Penguatan
Peran Oposisi
Oleh:
Bambang Soesatyo
PEMERINTAH
baru dan Kabinet Kerja di bawah kepemimpinan Presiden Joko Widodo (Jokowi)
sudah efektif bekerja terhitung mulai 20 Oktober 2014. Karena ekspektasi publik
terhadap pemimpin baru itu sangatlah tinggi, Jokowi dan Wakil Presiden Jusuf
Kalla tidak pernah boleh lengah hingga 20 Oktober 2019.
Banyak janji
diucapkan Jokowi, dan semua elemen masyarakat mencatatnya sesuai kepentingan
masing-masing. Guru, anak usia sekolah, nelayan, petani, pelaku ekonomi
kreatif, komunitas pekerja atau buruh serta komunitas pengusaha dalam dan luar
negeri, mencatat yang dijanjikan Jokowi-JK.
Tantangan
keduanya bukan hanya ekspektasi yang terbentuk dari janji-janji itu. Menjadikan
Indonesia sebagai poros maritim masih jadi sesuatu yang abstrak bagi masyarakat
kebanyakan yang awam. Untuk itu, para ahli yang dipercaya Jokowi menyusun
proposal proyek tersebut diharapkan segera menyosialisasikannya kepada
masyarakat.
Apalagi,
mereka yang paham makna strategis Indonesia sebagai poros maritim sering
menilai rencana proyek itu ambisius. Tidak sedikit yang pesimitis mengingat
keterbatasan pembiayaan di dalam negeri. Rencana besar itu mengingatkan banyak
orang pada janji Soesilo Bambang Yudhoyono (SBY) ketika terpilih sebagai
presiden tahun 2004.
Janji SBY
Saat itu,
SBY berjanji menjadikan revitalisasi sektor pertanian sebagai agenda utama atau
prioritas pemerintahannya di bidang ekonomi. Ternyata hingga akhir masa
jabatannya, kinerja sektor pertanian dan tanaman pangan sangat buruk, hampir
50% dari aneka komoditas kebutuhan pokok rakyat harus diimpor.
Kegagalan
SBY memenuhi beberapa janjinya patut dijadikan catatan oleh Jokowi-JK agar
tidak melakukan kekeliruan yang sama. Maka, Jokowi-JK harus bekerja ekstrakeras
agar rencana atau proposal mewujudkan Indonesia poros maritim tidak dianggap
pepesan kosong.
Janji
ambisius lainnya adalah target pertumbuhan ekonomi 7% dalam dua tahun ke depan.
Bagi rakyat, angka pertumbuhan tinggi bukanlah yang utama. Terpenting bagi
rakyat adalah kebijakan dan kemampuan Jokowi-JK mendistribusikan pertumbuhan
itu ke semua elemen. Tidak seperti sekarang, pertumbuhan tinggi hanya dinikmati
segelintir orang.
Di atas
semua target besar itu, apa yang mengemuka sepanjang musim kemarau 2014
hendaknya dicatat Jokowi-JK. Muncul keprihatinan karena terjadi krisis air
bersih di berbagai daerah. Juga karena kemarau ekstrem, beberapa komunitas
harus mengomsumsi bahan pangan berkategori di bawah standar higienis.
Selain
itu, ada kecenderungan terjadinya eskalasi masalah pada komunitas penderita
kurang gizi. Pada Juli 2013, Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional mengeluarkan
catatan tentang lebih dari 8 juta anak Indonesia mengalami kekurangan gizi.
Hal lain
yang tak kalah penting adalah kemampuan Jokowi-JK mencegah atau memperkecil
ruang bagi birokrat berperilaku korup. Masalah ini pasti dijadikan tolok ukur
oleh publik, mengacu kemerebakan korupsi yang melibatkan birokrat pada
pemerintahan sebelumnya. Bahkan dua menteri ditetapkan sebagai tersangka,
sementara seorang lainnya ditahan.
Tantangan
berat itu, mau tak mau mengharuskan Jokowi-JK membangun komunikasi
berkelanjutan dengan DPR. Presiden dan wapres hendaknya tak melihat DPR sebagai
lawan kendati didominasi kekuatan oposisi. Saling curiga antara pemerintah baru
dan DPR sudah dieliminasi oleh inisiatif Jokowi yang menemui pimpinan parpol
dalam Koalisi Merah Putih (KMP).
Bahkan
Jokowi-JK dicatat sebagai pemimpin yang mampu mewujudkan clean and good governance
jika legawa membiarkan KMP jadi kekuatan mayoritas di DPR. Karena itu, akan
sangat baik bila keduanya mengunci rapat-rapat pintu koalisi supaya tidak ada
lagi partai bergabung dalam Koalisi Indonesia Hebat (KIH).
Sejak
reformasi mulai berproses hingga kini, belum ada niat bersama mengefektifkan
fungsi checks and balances yang melekat pada DPR. Tiap rezim pemerintah selalu
menggoda kekuatan politik di parlemen untuk berada dalam satu barisan dengan
pemerintah. Minimal, mayoritas kekuatan politik di DPR didorong-dorong untuk
berkoalisi mendukung pemerintah.
Bila
Jokowi-JK benar-benar ingin membangun pemerintahan yang bersih dan berwibawa,
sekaranglah saatnya membiarkan DPR didominasi oposisi yang sudah dibangun KMP.
Keduanya diharapkan tidak terus tergoda memecah-belah KMP. Bahkan, idealnya
mendorong penguatan peran KMP supaya DPR efektif menjalankan fungsi checks and
balances.
Kuncinya
adalah kemauan untuk saling percaya antara pemerintah dan DPR. Jangan pernah
lagi curiga bahwa KMP punya niat buruk terhadap pemerintahan. Yakinlah, bila
fungsi checks and balances DPR bisa berjalan efektif, pemerintah terdorong
membuat program yang berorientasi pada kepentingan bangsa dan negara.
Dengan
pemisahan secara tegas kewenangan seperti itu, risiko korupsi bisa direduksi
karena pemerintah dan DPR dipaksa konsisten pada disiplin anggaran. Dengan
begitu, peluang Jokowi-JK mewujudkan clean and good governance menjadi lebih
terbuka. Selamat Bekerja, Bapak Presiden. Selamat bekerja Kabinet Kerja. []
SUARA MERDEKA,
29 Oktober 2014
Bambang Soesatyo ; Sekretaris
Fraksi Partai Golkar DPR, Wakil Ketua Umum Kadin Indonesia
Tidak ada komentar:
Posting Komentar