Senin, 03 November 2014

(Buku of the Day) The Founding Fathers of Nahdlatoel Oelama'



The Founding Fathers of Nahdlatoel Oelama’


Judul Buku        : The Founding Fathers of Nahdlatoel Oelama’
Penerbit            : Bina Aswaja
Cover               : Soft Cover
Jenis Kertas      : HVS 70 gram
Penulis             : Amirul Ulum, dkk.
Kata Sambutan : KH. Maimoen Zubair (Mustasyar PBNU)
Kata Pengantar : Prof. Dr. Abdul Karim (Guru Besar Sejarah Islam UIN Sunan Kalijaga)
Tebal                : xxviii + 278 Halaman
Ukuran              : 13 x 20 cm
Harga               : Rp. 50.000,-
Peresensi          : Imroatus Shalehah, anggota Muslimat NU Ranting Kayen, Kabupaten Pati Jateng

Jika bukan karena perjuangan sesepuh yang telah mendahului kita, niscaya Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) masih dalam cengkeraman penjajah, dan jika bukan karena jerih payah para kiai dan santri dari surau maupun pesantren yang telah memperjuangkan Islam ala ahlusunnah wal jamaah ke dalam bentuk sebuah organisasi sosial keagamaan, Nahdlatoel Oelama (NU), maka tidak menutup kemungkinan kalau ajaran Sunni yang sudah berkembang sejak Islam pertama kali datang di Indonesia akan selalu digerus, baik secara internal (sesama muslim, seperti kelompok Islam Modernis) maupun eksternal (non muslim, seperti zending-zending Kristen).

Selain mempunyai visi misi untuk menjadi organisasi sosio religius, Nahdlatoel Oelama’ berkeinginan untuk melepaskan belenggu penjajah yang telah menjerat di atas pundak Negara Kasatuan Republik Indonesia. Sehingga, tidak mengherankan ketika detik-detik menjelang lahirnya Nahdlatoel Oelama’, Belanda selalu mengawasi dan berusaha untuk menggagalkan supaya organisasi tersebut tidak jadi didirikan. Akan tetapi, atas kecerdikan para kiai, akhirnya Nahdlatoel Oelama’ dapat didirikan pada 16 Rajab 1344 H/31 Januari 1926 M.

Sebelum Nahdlatoel Oelama’ resmi didirikan, para kiai telah mencurahkan jiwa raga, harta dan bendanya agar organisasi yang digadang-gadang sejak puluhan tahun itu bisa berdiri.  Getir pahit dirasakan bersama-sama oleh para pendiri Nahdlatoel Oelama’ yang tersebar di pulau Jawa dan Madura.

“Tak kenal, maka tak sayang” kata pepatah kuno yang memberikan sebuah nasehat, bagaimana seharusnya generasi penerus agar bisa mengenang jasa-jasa generasi yang telah mendahuluinya. Bukan sekedar mendahului belaka, namun, pendahuluan yang dibarengi dengan sebuah perjuangan panjang supaya kelak anak cucunya dapat hidup tenang dan merdeka dalam meneruskan estafet, izzul islam wal muslimin wal buldah.

Kehadiran buku The Founding Fathers of Nahdlatoel Oelama’ di tengah-tengah masyarakat Nahdliyyin sangat membantu untuk mengenalkan mereka kepada tokoh-tokoh yang menjadi perintis atas berdirinya organisasi Nahdlatoel Oelama’. Di buku ini direkam 23 jejak tokoh ulama se-Jawa dan Madura yang ikut berpartisipasi atas berdirinya Nahdlatoel Oelama’ dengan disertai peran khusus mereka, seperti Syaikhona Kholil sebagai penentu berdirinya Nahdlatul Ulama, Kiai Hasyim Asy’ari sebagai Rois Akbar Nahdlatul Ulama, Kiai Wahab Hasbullah sebagai konseptor lahirnya Nahdlatul Ulama, Kiai Raden Asnawi sebagai argumenator Nahdlatul Ulama, Kiai As’ad sebagai mediator lahirnya Nahdlatul Ulama, Kiai Raden Hambali sebagai arsitek Prasasti Nahdlatul Ulama, Kiai Ridwan Abdullah sebagai desainer lambang Nahdlatul Ulama, Kiai Mas Alwi bin Abdul Aziz sebagai pengusul nama Nahdlatul Ulama dan lain-lain. 

Buku The Founding Fathers of Nahdlatoel Oelama’ mempunyai beberapa kelebihan bila dibandingkan dengan buku-buku lain yang mengupas tentang tokoh-tokoh Pendiri NU. Buku ini mampu menghadirkan tokoh yang mungkin sejarahnya belum pernah dijumpai dalam sebuah buku bacaan dengan pembahasan yang khusus, seperti Kiai Reden Hambali (Kudus), Kiai Khalil Masyhuri (Rembang), Kiai Muhammad Zubair (Gresik), Kiai Ridwan Mujahid (Semarang) dan lain-lain. Selain itu, buku ini, kata penulisnya (Amirul Ulum) diinspirasi oleh KH. Maimoen Zubair, salah seorang sesepuh NU yang menjadi Musytasr PBNU dan juga menjadi kiai dari Amirul Ulum. 

Selain kelebihan yang dimiliki, buku ini juga memiliki sebuah kelemahan atau kekurangan. Misalnya, jika kita membacanya halaman perhalaman, maka kita akan menemukan sebuah kesimpulan bahwa sekitar 70 % atau 75 %  dari buku ini adalah hasil kontribusi dari Amirul Ulum selaku sebagai penggagas dan editor. Seharusnya, jika buku itu ditulis oleh sebuah tim atau lebih dari satu penulis, maka kontribusinya harus seimbang, paling tidak jaraknya tidak terlalu jauh supaya tidak timbul persepsi atas kontributor yang lain, bahwa sebagian dari penulisnya kurang sungguh-sungguh dalam menulis sebuah naskah.

Tanpa memandang sedikit kelemahan, buku ini telah  mampu memberikan sumbangsih yang luar biasa untuk masyarakat Nahdliyyin. Kurang lengkap rasanya jika buku ini tidak dimiliki oleh warga Nahdliyyin sebagai media untuk mengenal tokoh-tokohnya supaya kelak bisa menjadikannya sebagai uswah dalam menapaki sebuah kehidupan ala ahlusunnah wal jamaah. Semoga! []

Tidak ada komentar:

Posting Komentar