Jumat, 07 November 2014

(Ponpes of the Day) Pondok Pesantren Annuqayah, Guluk-Guluk, Sumenep, Madura – Jawa Timur



Pondok Pesantren Annuqayah, Guluk-Guluk, Sumenep, Madura – Jawa Timur


Mengenal Pesantren Annuqayah

Salah satu pesantren tua di Madura yang sampai sekarang tetap berkembang. Pesantren ini telah banyak melahirkan para ulama, birokrat, dan pemikir Islam. Santri-santri dan alumninya hingga kini bahkan banyak pula yang menggeluti sebagai penulis, sastrawan, dan aktivis sosial.

Pesantren Annuqayah didirikan pada tahun 1887. Nama “Annuqayah” konon tercetus ketika pesantren ini menerapkan sistem klasikal, yaitu sekitar tahun 1933 yang diambil dari nama sebuah kitab karangan Assuyuthi yang berisi 14 fan (cabang) ilmu pengetahuan. Annuqayah juga berarti bersih. Dengan demikian, diharapkan santri Annuqayah dapat menguasai berbagai ilmu pengetahuan dan berhati bersih.

Pesantren ini berada di Desa Guluk-guluk, Kecamatan Guluk-guluk, Kabupaten Sumenep, kabupaten paling timur di Pulau Madura. Sedangkan letak Kecamatan Guluk-Guluk berada pada paling barat kecamatan yang ada di Kabupaten Sumenep, berjarak sekitar 30 km dari Kota Sumenep, berbatasan dengan Kecamatan Pakong, Kabupaten Pamekasan.

Wilayah yang cukup luas ini sebenarnya tidak memberikan harapan penghidupan bagi masyarakat Guluk-guluk karena susunan tanahnya, sebagaimana daerah Madura lainnya cenderung terdiri dari batu-batu berkapur (lime store rock) dan sebagian besar tanahnya berjenis mediteran.

Pendirinya Kiai Moh. Syarqawi, lahir di Kudus Jawa Tengah. Kiai Syarqawi muda sebelum mendirikan pesantren pernah menuntut ilmu di berbagai pesantren di Madura, Pontianak, merantau ke Malaysia, Patani (Thailand Selatan), dan bermukim di Mekah. Pengembaraannya dalam menuntut ilmu tersebut dilakukan selama sekitar 13 tahun.

Di saat Kiai Syarqawi tinggal beberapa tahun di tanah suci, dia berkenalan dengan seorang saudagar kaya, namun juga alim dari Prenduan (sebuah desa kecil di pesisir selatan, barat laut dari Kota Sumenep) bernama Kiai Gemma. Persahabatan dia dengan saudagar ini terus terjalin dengan baik dan sangat akrab, hingga pada suatu saat, ketika Kiai Gemma merasa tidak lama lagi akan pulang ke hadirat Allah, ia berpesan kepada Kiai Syarqawi agar kalau Kiai Gemma meninggal, dia menikahi istrinya.

Tidak lama kemudian Kiai Gemma pun wafat dan Kiai Syarqawi melaksanakan wasiat tersebut. Demikianlah, Kiai Syarqawi menikahi janda Kiai Gemma, Ny.Hj. Khodijah (istri pertama). Kemudian pada tahun 1875 (1293 H.) ia pulang ke Madura dan menetap bersama istrinya di Desa Prenduan, Kabupaten Sumenep.

Di Prenduan, Kiai Syarqawi mula-mula membuka pengajian al-Qur’an dan kitab-kitab klasik. Empa belas tahun kemudian, Kiai Syarqawi bersama dua istrinya dan Kiai Bukhari (putra dari istri pertama) pindah ke Guluk-guluk dengan maksud mendirikan pesantren. Atas bantuan seorang saudagar kaya bernama H. Abdul Aziz, ia diberi sebidang tanah dan bahan bangunan bekas kandang kuda. Di atas sebidang tanah itu, dia mendirikan rumah tinggal dan sebuah langgar. Tempat ini kemudian disebut Dalem Tenga (gedung tengah). Selain itu, Kiai Syarqawi juga membangun tempat tinggal untuk istrinya yang ketiga, Nyai Qamariyah berjarak sekitar 200 meter ke arah barat dari Dalem Tenga. Kediaman Nyai Qamariyah ini kemudian dikenal dengan Lubangsa.

Di langgar itulah Kiai Syarqawi mulai mengajar membaca al-Qur’an dan dasar-dasar ilmu agama. Tempat itulah yang merupakan cikal bakal Pesantren Annuqayah. Sekitar 23 tahun Kiai Syarqawi memimpin pesantren Annuqayah. Setelah Kiai Syarqawi meninggal dunia pada bulan Januari 1911, pesantren dipimpin oleh putranya dari istri pertama, Kiai Bukhari, yang dibantu oleh Kiai Moh. Idris dan kakak iparnya K.H. Imam.

Hubungan antara pesantren dengan masyarakat sekitar sejak masa Kiai Syarqawi memang masih kurang begitu akrab, karena kondisi masyarakat pada waktu itu masih sulit menerima perubahan-perubahan dan rawan konflik, sehingga harus memerlukan pendekatan-pendekatan interpersonal agar perlahan-lahan masyarakat mulai simpatik dan mau diajak mengubah pola-pola kehidupan mereka yang tidak sesuai dengan syariat Islam.

Setelah kepemimpinan Kiai Bukhari, Kiai Idris dan Kiai Imam ini lambat laun hubungan pesantren dengan masyarakat sekitar tampak mulai lebih akrab, yakni sekitar tahun1917, ketika K.H. Moh. Ilyas pulang ke Guluk-Guluk untuk juga melanjutkan perjuangan ayahnya setelah cukup lama menimba ilmu di berbagai pesantren baik di Madura, Jawa Timur, atau bahkan beberapa tahun tinggal di Mekah.

