KHOTBAH JUMAT
Lima Perkara Penghalang Kesalehan
Sahabat Ali Karramallahu Wajhah pernah
berkata “andaikan tidak ada lima keburukan di dunia ini, tentunya manusia
menjadi orang saleh semua. Kelima keburukan itu adalah 1) merasa senang dengan
kebodohan. 2) tamak dengan dunia. 3) bakhil dengan kelebihan harta. 4) beramal
disertai riya’ dan 5) selalu merasa bangga diri di atas yang lainnya”.
اَلْحَمْدُ
لِلهِ الَّذِيْ مَنْ تَوَكَّلَ عَلَيْهِ بِصِدْقِ نِيَّةٍ كَفَاهُ وَمَنْ
تَوَسَّلَ إِلَيْهِ بِاتِّبَاعِ شَرِيْعَتِهِ قَرَّبَهُ وَأَدْنَاهُ وَمَنِ
اسْتَنْصَرَهُ عَلَى أَعْدَائِهِ وَحَسَدَتِهِ نَصَرَهُ وَتَوَلاَّهُ وَالصَّلاَةُ
وَالسَّلاَمُ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَمَنْ
حَافَظَ دِيْنَهُ وَجَاهَدَ فِيْ سَبِيْلِ اللهِ (أَمَّا بَعْدُ) فَقَالَ تَعَالَى
وما أمروا الاليعبدوا الله مخلصين له الدين حنفاء ويقيموا الصلوة ويؤتوا الزكوة
وذلك دين القيمة
Ma’asyiral Muslimin Rahimakumullah
Marilah di hari ini kita mempertebal
ketaqwaan kita kepada Allah dengan menghindarkan diri dari
kecurangan,kebohongan dan berbagai sifat tercela lainnya. Karena dengan
demikian kita dapat istiqamah berusaha menjadi orang yang saleh
Jama’ah Jum’ah Rahimakumullah
Apa yang hendak disampaikan khatib pada
khutbah kali ini sebenarnya berasal dari satu pertanyaan asasi. Manakah
sebenarnya yang lebih dulu ada di dunia ini, kegegelapan lantas disusul
dengan terang. Ataukah terang yang kemudian dinodai dengan kegegelapan?
Dalam sebuah perkataanya sahabat Ali
Karaamallhu Wajhah pernah berkata “andaikan tidak ada lima keburukan didunia
ini, tentunya manusia menjadi orang saleh semua. Kelima keburukan itu adalah 1)
merasa senang dengan kebodohan. 2) tamadk dengan dunia. 3) bakhil dengan
kelebihan harta. 4) riya’ dalam beramal dan 5) membanggakan diri”. Dalam teks
arabnya berbunyi demikian:
عَنْ
عَلِيّ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ لَوْلَا خَمْسَ خِصَالٍ لَصَارَ النَّاسُ كُلُّهُمْ
صَالِحِيْنَ اَوَّلُهَا اَلْقَنَاعَة ُبِالجَهْلِ وَالْحِرْصُ عَلَى الدُّنْيَا
وَالشُّحُّ بِالْفَضْلِ وَالرِّياَ فِى الْعَمَلِ وَالْإعْجَابُ بِالرّأيِ
Demikian keterangan Sayyidina Ali tentang
lima hal yang merusak susunan masyarakat muslim sehingga terjebaklah mereka
dalam kenistaan. Sebagaimana akan diterangkan satu persatu dibawah ini.
Pertama, merasa senang dengan
kebodohan,
artinya adalah membiarkan diri bahkan merasa nyaman dengan ketidak tahuan dalam
masalah agama. Sebagaimana banyak terjadi pada muslim masa kini di perkotaan
yang tiap harinya disibukkan dengan urusan bisnis dan bermacam pekerjaan demi
mencapai cita-citanya. Sedangkan masalah ke-islaman cukup dipasrahkan saja
kepada para ustadz yang dipanggil ketika dibutuhkan. Entah untuk berdoa, untuk
ditanya ataupun sekedar dijadikan teman curhatnya.
