Resolusi
Jihad Ekonomi Syariah
Oleh: M
Hasan Mutawakkil Alallah
RANGKAIAN
bulan Oktober dan November memiliki nilai sejarah yang sangat tinggi bagi
kemandirian bangsa Indonesia. Dalam bulan-bulan ini, sejarah Indonesia mencatat
tingginya kegigihan para pahlawan dalam memerdekakan bangsa ini untuk menjadi
warga dari bangsa yang merdeka, yakni Indonesia.
NU
memiliki saham yang besar dalam upaya menuju dan mempertahankan kemerdekaan
bangsa ini. Sejak awal berdirinya, Nahdlatul Ulama’ memainkan peran strategis,
baik dalam lingkup nasional maupun internasional, khususnya yang terkait dengan
perlawanan terhadap penjajahan. Tercatat dalam sejarah, pada 21–22 Oktober
1945, Nahdlatul Ulama’ menyelenggarakan rapat akbar yang dihadiri konsul-konsul
se-Jawa dan Madura.
Rapat
akbar tersebut melahirkan sebuah fatwa yang dikenal dengan Resolusi Jihad
Nahdlatul Ulama. Pesan intinya adalah kewajiban bagi setiap warga bangsa
(fardlu ’ain) untuk mempertahankan kemerdekaan Indonesia dari segala macam
bentuk penjajahan serta yang gugur di medan pertempuran akan mendapat predikat
syuhada.
Seruan
itu sangat berpengaruh dalam menggalang kekuatan rakyat, khususnya umat Islam,
untuk berjuang mengangkat senjata melawan kehadiran kembali tentara Belanda
yang membonceng tentara NICA/Sekutu. Pesantren-pesantren dan kantor-kantor
Nahdlatul Ulama’ di tingkat cabang hingga ranting menjelma menjadi markas
Hizbullah dan Sabilillah. Dua gugus perjuangan tersebut menghimpun para
pejuang, khususnya pemuda-pemuda santri, yang ingin berjuang dengan semangat
tinggi, meski dengan keahlian dan fasilitas persenjataan yang sangat terbatas.
Puncak
perlawanan tersebut menewaskan Brigjen A.W.S. Mallaby pada 30 Oktober 1945
karena serangan pejuang Indonesia. Akibatnya, Mayor Jenderal E.C. Mansergh,
pengganti Mallaby, pada 9 November 1945 mengeluarkan ultimatum kepada pasukan
Indonesia di Surabaya untuk menyerahkan senjata tanpa syarat kepada NICA.
Ultimatum
tersebut dibayar lunas dengan pekik perjuangan para mujahidin Indonesia yang
telah terbakar fatwa resolusi jihad Nahdlatul Ulama’. Pada 10 November 1945,
pecahlah pertempuran dahsyat antara para pejuang dan tentara sekutu yang
menggemparkan jagat Nusantara sehingga sampai hari ini peristiwa pertempuran
tersebut dikenang sebagai Hari Pahlawan.
Resolusi
Jihad Memberantas Kemiskinan
Era
penjajahan fisik telah berlalu. Tetapi, penjajahan dalam bentuk yang lain
datang menggantikannya. Kemakmuran dan kesejahteraan yang diharapkan masih
sebatas angan yang tidak kunjung datang. Angka kemiskinan rakyat Indonesia,
sesuai dengan data terbaru 2013 dari Tim Nasional Percepatan Penanggulangan
Kemiskinan (TNP2K) di bawah koordinasi wakil presiden, mencapai angka 96 juta
jiwa dari sekitar 259.000.000 penduduk Indonesia. Tentu, angka kemiskinan itu
masih cenderung fantastis.
Selaras
dengan angka kemiskinan tersebut, rasio entrepreneur terhadap jumlah penduduk
di Indonesia hanya 1,6 persen. Angka itu jauh di bawah standar minimum 2 persen
untuk menjadi sebuah negara maju. Sebab, prasyarat untuk menjadi negara maju
setidaknya memiliki rasio entrepreneur lebih dari 5 persen dari jumlah penduduk
yang ada. Misalnya, Singapura memiliki rasio entrepreneur hingga 7,2 persen dan
Jepang sekitar 10 persen.
Fakta itu
berdampak pada pendapatan per kapita rakyat Indonesia yang baru USD 4.666 atau
berada di peringkat ke-123 dunia. Dengan demikian, walaupun sudah merdeka,
bangsa ini masih terjajah dalam belenggu kemiskinan dan ketertindasan ekonomi.