Mulai tahun 1917, kepemimpinan pesantren dilanjutkan oleh K.H. Moh. Ilyas. Pada masa kepemimpinan Kiai Ilyas inilah, Annuqayah mengalami banyak perkembangan, misalnya pola pendekatan masyarakat, sistem pendidikan, dan pola hubungan dengan birokrasi pemerintah. Perkembangan lain yang terjadi adalah ketika pada tahun 1923 Kiai Abdullah Sajjad, saudara Kiai Ilyas, membuka pesantren sendiri. Tempat baru itu kemudian dikenal dengan nama Latee ini berjarak sekitar 100 meter di sebelah timur kediaman Kiai Ilyas.

Sejak Kiai Abdullah Sajjad membuka pesantren sendiri, pesantren-pesantren daerah di Annuqayah terus berkembang dan bermunculan, sehingga sekarang Annuqayah tampak sebagai “pesantren federasi”. Inisiatif untuk membuat semacam “federasi pesantren” ini dilakukan ketika Annuqayah daerah Lubangsa yang didirikan Kiai Syarqawi tidak mampu lagi menampung santrinya. Berdirinya daerah Latee kemudian diikuti oleh berdirinya daerah-daerah lain, sehingga sampai saat ini, Pesantren Annuqayah menampung sedikitnya 6000 santri, dari berbagai jenjang pendidikan dari TK hingga perguruan tinggi.

Setelah Kiai Ilyas meninggal dunia di penghujung 1959, kepemimpinan di Annuqayah untuk selanjutnya berbentuk kolektif, yang terdiri dari para kiai sepuh generasi ketiga. Sepeninggal Kiai Ilyas, kepemimpinan kolektif Annuqayah diketuai oleh K.H. Moh. Amir Ilyas (w. 1996), dan kemudian dilanjutkan oleh K.H. Ahmad Basyir AS.Pesantren ini memiliki perhatian yang sangat besar terhadap lingkungan, berupa penanaman pohon dan pelestarian alam sekitar. 

Itu sebabnya, tahun 1981 Presiden Soeharto pernah menganugerahi hadiah Kalpataru kepada pesantren Annuqayah karena dinilai berjasa sebagai penyelamat lingkungan.

A. Letak Geografis dan Demografi

Pondok Pesantren Annuqayah berada di desa Guluk-Guluk, Kecamatan Guluk-guluk Kabupaten Sumenep, kabupaten paling timur di pulau Madura. Sedangkan letak Kecamatan Guluk-Guluk berada pada paling barat kecamatan yang ada di kabupaten Sumenep, berjarak sekitar 30 km dari kota Sumenep, berbatasan dengan Kecamatan Pakong, Kabupaten Pamekasan.

Secara geografis, desa Guluk-guluk berada di antara 6°00'-7°30' dengan ketinggian ± 117 meter dari permukaan laut, dengan luas wilayah 1.675.955 ha dari luas kecamatan Guluk-Guluk yang memiliki lahan seluas 6.691.316 ha.

Wilayah yang cukup luas ini ternyata tidak memberikan harapan penghidupan bagi masyarakat Guluk-guluk karena susunan tanahnya , sebagaimana daerah Madura lainnya cenderung terdiri dari batu-batu berkapur (lime store rock) dan sebagian besar tanahnya berjenis mediteran. Sedangkan curah hujan rata-rata pertahunnya 2176 mm, dengan jumlah hariannya kurang lebih 100 hari per tahun.

B. Sejarah Singkat Berdirinya Pondok Pesantren Annuqayah

Pondok Pesantren Annuqayah yang berlokasi di Guluk-Guluk Sumenep Madura didirikan pada tahun 1887. Pendirinya K.H. Moh. Syarqawi. Beliau lahir di Kudus Jawa tengah. Kiai Syarqawi muda sebelum mendirikan pesantren pernah menuntut ilmu di berbagai pesantren di Madura, Pontianak, merantau ke Malaysia, Patani (Thailand Selatan), dan bermukim di Mekah. Pengembaraan beliau dalam menuntut ilmu tersebut dilakukan selama sekitar 13 tahun.

Dalam kiprahnya menyebarkan ilmu, Kiai Syarqawi mula-mula membuka pengajian al-Qur’an dan kitab-kitab klasik di Prenduan Sumenep. 14 tahun kemudian, Kiai Syarqawi bersama dua istrinya dan K Bukhari (putra dari isteri pertama) pindah ke Guluk-Guluk dengan maksud mendirikan pesantren. Atas bantuan seorang saudagar kaya bernama H. Abdul Aziz, beliau diberi sebidang tanah dan bahan bangunan. Di atas sebidang tanah itu, beliau mendirikan rumah tinggal dan sebuah langgar. Tempat ini kemudian disebut Dalem Tenga. Selain itu, beliau juga membangun tempat tinggal untuk isterinya yang ketiga, Nyai Qamariyah berjarak sekitar 200 meter ke arah barat dari Dalem Tenga. Kediaman Nyai Qamariyah ini kemudian dikenal dengan Lubangsa.

Di langgar itulah Kiai Syarqawi mulai mengajar membaca al-Qur’an dan dasar-dasar ilmu agama. Tempat itulah yang merupakan cikal bakal PP Annuqayah. Sekitar 23 tahun Kiai Syarqawi memimpin pesantren Annuqayah. Setelah Kiai Syarqawi meninggal dunia pada bulan Januari 1911, pesantren dipimpin oleh putra beliau dari isteri pertama, K.H. Bukhari, yang dibantu oleh K.H. Moh. Idris dan K.H. Imam.
Mulai tahun 1917, kepemimpinan pesantren dilanjutkan oleh salah seorang putra Kiai Syarqawi, yakni K.H. Moh. Ilyas. Pada masa kepemimpinan Kiai Ilyas inilah, Annuqayah mengalami banyak perkembangan, misalnya pola pendekatan masyarakat, sistem pendidikan dan pola hubungan dengan birokrasi pemerintah. Perkembangan lain yang terjadi adalah ketika pada tahun 1923 K. Abdullah Sajjad, saudara Kiai Ilyas, membuka pesantren sendiri. Tempat baru itu kemudian dikenal dengan nama Latee ini berjarak sekitar 100 meter di sebelah timur kediaman K. Ilyas. Sejak K. Abdullah Sajjad membuka pesantren sendiri, pesantren-pesantren daerah di Annuqayah terus berkembang dan bermunculan, sehingga sekarang Annuqayah tampak sebagai “pesantren federasi”.

