Selasa, 11 November 2014

BamSoet: Penguatan Peran Oposisi



Penguatan Peran Oposisi
Oleh: Bambang Soesatyo

PEMERINTAH baru dan Kabinet Kerja di bawah kepemimpinan Presiden Joko Widodo (Jokowi) sudah efektif bekerja terhitung mulai 20 Oktober 2014. Karena ekspektasi publik terhadap pemimpin baru itu sangatlah tinggi, Jokowi dan Wakil Presiden Jusuf Kalla tidak pernah boleh lengah hingga 20 Oktober 2019.

Banyak janji diucapkan Jokowi, dan semua elemen masyarakat mencatatnya sesuai kepentingan masing-masing. Guru, anak usia sekolah, nelayan, petani, pelaku ekonomi kreatif, komunitas pekerja atau buruh serta komunitas pengusaha dalam dan luar negeri, mencatat yang dijanjikan Jokowi-JK.

Tantangan keduanya bukan hanya ekspektasi yang terbentuk dari janji-janji itu. Menjadikan Indonesia sebagai poros maritim masih jadi sesuatu yang abstrak bagi masyarakat kebanyakan yang awam. Untuk itu, para ahli yang dipercaya Jokowi menyusun proposal proyek tersebut diharapkan segera menyosialisasikannya kepada masyarakat.

Apalagi, mereka yang paham makna strategis Indonesia sebagai poros maritim sering menilai rencana proyek itu ambisius. Tidak sedikit yang pesimitis mengingat keterbatasan pembiayaan di dalam negeri. Rencana besar itu mengingatkan banyak orang pada janji Soesilo Bambang Yudhoyono (SBY) ketika terpilih sebagai presiden tahun 2004.

Janji SBY

Saat itu, SBY berjanji menjadikan revitalisasi sektor pertanian sebagai agenda utama atau prioritas pemerintahannya di bidang ekonomi. Ternyata hingga akhir masa jabatannya, kinerja sektor pertanian dan tanaman pangan sangat buruk, hampir 50% dari aneka komoditas kebutuhan pokok rakyat harus diimpor.

Kegagalan SBY memenuhi beberapa janjinya patut dijadikan catatan oleh Jokowi-JK agar tidak melakukan kekeliruan yang sama. Maka, Jokowi-JK harus bekerja ekstrakeras agar rencana atau proposal mewujudkan Indonesia poros maritim tidak dianggap pepesan kosong.

Janji ambisius lainnya adalah target pertumbuhan ekonomi 7% dalam dua tahun ke depan. Bagi rakyat, angka pertumbuhan tinggi bukanlah yang utama. Terpenting bagi rakyat adalah kebijakan dan kemampuan Jokowi-JK mendistribusikan pertumbuhan itu ke semua elemen. Tidak seperti sekarang, pertumbuhan tinggi hanya dinikmati segelintir orang.

Di atas semua target besar itu, apa yang mengemuka sepanjang musim kemarau 2014 hendaknya dicatat Jokowi-JK. Muncul keprihatinan karena terjadi krisis air bersih di berbagai daerah. Juga karena kemarau ekstrem, beberapa komunitas harus mengomsumsi bahan pangan berkategori di bawah standar higienis.

Selain itu, ada kecenderungan terjadinya eskalasi masalah pada komunitas penderita kurang gizi. Pada Juli 2013, Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional me­nge­luarkan catatan tentang lebih dari 8 juta anak Indonesia mengalami kekurangan gizi.

Hal lain yang tak kalah penting adalah kemampuan Jokowi-JK mencegah atau memperkecil ruang bagi birokrat berperilaku korup. Masalah ini pasti dijadikan tolok ukur oleh publik, mengacu kemerebakan korupsi yang melibatkan birokrat pada pemerintahan sebelumnya. Bahkan dua menteri ditetapkan sebagai tersangka, sementara seorang lainnya ditahan.

Tantangan berat itu, mau tak mau mengharuskan Jokowi-JK membangun komunikasi berkelanjutan dengan DPR. Presiden dan wapres hendaknya tak melihat DPR sebagai lawan kendati didominasi kekuatan oposisi. Saling curiga antara pemerintah baru dan DPR sudah dieliminasi oleh inisiatif Jokowi yang menemui pimpinan parpol dalam Koalisi Merah Putih (KMP).

Bahkan Jokowi-JK dicatat sebagai pemimpin yang mampu mewujudkan clean and good governance jika legawa membiarkan KMP jadi kekuatan mayoritas di DPR. Karena itu, akan sangat baik bila keduanya mengunci rapat-rapat pintu koalisi supaya tidak ada lagi partai bergabung dalam Koalisi Indonesia Hebat (KIH).

Sejak reformasi mulai berproses hingga kini, belum ada niat bersama mengefektifkan fungsi checks and balances yang melekat pada DPR. Tiap rezim pemerintah selalu menggoda kekuatan politik di parlemen untuk berada dalam satu barisan dengan pemerintah. Minimal, mayoritas kekuatan politik di DPR didorong-dorong untuk berkoalisi mendukung pemerintah.

Bila Jokowi-JK benar-benar ingin membangun pemerintahan yang bersih dan berwibawa, sekaranglah saatnya membiarkan DPR didominasi oposisi yang sudah dibangun KMP. Keduanya diharapkan tidak terus tergoda memecah-belah KMP. Bahkan, idealnya mendorong penguatan peran KMP supaya DPR efektif menjalankan fungsi checks and balances.

Kuncinya adalah kemauan untuk saling percaya antara pemerintah dan DPR. Jangan pernah lagi curiga bahwa KMP punya niat buruk terhadap pemerintahan. Yakinlah, bila fungsi checks and balances DPR bisa berjalan efektif, pemerintah terdorong membuat program yang berorientasi pada kepentingan bangsa dan negara.

Dengan pemisahan secara tegas kewenangan seperti itu, risiko korupsi bisa direduksi karena pemerintah dan DPR dipaksa konsisten pada disiplin anggaran. Dengan begitu, peluang Jokowi-JK mewujudkan clean and good governance menjadi lebih terbuka. Selamat Bekerja, Bapak Presiden. Selamat bekerja Kabinet Kerja. []

SUARA MERDEKA, 29 Oktober 2014
Bambang Soesatyo  ;  Sekretaris Fraksi Partai Golkar DPR, Wakil Ketua Umum Kadin Indonesia

Tidak ada komentar:

Posting Komentar