Tidak ada dalam dirinya keinginan belajar
dengan sungguh-sungguh apa itu Islam dan bagaimana seharusnya menjadi muslim
yang baik. Tidak pernah ingin tahu cara shalat dan wudhu yang benar. Mereka
sudah puas dengan pengetahuan yang didapatnya dari teman atupun dari meniru
tetangga. Paling-paling belajar keislamannya didapat dari tayangan televisi
pada kuliah subuh dan dalam broadcast- broadcast semacamnya.
Memang itu tidak salah, tapi semua itu
menunjukkan ketidak seriusan keislaman mereka dibandingkan dengan keseriusannya
belajar ilmu pengetahuan atupun kesibukannya mengurus berbagai urusan dunia.
Orang seperti ini seharusnya mengingat pesan Rasulullah saw:
اللهُ
يَبْغَضُ كُلَّ عَالِمٍ بِالدُّنْيَا جَاهِلٍ بِاْلأَخِرَةِ رواه الحاكم
Allah membenci orang yang pandai dalam
urusan dunia tetapi bodoh dalam urusan akhirat.
Ma’asyiral Mukminin Rahimakumullah
Kedua,
tamak dengan dunia dan ketiga bakhil dengan kelebihan harta, kedunya merupakan
pasangan yang selalu terkait bagaikan dua sisi mata uang yang tak terpisahkan.
Karena siapapun yang tamak dan merasa kurang dengan berbagai kepemilikan
hartanya pastilah dia akan berlaku bakhil dan sangat sayang dengan
kelebihan-kelebihan yang dimilikinya.
Dalam kesempaatan lain Rasulullah saw pernah
menyinggung tentang ketamakan. Beliau berkata yang artinya bahwa mencintai
harta adalah sumber segala kecelakaan dan keburukan. Baik keburukan fisik
maupun mental. Mari kita bersama-sama berintropeksi diri mengapa diri ini
seringkali masuk angin gara-gara terlalu sering di jalan demi mengejar satu
pekerjaan. Betapa para pebisnis itu sering kali keuar masuk rumah sakit
berganti-ganti penyakit karena komplikasi yang disebabkan kurangnya perhatian
dalam mengurus diri dan lebih suka mengejar materi. Meskipun ini bukanlah hukum
universal yang dapat diterapkan pada semua orang, tetapi minimal menjadi
pelajaan bagi kita yang mengerti. Betapa kecintaan dan ketamakan dunia selalu
membawa petaka. Belum lagi petaka mental yang merusak negeri ini. Korupsi,
kolusi dan juga kebiasaan berbohong demi citra diri semua bermuara pada satu
kata ‘tamak terhadap dunia’. Untuk hal ini khatib lebih baik tidak banyak
komentar karena semua jam’ah telah mafhum adanya.
Rasulullah saw pernah bersabda:
الزّهْدُ
فِى الدُّنْيَا يُرِيْحُ الْقَلْبَ وَالبَدَنَ وَالرُّغْبَةُ فِيْهَا تُتْعِبُ
اْلقَلبَ وَاْلبَدَنَ رواه الطبرانى
Zuhud (tidak suka) dunia sangat
menyenangkan hati dan badan. Sedangkan cinta dunia sangat melelahkan hati dan
badan.
Demikianlah bahwa kebakhilan ataupun
kepelitan merupakan dampak sistemik yang tidak terhindarkan dari ketamakan
dunia. Dan kebakhilan pasti akan menjauhkan seseorang dari Allah, surga dan
sesama manusia. Itu artinya kesalehan bagi orang yang bakhil adalah angan-angan
belaka. Dan jikalau ada keselahan di sana pastilah itu hanya kesalehan yang
semu. Karena hadits Rasulullah tentang kebakhilan yang menjauhkan seseorang
dari Allah dan surga serta manusia sesama adalah hadits Shahih.