Setelah Kiai Ilyas meninggal dunia di penghujung 1959, kepemimpinan di Annuqayah untuk selanjutnya berbentuk kolektif, yang terdiri dari para kiai sepuh generasi ketiga. Sepeninggal Kiai Ilyas, kepemimpinan kolektif Annuqayah diketuai oleh K.H. Moh. Amir Ilyas (w. 1996), dan kemudian dilanjutkan oleh K.H. Ahmad Basyir AS.

C. Perkembangan Pondok Pesantren Annuqayah.

Annuqayah merupakan pesantren yang berbentuk federasi. Hal itu dimulai sejak Kyai Abdullah Sajjad mendirikan pesantren sendiri yang bernama Latee pada tahun 1923. Inisiatif itu dilakukan ketika Annuqayah daerah Lubangsa yang didirikan Kyai Syarqawi tidak mampu lagi menampung santrinya. Berdirinya daerah Latee kemudian diikuti oleh berdirinya daerah-daerah lain. Hingga tahun 1972 Annuqayah sudah terdiri dari lima daerah yang seluruhnya diasuh oleh keturunan dan menantu Kyai Syarqawi, sebagaimana pada tabel berikut:

Perkembangan Daerah Pondok Pesantren Annuqayah Dari Periode 1887 – 1978
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhVT28i2tLOqH-i5MKlA9xSIWZRsbeB3sVjGClXQw9Agdnt1c51ebMdkQE9l7fvrn_J-39WeeLzluGXuHxZ6VzTMhm8ODiMNaP7UDTEEHqOkUScM6gC_cjmwQPZsFC5cEPKRXic_xLAl31M/s320/tabel11.JPG

Pada tahun 1978, luas areal tanah pesantren hanya sekitar 2,5 ha. Di atasnya berdiri kurang lebih 150 asrama santri yang hampir seluruhnya terdiri dari bangunan kecil terbuat dari bambu, dihuni oleh 981 orang santri yang menetap, diasuh oleh enam orang kyai dan 44 tenaga pengajar. Juga terdapat 325 santri kalong yang setiap pagi belajar pada sekolah formal yang terdiri dari tingkat Ibtidaiyah dan Muallimin enam tahun. Santri-santri itu sebagian besar berasal dari Kabupaten Sumenep dan yang lain berasal dari beberapa Kabupaten di Jawa Timur yang memang bearasal dari keturunan Madura. Selain dari pendidikan formal tersebut, pengajaran dengan sistem lama; wetonan dan sorogan pun tetap berjalan biasa. Selain itu, terdapat pula pendidikan ketrampilan yang mulai digalakkan oleh pemerintah pada awal tahun 1970-an.

Pada waktu itu Annuqayah memiliki satu masjid dan tiga mushalla, dua gedung madrasah dengan enam ruang sederhana. Dan juga terdapat sebuah kantor dengan dua ruang yang digunakan sebagai kantor pesantren, madrasah ibtidaiyah, madrasah muallimin dan sebuah ruang workshop.

Selama hampir 30 tahun dari tahun 1950 sampai akhir tahun 1970-an, perkembangan Pesantren Annuqayah sangat lambat. Tidak ada perubahan yang signifikan baik dari segi kuantitas maupun kualitas. Perkembangan Annuqayah kembali pesat setelah periode itu hingga tahun 1980-an akhir. Perkembangan jumlah santri dapat dilihat pada tabel berikut:

Perkembangan Jumlah Santri Annuqayah Selama 10 Tahun Terakhir (1978 - 1989)

Pertumbuhan jumlah santri seiring dengan bertambahnya jumlah daerah-daerah yang merupakan bagian integral dari pesantren Annuqayah. Daerah-daerah itu berdiri lebih banyak disebabkan oleh tuntutan masyarakat terhadap kiai yang bersangkutan untuk mendirikan pesantren. Hal itu biasanya terjadi setelah kiai itu menikah dan membangun kediaman sendiri di sekitar pesantren. Dengan adanya tempat baru itu, secara berangsung-angsur datang masyarakat yang ingin belajar agama bahkan menetap/mondok, sehingga saat ini Annuqayah telah terdiri dari 26 daerah. Berikut ini data jumlah santri dari daerah-daerah tersebut.

DATA JUMLAH SANTRI DI PESANTREN DAERAH PONDOK PESANTREN ANNUQAYAH
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEi8KO7X2bEcnbqfktDseW8I5Y4AM_R-FPW43RiO1q1wwwVcCXykPAGeJQWEsVn5SJc1EVbBHrF-ZqaA412D-A2FNGDhgpekteR5epaQks6Pv0zV4PzLIfNHU9Ho1d0zvWRqg2pFjb1Ptk76/s320/tabel33.JPG
D. Organisasi Pengelola

Pesantren Annuqayah dapat disebut sebagai pesantren federal yang saat ini mengelola 26 pesantren daerah (kepengasuhan). Daerah-daerah tersebut memiliki hak otonom dan kedaulatan penuh. Masing-masing memiliki kiai, ustadz, santri, pondok, mushalla/masjid, serta tata aturan sendiri-sendiri. Akan tetapi, setiap daerah membawa satu bendera atas nama Annuqayah.

