Jumat, 08 Mei 2020

(Ngaji of the Day) Dalam Kondisi Ini Orang Miskin Wajib Zakat Fitrah


Dalam Kondisi Ini Orang Miskin Wajib Zakat Fitrah

Zakat fitrah wajib ditunaikan umat Islam, yang bisa dilakukan dalam rentang waktu mulai 1 Ramadhan hingga sebelum terbenamnya matahari 1 Syawal. Kewajiban ini bersifat mengikat bagi umat Islam yang mampu menunaikan zakat fitrah, baik itu bagi anak kecil ataupun dewasa, bagi laki-laki ataupun perempuan. Hal ini ditegaskan dalam salah satu hadits:

فَرَضَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ زَكَاةَ الْفِطْرِ صَاعًا مِنْ تَمْرٍ أَوْ صَاعًا مِنْ شَعِيرٍ عَلَى الْعَبْدِ وَالْحُرِّ وَالذَّكَرِ وَالْأُنْثَى وَالصَّغِيرِ وَالْكَبِيرِ مِنْ الْمُسْلِمِينَ

“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mewajibkan zakat fitrah berupa satu sha’ dari kurma atau satu sha’ dari gandum atas budak dan orang yang merdeka, laki-laki dan perempuan, anak kecil dan orang dewasa dari golongan umat Muslim” (HR. Bukhari)

Lantas sebenarnya bagaimanakah standar “orang yang mampu” dalam membayar zakat fitrah ini? Apakah orang yang miskin tidak wajib menunaikan zakat fitrah, atau tetap wajib bagi mereka?

Hukum Islam memberikan ketentuan bahwa zakat fitrah hanya wajib bagi orang yang mampu menunaikan zakat fitrah. Maksud dari “mampu” di sini adalah orang yang pada saat malam hari raya Id dan hari raya Id memilki harta yang mencukupi untuk kebutuhan hidupnya dan orang-orang yang wajib ia nafkahi (keluarga, pembantu, dll). 

Kebutuhan tersebut meliputi makanan pokok, pakaian, rumah, dan terbebas dari utang yang melilitnya. Jika harta yang ia miliki tidak mencukupi untuk memenuhi salah satu dari kebutuhan tersebut pada saat malam hari raya Id, maka menunaikan zakat fitrah baginya adalah hal yang tidak wajib.

Ketentuan demikian seperti yang dijelaskan dalam kitab Fath al-Wahhab bi Syarh al-Manhaj at-Thullab:

ـ (ولا فطرة على معسروهو من لم يفضل عن قوته وقوت ممونه يومه وليلته و) عن (ما يليق بهما من ملبس ومسكن وخادم يحتاجها ابتداءا وعن دينه ما يخرجه) في الفطرة، بخلاف من فضل عنه ذلك

“Tidak wajib zakat fitrah bagi orang yang tidak mampu, yakni orang yang tidak memiliki harta yang lebih untuk memenuhi kebutuhan makanan pokok dirinya dan orang yang wajib ia nafkahi pada saat malam id dan hari raya id, dan untuk memiliki pakaian dan rumah yang layak untuknya serta pelayan yang ia butuhkan dan (melunasi) hutang yang ia miliki, (tidak memiliki harta yang lebih) untuk mengeluarkan zakat fitrah. Berbeda ketika orang tersebut memiliki harta yang lebih untuk zakat fitrah setelah tercukupi kebutuhan di atas (maka wajib baginya zakat fitrah)” (Syekh Zakariya al-Anshari, Fath al-Wahab bi Syarh al-Manhaj at-Thullab, juz 1 hal. 200).

Berdasarkan referensi di atas dapat dipahami bahwa standar “tidak mampu” yang menggugurkan kewajiban zakat fitrah adalah bersifat nisbi, tergantung pada sedikit-banyaknya kebutuhan seseorang dan orang yang wajib ia nafkahi pada saat malam hari raya Id dan pada saat hari raya Id. Orang yang memilki harta banyak, namun kebutuhan keluarganya terlampau banyak pada saat malam hari raya Id, maka tidak wajib baginya untuk membayar zakat fitrah. Sebaliknya, orang yang hanya memiliki harta sedikit tetap wajib menunaikan zakat fitrah ketika uang tersebut dapat mencukupi bahkan melebihi terhadap kebutuhan dirinya dan keluarganya pada saat malam Id.

Lantas bagaimana dengan orang yang miskin? Dalam menjawab tentang wajib tidaknya orang yang miskin membayar zakat fitrah, tinggal dikembalikan pada ketentuan di atas. Ketika pada malam Id ia memiliki harta yang melebihi kebutuhan dirinya dan keluarganya maka ia tetap wajib zakat fitrah, meskipun di hari-hari yang lain kebutuhannya tidak tercukupi dengan harta yang ia miliki. Kondisi tersebut sangat mungkin terjadi, misalnya, ketika si miskin menerima limpahan zakat fitrah dari sejumlah orang yang membuatnya hari itu punya bahan pokok lebih dari cukup.

Sedangkan pengertian orang yang miskin ketika merujuk pada kategori orang-orang yang berhak menerima zakat (mustahiq zakat) adalah orang yang memiliki uang atau pekerjaan yang dapat memenuhi kebutuhannya tapi tidak mencukupi kebutuhan tersebut. Hal ini seperti yang ditegaskan dalam kitab Fath al-Mu’in:

والمسكين: من قدر على مال أو كسب يقع موقعا من حاجته ولا يكفيه كمن يحتاج لعشرة وعنده ثمانية

“Orang miskin adalah orang yang mampu atas harta atau pekerjaan yang dapat memenuhi kebutuhannya tapi tidak mencukupi kebutuhan tersebut. Seperti orang yang butuh sepuluh uang (setiap hari) tapi ia hanya memiliki delapan” (Syekh Zainuddin al-Maliabari, Fath al-Mu’in, juz 2, hal. 213)

Maka dapat disimpulkan bahwa wajib tidaknya zakat ditentukan oleh harta yang seseorang miliki pada saat malam Id. Ketika harta tersebut tidak mencukupi untuk memenuhi kebutuhan dirinya dan orang-orang yang wajib ia nafkahi, maka tidak wajib baginya menunaikan zakat fitrah. Sebaliknya, jika harta yang dimilikinya melebihi kebutuhan dirinya dan keluarganya maka wajib baginya untuk menunaikan zakat fitrah. Wallahu a’lam.  []

Ustadz M. Ali Zainal Abidin, Penulis adalah pengajar di Pon. Pes. Annuriyah Kaliwining, Rambipuji, Jember

Tidak ada komentar:

Posting Komentar