Para Jama’ah yang Dirahmati Allah
Keempat, riya dalam beramal. Riya’ adalah pamer
yaitu melakukan satu amal ibadah (agama) dengan maksud mendapatkan pujian dari
manusia. Atau dengan bahasa yang agak kasar riya dapat juga dikatakan dengan
mengharapkan nilai dunia dengan pekerjaan akhirat. Rasulullah saw menegaskan
bahwa riya termasuk dalam kategori syirik kecil (as-syirikul asyghar)
dalam salah satu sabdanya “sesungguhnya sesuatu yang sangat saya khawatirkan
atas dirimu adalah syirik kecil, yaitu riya” (HR.Ahmad).
Disebut demikian karena perwujudan riya yang
sangat halus dan tidak kentara. Adanya hanya dalam hati. Tidak ketahuan di
dalam tindakan diri. Para sufi mengibaratkan halusnya riya seperti semut hitam
yang merayap di atas batu keras warna hitam di tengah pekat malam. Begitu halusnya
riya hingga seringkali mereka yang terjangkit penyakit ini seringkali tidak
sadar.
Fudhail bin Iyadh seorang sufi pernah mencoba
menjabakan tentang riya dengan bahasa keseharian katanya: ”jika datang
seorang pejabat kepadaku, kemudian aku merapikan jenggotku dengan kedua belah
tanganku, maka aku benar-benar merasa khawatir kalau dicatat dalam kategori
orang-orang munafik”
Demikianlah hendaknya segala apa yang
dilakukan manusia disandarkan kepada Allah swt. Tidak hanya semata
mempertimbangkan kepentingan manusia. Apalagi jika berhubungan dengan amal
ibadah murni seperti shalat, baca al-qur’an, zakat dan lainnya maka Allah swt
mengancam mereka yang mendustainya dengan neraka Rasulullah saw bersabda:
اِنَّ
اللهَ حَرَّمَ الْجَنَّةَ عَلَى كُلِّ مُرَاءٍ
Sesungguhnya Allah swt mengharamkan
surga bagi orang yang riya.
Dan kelima, adalah ujub atau
membanggakan diri.
Yaitu merasa diri paling sempurna dibandingkan dengan yang lain. Ketidak
bolehan perasaan ujub ini dikhawatirkan pada lahirnya kesombongan, dan kesombongan
itu sendiri merupakan sifat Allah yang tidak boleh ada dalam diri manusia.
Demikianlah lima hal yang menurut Sayyidina
Ali Karramallahu Wajhah dapat menghalangi seseorang menjadai seorang yang
saleh.
Demikianlah khotbah singkat kali ini, semoga
hal ini dapat menjadi bahan renungan yang mendalam, bagi kita semua amin.
باَرَكَ
اللهُ لِيْ وَلكمْ فِي القُرْآنِ العَظِيْمِ, وَنَفَعَنِيْ وَإِيّاكُمْ بِالآياتِ
والذِّكْرِ الحَكِيْمِ. إنّهُ تَعاَلَى جَوّادٌ كَرِيْمٌ مَلِكٌ بَرٌّ رَؤُوْفٌ
رَحِيْمٌ.
Khutbah II
اَلْحَمْدُ
للهِ عَلىَ اِحْسَانِهِ وَالشُّكْرُ لَهُ عَلىَ تَوْفِيْقِهِ وَاِمْتِنَانِهِ.