Ada 4 (empat) faktor yang mengikat seluruh daerah menjadi satu kesatuan integral. Pertama, masing-masing daerah dipimpin oleh saudara seketurunan dari pendiri pesantren ini. Kedua, hampir seluruh santri belajar di sekolah formal yang dikelola secara kolektif, mulai dari tingkat Taman Kanak-Kanak hingga Perguruan Tinggi. Ketiga, semua santri mengikuti program-program yang dilaksanakan oleh Pondok Pesantren Annuqayah. Keempat, seluruh daerah berada dalam satu kepengurusan (kelembagaan).

Pengelolaan berbagai aktivitas kepesantrenan di Annuqayah saat ini dikelola oleh dua organisasi utama, yaitu Pondok Pesantren Annuqayah dan Yayasan Annuqayah. Dua organisasi ini masing-masing berdiri sendiri secara sejajar dan masing-masing menangani seluruh sub-sub lembaga di bawahnya serta unit-unit kegiatan menurut bidangnya.

1. Pondok Pesantren Annuqayah.

Lembaga ini berupa kepengurusan yang terstruktur, terdiri dari Dewan Pengasuh, Pengurus Harian dibantu oleh bidang kesekretariatan atau petugas administrasi yang berkenaan dengan unit-unit kegiatan yang berupa biro-biro yang ada di ba
wahnya. Biro ini membawahi unit-unit kegiatan santri, seperti program khusus pendidikan bahasa asing, pendidikan kepesantrenan, kesehatan dan lingkungan, pramuka, jurnalistik, pembinaan ketrampilan, perpustakaan, penerbitan, pengabdian masyarakat, dan lain-lain. Ada juga biro yang menangani pembangunan sarana dan prasarana fisik di lingkungan pesantren.

Dewan Pengasuh, yang terdiri dari tujuh kiai sepuh, merupakan jajaran pimpinan yang pemegang kebijakan tertinggi sekaligus membina pelaksanaan kegiatan pendidikan dan kepesantrenan. Sementara Pengurus Harian merupakan pelaksana kebijakan-kebijakan Dewan Pengasuh, serta mengatur tata tugas dan pendelegasian tugas melalui organ-organ di bawahnya, menurut aturan mekanisme kerja yang telah ditentukan.

Berikut ini personalia pengurus Pondok Pesantren Annuqayah Masa Bakti 2006-2010.

DEWAN PENGASUH

1. KH. Ahmad Basyir AS. (Ketua)
2. KH. Moh. Mahfoudh Husaini
3. KH. Moh. Ishomuddin AS.
4. Drs. K.H. Warits Ilyas
5. KH. A. Muqsith Idris
6. KH. A. Basith AS. BA.
7. KH. Abbasi Ali

PENGURUS HARIAN

Ketua : K.H. A. Hanif Hasan
Wakil Ketua I : K.H. A. Naufal Ashiem
Wakil Ketua II : K.H. A. Hamidi Hasan
Wakil Ketua III : K.H. Muhammad Muhsin Amir
Wakil Ketua IV : K. Alawi Thaha
Sekretaris : K. M. Mushthafa
Wakil Sekretaris : K. Muhammad-Affan
Bendahara : K. M. Hazmi Basyir
Wakil Bendahara : K. M. Halimi Ishom

BIRO-BIRO

1. Biro Pendidikan Kepesantrenan/Non-Formal : K. A. Muhajir Bahruddin
2. Biro Pembinaan Bahasa : K. A. Farid Hasan
3. Biro Pembinaan Minat dan Keorganisasian Santri : K. A. Faidli Abbasi
4. Biro Pendidikan Keterampilan dan Kewirausahaan : Amir Thaha
5. Biro Keamanan dan Ketertiban : K. A. Syauqi Ishom
6. Biro Kesehatan, Lingkungan Hidup,
dan Pengabdian kepada Masyarakat : K. M. Zamiel el-Muttaqien
7. Biro Sarana dan Prasarana : Mumdarin
8. Biro Humas, Publikasi, dan Alumni : K. A. Maimun Syamsuddin

2. Yayasan Annuqayah

Lembaga ini didirikan pada tahun 1984. Pada awalnya alasan pendirian yayasan dimaksudkan untuk memenuhi persyaratan mendirikan sekolah tinggi. Tetapi akhirnya tugasnya diperluas mengelola pendidikan dasar dan menengah. Selain itu, Yayasan Annuqayah memiliki unit usaha pertokoan, home industri, tambak, pertanian dan perkebunan, yang menjadi aset dan sumber penghasilan yayasan.

Struktur kepengurusan Yayasan Annuqayah terdiri dari Dewan Pembina yang beranggotakan kiai sepuh, Dewan Pengawas, dan Pengurus Harian dengan dibantu sekretariat dan bidang-bidang. Sejak tahun 2006 ini, Yayasan tidak lagi mengelola aktivitas pendidikan di lingkungan Annuqayah, tetapi lebih fokus menangani pengelolaan aset dan usaha yang diarahkan sebagai sumber dana atau pembiayaan aktivitas pesantren.

Berikut ini personalia pengurus Yayasan Annuqayah Masa Bakti 2006-2011.

Dewan Pembina
1. KH. Ahmad Basyir AS.
2. KH. Moh. Mahfoudh Husaini
3. KH. Moh. Ishomuddin AS.
4. Drs. K.H. Warits Ilyas
5. KH. A. Muqsith Idris
6. KH. A. Basith AS. BA.
7. KH. Abbasi Ali

Dewan Pengawas
1. KH. Abd. A`la
2. KH. A. Naufal Ashiem
3. KH. Hamidi Hasan
4. KH. Baihaqi Syafiuddin
5. K. Zainuddin

Pengurus Harian
Ketua : H. A. Panji Taufiq
Wakil Ketua : Drs. Taufiqurrahman
Sekretaris : K. M. Ainul Yaqin
Wakil Sekretaris : Muhammad Afnan; Moh. Miftahunaim, S.H. I.
Bendahara : KH. Ahmad Hazim
Wakil Bendahara : H. Asnawi Sholeh
Bidang-bidang
Bidang Pertanahan: : Fathorrahiem, S. Pd. I.; H. Imam Mahdi; H. Helmi
Bidang Pertokoan : H. Hasbi Musyaffa’; H. A. Dauri, S. Ag.
Bidang Donatur : Jamal Rowi; H. Zubairi; Yusri Fath, S. Ag.