Melihat
fakta tersebut, diperlukan jihad ekonomi yang masif dari bangsa Indonesia untuk
terbebas dari belenggu kemiskinan dan ketertindasan ekonomi. Dengan begitu,
Resolusi Jihad NU perlu direaktualisasikan kembali dengan pemaknaan yang
selaras dengan kondisi bangsa saat ini. Yakni, jihad memberantas kemiskinan dan
ketertindasan ekonomi dengan mengoptimalkan serta menggelorakan kembali
semangat Nahdlatuttujjar untuk memperkukuh sektor ekonomi kerakyatan.
Reaktualisasi
Nahdlatuttujjar
Fakta
historis telah mengungkap bahwa Nabi Muhammad SAW merupakan seorang usahawan
sejati yang sukses berbisnis sejak usia remaja. Beliau senantiasa menganjurkan
umatnya untuk berwirausaha sebagaimana hadis riwayat Ahmad yang menjelaskan:
’’Hendaklah kamu berbisnis (berwirausaha) karena di dalamnya terdapat 90 persen
pintu rezeki.’’ Hadis itu menunjukkan bahwa profesi bisnis harus diutamakan
dari profesi-profesi lainnya.
Bahkan,
dalam hadis yang lain, Nabi Muhammad SAW menyebut profesi pedagang sebagai
profesi terbaik di antara profesi yang ada hingga beliau bersabda:
’’Sebaik-baik usaha adalah profesi sebagai pedagang.’’
Puncak
penghargaan Rasulullah SAW kepada para entrepreneur adalah menyetarakan
posisinya dengan para nabi, syuhada, dan shalihin. Itu semua menjadi dasar dan
argumen penting untuk menggelorakan kembali semangat Resolusi Jihad dan
Nadlatuttujjar dalam rangka memberantas kemiskinan serta ketertindasan ekonomi.
Perjuangan
tersebut tentu harus berdasar norma agama yang dijadikan pegangan. Karena itu,
jihad ekonomi yang dilakukan selaras dengan nilai-nilai kebenaran ilahi. Hadis
berikut bisa menjadi penguatnya: ’’Wirausahawan yang jujur dan amanah
ditempatkan Allah bersama nabi, syuhada, dan shalihin (orang-orang yang
saleh).’’ Hadis itu mengajarkan aspek kejujuran dalam berwirausaha. Sebab,
kejujuran merupakan peranti utama etika bisnis dalam Islam. Kesuksesan Nabi
Muhammad dalam berbisnis jelas disebabkan kejujuran yang dimilikinya.
Dalam
riwayat Mu’adz bin Jabal dijelaskan, Rasulullah SAW bersabda: ’’Sesungguhnya
sebaik-baik usaha adalah usaha perdagangan yang apabila mereka berbicara tidak
berdusta, jika berjanji tidak menyalahi, jika dipercaya tidak khianat, jika
membeli tidak mencela produk, jika menjual tidak memuji barang dagangan, jika
berutang tidak melambatkan pembayaran, jika memiliki piutang tidak
mempersulit’’ (HR Bihaqi).
Itulah
fondasi ekonomi yang didasarkan pada nilai-nilai syariah sebagaimana yang telah
diajarkan dan dicontohkan Rasulullah SAW. Usaha para ulama, khususnya di
kalangan pesantren dan NU, dalam menjalankan usaha ekonomi melalui wadah
Nahdlatuttujjar dengan menghimpun kekuatan ekonomi rakyat bisa menjadi teladan
yang baik bagi kemandirian ekonomi. Kemandirian itu kini dibutuhkan bangsa dan
masyarakat agar terbebas dari wabah rentenir.
Kini
merupakan momentum terbaik untuk menggelorakan jihad ekonomi syariah di tengah
keterpurukan rakyat karena kemiskinan dan ketidakberdayaan ekonomi. Gempuran
ekonomi yang jauh dari keberpihakan terhadap rakyat kecil patut direspons
dengan semangat kemandirian ekonomi di bawah gelora Resolusi Jihad Ekonomi
Syariah di atas. Dipilihnya Jawa Timur sebagai pilot project pengembangan
ekonomi syariah oleh negara-negara OKI harus menjadi awal yang baik bagi
penguatan Resolusi Jihad Ekonomi Syariah yang dimaksud. []
JAWA POS,
12 November 2014
M Hasan Mutawakkil Alallah ; Ketua
Tanfidziyah PW NU Jawa Timur
Tidak ada komentar:
Posting Komentar