وَاَشْهَدُ اَنْ لاَ اِلَهَ اِلاَّ اللهُ وَاللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ
وَاَشْهَدُ اَنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الدَّاعِى اِلىَ
رِضْوَانِهِ. اللهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وِعَلَى اَلِهِ
وَاَصْحَابِهِ وَسَلِّمْ تَسْلِيْمًا كِثيْرًا اَمَّا بَعْدُ فَياَ اَيُّهَا
النَّاسُ اِتَّقُوااللهَ فِيْمَا اَمَرَ وَانْتَهُوْا عَمَّا نَهَى وَاعْلَمُوْا
اَنَّ اللهّ اَمَرَكُمْ بِاَمْرٍ بَدَأَ فِيْهِ بِنَفْسِهِ وَثَـنَى بِمَلآ
ئِكَتِهِ بِقُدْسِهِ وَقَالَ تَعاَلَى اِنَّ اللهَ وَمَلآ ئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ
عَلىَ النَّبِى يآ اَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا
تَسْلِيْمًا. اللهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ
وَسَلِّمْ وَعَلَى آلِ سَيِّدِناَ مُحَمَّدٍ وَعَلَى اَنْبِيآئِكَ وَرُسُلِكَ
وَمَلآئِكَةِ اْلمُقَرَّبِيْنَ وَارْضَ اللّهُمَّ عَنِ اْلخُلَفَاءِ
الرَّاشِدِيْنَ اَبِى بَكْرٍوَعُمَروَعُثْمَان وَعَلِى وَعَنْ بَقِيَّةِ
الصَّحَابَةِ وَالتَّابِعِيْنَ وَتَابِعِي التَّابِعِيْنَ لَهُمْ بِاِحْسَانٍ
اِلَىيَوْمِ الدِّيْنِ وَارْضَ عَنَّا مَعَهُمْ بِرَحْمَتِكَ يَا اَرْحَمَ
الرَّاحِمِيْنَ
اَللهُمَّ
اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَاْلمُؤْمِنَاتِ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَاْلمُسْلِمَاتِ اَلاَحْيآءُ
مِنْهُمْ وَاْلاَمْوَاتِ اللهُمَّ اَعِزَّ اْلاِسْلاَمَ وَاْلمُسْلِمِيْنَ
وَأَذِلَّ الشِّرْكَ وَاْلمُشْرِكِيْنَ وَانْصُرْ عِبَادَكَ اْلمُوَحِّدِيَّةَ
وَانْصُرْ مَنْ نَصَرَ الدِّيْنَ وَاخْذُلْ مَنْ خَذَلَ اْلمُسْلِمِيْنَ وَ
دَمِّرْ اَعْدَاءَالدِّيْنِ وَاعْلِ كَلِمَاتِكَ اِلَى يَوْمَ الدِّيْنِ. اللهُمَّ
ادْفَعْ عَنَّا اْلبَلاَءَ وَاْلوَبَاءَ وَالزَّلاَزِلَ وَاْلمِحَنَ وَسُوْءَ
اْلفِتْنَةِ وَاْلمِحَنَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ عَنْ بَلَدِنَا
اِنْدُونِيْسِيَّا خآصَّةً وَسَائِرِ اْلبُلْدَانِ اْلمُسْلِمِيْنَ عآمَّةً يَا
رَبَّ اْلعَالَمِيْنَ. رَبَّنَا آتِناَ فِى الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِى اْلآخِرَةِ
حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ. رَبَّنَا ظَلَمْنَا اَنْفُسَنَاوَاِنْ لَمْ
تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُوْنَنَّ مِنَ اْلخَاسِرِيْنَ. عِبَادَاللهِ !
اِنَّ اللهَ يَأْمُرُنَا بِاْلعَدْلِ وَاْلاِحْسَانِ وَإِيْتآءِ ذِى اْلقُرْبىَ
وَيَنْهَى عَنِ اْلفَحْشآءِ وَاْلمُنْكَرِ وَاْلبَغْي يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ
تَذَكَّرُوْنَ وَاذْكُرُوااللهَ اْلعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَاشْكُرُوْهُ عَلىَ
نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ اَكْبَرْ
Sumber: NU Online
Tidak ada komentar:
Posting Komentar