E. Kegiatan Pendidikan dan Ciri Khas

1. Pendidikan Sekolah

Pendidikan dengan sistem kelas/sekolah di Pesantren Annuqayah dimulai pada tahun 1933, dirintis oleh K.H. Khazin Ilyas, setelah menamatkan studinya di Pondok Pesantren Tebuireng, Jombang. Pada waktu itu Kiai Khazin mendirikan madrasah secara sederhana, sehingga mencapai 3 (tiga) kelas, yang kurikulumnya kira-kira sederajat dengan tingkat Madrasah Tsanawiyah.

Perubahan ini ditindaklanjuti oleh K.H. Moh. Mahfoudh Husaini (menantu K.H. Abdullah Sajjad), dengan melakukan perubahan sistem pendidikan di Pondok Pesantren Annuqayah, dari sistem pendidikan madrasah salafi menjadi pendidikan madrasah formal. Maka pada tahun 1951 didirikanlah Madrasah Tsanawiyah.

Pada perkembangan selanjutnya, di bawah pimpinan K.H. M. Amir Ilyas, Madrasah Tsanawiyah diubah menjadi Madrasah Muallimin (empat tahun), kemudian pada tahun 1967 disempurnakan menjadi Madrasah Muallimin lengkap (enam tahun). Namun akhirnya, untuk menyesuaikan dengan peraturan pemerintah, pada tahun 1979 Madrasah Muallimin lengkap diubah menjadi Madrasah Tsanawiyah dan Madrasah Aliyah, sehingga pada tahun itu pula ada 3 tingkatan pendidikan (madrasah) di Annuqayah yaitu, MI, MTs dan MA.

Dalam perkembangan selanjutnya, pada tanggal 13 Oktober 1984 Annuqayah mendirikan Perguruan Tinggi Agama Islam (PTAI) dengan satu fakultas, yakni syariah. Pada 5 September 1986, PTAI ini diubah menjadi STISA (Sekolah Tinggi Ilmu Syariah Annuqayah). Kemudian pada tahun berikutnya Pondok Pesantren Annuqayah membuka satu fakultas baru yaitu fakultas Tarbiyah dengan nama STITA (Sekolah Tinggi Ilmu Tarbiyah Annuqayah). Pada tahun 1996, STISA dan STITA dijadikan satu sekolah tinggi, dengan nama Sekolah Tinggi Agama Islam (STIKA) dengan status terakreditasi pada bulan Nopember 2000.

Pada tahun 1986, semakin lengkaplah jenjang pendidikan yang ada di Pondok Pesantren Annuqayah dengan didirikannya Taman Kanak-kanak "Bina Anaprasa" dengan bekerjasama dengan PKBI dan Japan Internasional Exchange of Culture (JIEC)

Dari semua jenjang pendidikan formal yang ada di Annuqayah, sebagian besar memakai kurikulum Departemen Agama (Depag) yang diakomodasikan dengan kurikulum Pondok Pesantren Annuqayah. Dari sistem kurikulum ini hanya untuk pelajaran yang sifatnya mata pelajaran umum yang mempergunakan kurikulum Depag, sedangkan untuk mata pelajaran adalah mempergunakan kurikulum Pondok Pesantren Annuqayah dengan mempergunakan kitab-kitab klasikal berbahasa Arab (kitab kuning). Namun ada juga yang secara formal langsung berkiblat pada kurikulum Depag.

Secara umum lembaga pendidikan formal di Pondok Pesantren Annuqayah merupakan perpaduan antara model dan sistem pendidikan yang klasikal-tradisional dan sistem modern, yaitu dengan mempertahankan tradisi keilmuan salafiyah yang dipadukan dengan pola dan metode modern yang dianggap masih relevan dan pada akhirnya dimaksudkan sebagai peningkatan kualitas pendidikan di Pondok Pesantren Annuqayah.

2. Pendidikan Nonformal

Tanpa meninggalkan tradisi kepesantrenan, Pondok Pesantren Annuqayah terus mengembangkan tradisi pendidikan wetonan dan sorogan pada jam-jam di luar pendidikan formal, yaitu dengan pengajian kitab klasikal. Bidang - bidang kajiannya pun terbatas pada materi keagamaan seperti, kajian tafsir, hadist, fiqh, akhlak/tasawuf, dan ilmu alat, seperti ilmu nahwu dan ilmu sharraf. Hal ini juga didukung dengan kegiatan pengkajian keagamaan dengan bahtsul masail (kajian masalah hukum keagamaan) yang sampai saat ini tetap masih dipertahankan oleh Pondok Pesantren Annuqayah.

Kegiatan ini biasanya dilaksakan pada sore hari atau pagi hari (sebelum jam sekolah formal) oleh sebagian besar santri mukim (yang menetap di Pondok Pesantren), disamping para santri yang kalong (tidak menetap di Pondok Pesantren).

Selain pengajian kitab klasik/kitab kuning tersebut, Pondok Pesantren Annuqayah sudah mengembangkan pendidikan semi formal dengan diaktifkannya Madrasah Diniyah. Madrasah ini dikembangkan oleh masing-masing daerah yang ada di Pondok Pesantren Annuqayah yang dilaksanakan pada malam hari (dari ba'da Maghrib sampai dengan jam 20.30 WIB) dan diwajibkan bagi semua santri.

Pendidikan ini murni mandiri tanpa menggantungkan pada pihak siapapun, baik pengelolaan sampai dengan kurikulum yang dipakai. Sehingga kurikulum yang dipakai mempergunakan kurikulum yang dibuat sendiri oleh Pondok Pesantren Annuqayah dengan materi pelajaran khusus keagamaan.

