaa Rabbal ‘alamin. Wallahu a’lam. []
Ustadz M. Ali Zainal
Abidin, pengajar di Pondok Pesantren Annuriyah Kaliwining Rambipuji
Jember
Tidak ada komentar:
Posting Komentar