Sedangkan tingkatan yang ada selama ini adalah dari tingkat Awwaliyah/Dasar (6 tingkat kelas) dan tingkat Wustha/Menengah (3 tingkat kelas).

F. Kegiatan Ekstra Kurikuler / Kursus / Keterampilan

Disamping mengedepankan pendidikan tradisional-non formal, pesantren Annuqayah juga mengembangkan pendidikan formal. Dari pola pendidikan formal tersebut mulai dikembangkan kegiatan-kegiatan intra sekolah (ekstra kurikuler), dan ekstra sekolah (unit siswa/santri). Disamping adanya lembaga kursus - kursus dan beberapa unit keterampilan yang diselenggarakan oleh pesantren.
Hal ini sebenarnya berangkat dari upaya untuk bisa memenuhi kebutuhan santri dalam mengimbangi pendidikan yang ada didalam pesantren. Kegiatan-kegiatan tersebut diantaranya adalah sebagai berikut :

1. Kepramukaan

Keberadaan pramuka di Pondok Pesantren Annuqayah berawal dari ide dasar dari K.H. Amir Ilyas pada tahun 1984. Secara historis gerakan pramuka merupakan suatu fenomena yang universal, dimana pramuka selalu menjadi faktor dominan dalam membentuk arah pembangunan nasional. Walaupun dikaitkan dengan masalah biologis, namun disisi lain pramuka mempunyai segi - segi yang bersifat kultural, psikologis, demografis dan politis sehingga pramuka mendapatkan predikat sebagai pelaku perubahan.

Dari hal tersebut, gerakan pramuka Gudep Sumenep 0761/0762 Pondok Pesantren Annuqayah merupakan suatu alat pendidikan non formal dari kegiatan yang dilaksanakan setiap minggu. Dengan di isi kegiatan yang kreatif, inovatif, antraktif, produktif dan rekreatif serta mengembangkan jiwa kemandirian, keterampilan, ilmu pengetahuan dan potensi kepemimpinan.

Sedangkan data jumlah anggota yang ada selama ini adalah 216 santri anggota tetap, yang terdiri dari penggalang putra 80, santri putra (8 regu / 2 pasukan), penegak putra 40, santri (4 Sangga / 1 Ambalan) dan penggalang putri 80, santri (8 regu / 2 pasukan), penegak putri, 16 santri (2 Sangga / 1 Ambalan) serta 25 orang pembina putera (2 mahir dan 23 pembantu) dan 6 orang pembina putri (3 orang pembina mahir dan 3 orang pembina pembantu).

2. Markaz Dirosah Allughah Al-Arabiyah

Historis berdirinya lembaga bahasa Arab berawal dari signifikannya bahasa Arab di pondok pesantren, termasuk juga di Pondok Pesantren Annuqayah.

Pengembangan bahasa Arab di Annuqayah sebenarnya dirintis di era 70 - an, yaitu mulai keikutsertaan pengasuh Pondok Pesantren Annuqayah (diantaranya K.H. A. Basith AS, BA dan K.H. A. Wadud Munir) pada penataran bahasa Arab yang diadakan di masjid Al-Falah Surabaya, sehingga anggota dari pengembangan bahasa Arab tersebut masih terbatas kepada para masyayikh dengan metode turjumah kedalam bahasa Indonesia.

Tapi pada periode 1989, tepatnya tanggal 2 Agustus, pengembangan bahasa Arab itu mulai dikoordinir dengan perencanaan dan pengembangan program yang dilaksanakan dalam bentuk pola pengembangan yang lebih terorganisir dengan nama "Markaz Dirosah Allughah Al-Arabiyah".

Sedangkan materi yang diberikan adalah dengan sistem mahfudhat, al-turjumah, insya' dan muhadatsah dengan melaksanakan kegiatan kursus yang dilaksanakan setiap minggu dengan empat kali pertemuan serta juga dengan mengaktifkan budaya berbicara bahasa arab dikalangan santri Pondok Pesantren Annuqayah.

3. English Education Program Pondok Pesantren Annuqayah (EEP-PPA)

Bahasa Inggris sebagai bahasa komunikasi internasional dirasa sebagai sesuatu yang signifikan, sehingga sekitar tahun 1953 beberapa pengasuh mulai belajar bahasa Inggris. Komitmen untuk mengembangkan bahasa Inggris di Pondok Pesantren Annuqayah semakin kuat, pada tahun 80-an Pondok Pesantren Annuqayah melakukan kerjasama dengan The Asia Foundation dan Volunters in Asia (VIA). Dengan kerjasama tersebut pada tahun 1983. Pondok Pesantren Annuqayah mendapatkan bantuan tenaga pengajar asing pertama, Thomas Hutchin untuk mengajar selama empat tahun (1983-1987).

Kemudian secara berkala samapai dengan tahun 1995, Pondok Pesantren Annuqayah menerima 5 orang tenaga pengajar (Miss Diance, Refael Reyse, Robert Bedecker, Brian Harmon dan Jeffry Robert Anderson dan terakhir Miss Margareth and John [AVI]). Native speaker pertama (Thomas Hutchin) sempat menyusun buku Kamus dan Tata Bahasa (2 jilid) serta buku bahasa Inggris untuk pemula yang sampai saat ini masih dipergunakan mengembangkan bahasa Inggris.

4. Kursus Komputer Annuqayah

Teknologi informatika telah menuntut banyak perhatian yang lebih besar dari setiap generasi ke generasi. Dan berangkat dari hal tersebut santri Annuqayah yang nota bene merupakan salah satu faktor penentu di era globalisasi juga dituntut untuk bisa berperan aktif dalam menghadapi tantangan tersebut.

Dengan semakin pesatnya perhatian santri untuk bisa ikut dalam kursus ini semakin menjadi indikasi bahwa santri sudah siap untuk menghadapi dunia baru di abad XXI. Oleh karena itu pada tahun 1994 dibukalah kursus komputer bagi santri Annuqayah walaupun dengan prasana yang cukup terbatas sekali.

5. Kursus Mengetik Dasar Pondok Pesantren Annuqayah (KMD-PPA)

Kursus Megetik di Pondok Pesantren Annuqayah adalah hasil usaha dari salah seorang native speaker bahasa Inggris, yaitu Thomas Hucthins pada tahun 1984. Dari usaha inilah Pondok Pesantren Annuqayah berusaha untuk lebih mengembangkan keberadaan Kursus Mengetik Dasar ini bagi santri dengan melakukan kerjasama sebagai mitra kerja dengan Depnaker Kabupaten Sumenep.
Secara indirect tujuan program kerja KMD ini adalah pemberdayaan skill manajerial dan administrasi yang nantinya dapat mengarahkan santri untuk mempunyai keterampilan yang berkualitas, terampil, kretif dan progresif.

Sedangkan tenaga pembimbing dari Kursus Mengetik Dasar ini adalah berasal dari santri Pondok Pesantren Annuqayah dengan jumlah sekitar 10 orang.

6. Tailor

Variasi kegiatan keterampilan yang ada di Pondok Pesantren Annuqayah juga dibuktikan dengan adanya keterampilan jahit menjahit yang dikembangkan dengan membuka usaha tailor untuk pesanan.
Potensi ini merupakan langkah dari usaha Pondok Pesantren Annuqayah dalam membuka peluang kepribadian santri untuk dapat menyalurkan skill yang dimiliki. Kendati ada beberapa hambatan karena keterbatasan sarana dan prasarana, tetapi kegiatan ini mulai meng-cover diri dengan kegiatan - kegiatan yang lebih kongkrit.

7. Fotografi

Keterampilan fotografi merupakan lembaga keterampilan yang masih dikelola dibawah nauangan Yayasan Annuqayah. Perkembangan keterampilan fotografi setiap tahunnya tak seberapa. Hal ini disebabkan masalah perlengkapan teknis dan perangkat-perangkat fotografi yang kurang memadai.

Sedangkan konsumen lembaga fotografi ini lebih banyak pada santri yang berdomisili di Pondok Pesantren Annuqayah atau juga ada sebagian masyarakat yang di sekitar Pondok Pesantren Annuqayah atau diluar daerah kecamatan.

8. Jamiyatul Qurra'

Keberadaan Jamiyatul Qurra' merupakan potensi tersendiri yang ada di Pondok Pesantren Annuqayah. Sebab dengan adanya ini, sangat dimunkinkan sekali bahwa santri yang mempunyai keterampilan olah vokal dalam tilawatil qur'an dapat melatih suara dan seni membaca di Jamayatul qur'an. Jamiyatul qurra' ini mula-mula dirintis oleh K.H. Amir Ilyas pada tahun 1981. Sedangkan instruktur yang melatih para santri adalah Ust. Mudda'ie (Qari' terbaik nasional MTQ 1998) dibantu beberapa pembimbing lainnya, dengan peserta Jamiyatul Qurra' 110 santri putra dan putri.

9. Sanggar Seni

Potensi seni dikalangan santri juga menjadi perhatian dari para Pengurus Pondok Pesantren Annuqayah. Hal ini terbukti dengan munculnya sanggar-sanggar seni, yang selama 5 tahun terakhir sudah berjumlah 6 sanggar seni yang berbeda antara santri putera dan puteri. Diantara sanggar-sanggar seni yang ada selama ini adalah Sanggar Kreasi Seni Islami (SaKSI-putera), sanggar Andalas (putera), sanggar Nurani (putera), Sanggar Al-Zalzalah (puteri), sanggar "Pajjer Laggu" (puteri) dan sanggar jejak (puteri)

Kegiatan - kegiatan yang dilaksanakan pun juga beragam, dari kegiatan-kegiatan pementasan theater, peluncuran antologi, perlombaan-perlombaan seni sampai dengan pengadaan bedah buku seni, simposium dan seminar-seminar.

G. Kegiatan Ekonomi Dan Pengembangan Masyarakat

Pondok Pesantren Annuqayah merupakan lembaga pendidikan keagamaan yang memiliki konsern terhadap pengembangan ekonomi dan kemasyarakatan. Sebagai sebuah institusi ia membutuhkan sumber-sumber ekonomi untuk menjalankan kegiatannya di samping sebagai upaya pemberdayaan ekonomi masyarakat. Adapun kegiatan-kegiatannya sebagai berikut:

1. Unit usaha produktif

Unit usaha pesantren terdiri lima jenis, yaitu:
1. Usaha pertokoan dan jasa
2. Pertanian/perkebunan
3. Peternakan
4. Home industri yang berbasis pada hasil pertanian.
5. Penanaman modal.
6. Tambak

Usaha pertokoan, terdiri dari tiga unit, yang terdiri dari toko alat-alat sekolah, toko kain dan konfeksi dan toko kelontong yang menyediakan kebutuhan sehari-hari. Seluruhnya terletak di luar lokasi pesantren dan dioperasikan oleh ustadz pesantren yang sudah berkeluarga dan anggota masyarakat yang menjadi binaan pesantren. Sedangkan usaha dalam bentuk jasa adalah berupa jasa angkutan; dua unit mobil station. Yang lain berupa satu unit Wartel yang juga terletak di luar pesantren.

Sedangkan usaha pertanian/perkebunan, yaitu tanaman palawija yang terdiri dari tanaman jagung dan kedelai. Tanaman hortikultura yang terdiri dari bawang, cabe jamu dan merica di empat desa di kecamatan Guluk-Guluk. Sedangkan perkebunan, yaitu kebun mente di dua desa, masing-masing kebun Assalam seluas 20 hektar dan 6 hektar. Dari kebun Assalam tahun 1999 diperoleh pendapatan sebesar Rp. 3.668.350.

Di bidang peternakan terdiri dari ternak ayam ras dan buras terdapat di tiga kecamatan di Sumenep. Yang lain adalah ternak sapi di tiga dusun di kecamatan Guluk-Guluk sebanyak 28 ekor.
Adapun kegiatan home industri masih dalam tahap rintisan sejak didirikannya Pusat Inkubator Agrobisnis Pondok Pesantren Annuqayah tahun 1998, bekerjasama dengan Departemen Perhutanan RI. Jenis produksinya yaitu Gula merah (gula siwalan), Jubathe (makanan khas Sumenep yang bahan utamanya adalah gula merah). Kripik singkong dan kripik pisang, rengginang, tape dan emping jagung. Kecuali tape, seluruh jenis produksi sudah berjalan. Sedangkan tape masih dalam rintisan.

Yang terakhir adalah penanaman saham/modal sebanyak tujuh lembar saham di usaha penggergajian Nahdlatut Tujjar, satu lembar saham bernilai Rp. 1.481.000. Sedang 12 lembar saham lagi di Koperasi PP. Annuqayah, masing-masing senilai Rp. 15.000. Sedangkan tambak dengan luas satu hektar lebih, senilai Rp. 30.masih dalam rintisan.

Selain usaha penanaman modal, seluruhnya dikerjakan oleh kelompok tani dan pengajian binaan BPM-PPA dengan perjanjian bagi hasil.

Selain usaha produktif, Annuqayah memperoleh bantuan dana setiap tahun dari pada donatur yayasan. Para donatur terbagi dalam 26 kelompok, seluruhnya berjumlah 296 orang. Tahun 1999 bantuan dari donatur sebesar Rp 20.158.100. Sedangkan bantuan barang, berupa tanah seluruhnya seluas 194.331 M2, seluruhnya senilai Rp. 73.685.000, yang tersebar Kecamatan Guluk-Guluk dan Pasongsongan Sumenep.

Di Annuqayah terdapat banyak lembaga-lembaga otonom, termasuk pesantren-pesantren daerah. Oleh karenanya, untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan pendanaan bagi pembangunan atau pengembangan daerahnya, mereka mengusahan peluang-peluang usaha sendiri yang ditangani oleh para pengurusnya beserta kiai/pengasuhnya masing-masing. Selain itu setiap pesantren daerah memiliki kantin atau toko yang dikelola sendiri di daerahnya masing-masing. Demikian juga unit-unit kegiatan santri yang memiliki modal besar membuka usaha sendiri, yang rata-rata berupa kantin makanan. Seluruh usaha-usaha ini terletak di dalam areal pesantren.

2. Kegiatan pengembangan dan pemberdayaan masyarakat sekitar

Sejak tahun 1978 pemberdayaan masyarakat telah menjadi obsesi Pondok Pesantren Annuqayah terutama melalui pengembangan ekonomi masyarakat. Hal itu muncul setelah melihat kondisi sosial ekonomi masyarakat sekitar pesantren sangat memprihatinkan. Sebab kegiatan keberagamaan masyarakat tidak akan efektif bila tidak didukung oleh layaknya keadaan ekonomi masyarakat. Sehingga kegiatan ini menjadi pilihan dakwah bil hal pesantren.

Pengembangan masyarakat dilaksanakan oleh Biro Pengabdian Masyarakat Pondok Pesantren Annuqayah (BPM-PPA). Dalam pembinaannya BPM membentuk kelompok-kelompok masyarakat binaan yang terdiri dari petani, pengrajin dan pedagang kecil dengan memberikan pendidikan pola-pola pertanian inovatif, ketrampilan dan bentuk-bentuk kerajianan baru, serta kridit bahan pertanian dan insentif modal tanpa bunga. Di samping itu, secara intensif BPM memanfaatkan media-media komunikasi tradisional masyarakat seperti pengajian dan sebagainya untuk menyampaikan misi-misi pembinaannya. Melalui media ini proses komunikasi tampak sangat efektif, sebab mengenai kegiatan keagamaan yang terbentuk di desa-desa memiliki kaitan emosional dengan para kiai-kiai sepuh pesantren Annuqayah sejak pertama kali dibukanya pengajian untuk masyarakat umum oleh kiai pada masa awal berdirinya pesantren Annuqayah.

Bila diklasifikasikan, bidang-bidang garapan BPM, yaitu meliputi a). pengembangan ekonomi pertanian, kerajinan dan home industries, b). Pendidikan ketrampilan dan pelatihan, c). Kesehatan.
Seluruh kegiatan menggunakan dana yang diperoleh dari masyarakat maupun lembaga Swadaya Masyarakat (LSM). Mengenai hubungan BPM-PPA dengan pihak LSM Seperti LP3ES (mitra pertama BPM-PPA), P3M, Yayasan Mandiri Bina Desa dan sebagainya dianggap sebagai suatu kerjasama yang diperlukan. Dalam menghadapi tuntutan perkembangan masyarakat dewasa ini tidak mungkin pesantren mampu mengatasinya sendiri tanpa bantuan dan kerjsama dengan pihak lain. Untuk program pengembangan masyarakat yang cukup kompleks, antara LSM dan pesantren dipandang memiliki kesamaan pandangan. Pengembangan masyarakat lapis bawah secara partsipatoris untuk menumbuhkan keswadayaan yang merupakan komitmen kalangan LSM pada dasarnya sejalan dengan pembebasan kaum tertindas serta pemberantasan kemiskinan sebagai perwujudan dakwah bagi kalangan pesantren.

Dengan demikian antara Annuqayah dan LSM dipertemukan oleh komitmen yang sama untuk mengangkat martabat masyarakat lapis bawah. Sehingga masing-masing pihak bersedia berperan dan menyumbangkan apa yang dimiliki. Pihak pesantren dengan pangaruh yang dimiliki berperan sebagai ujung tombak berhadapan langsung dengan masyarakat, sementara pihak LSM dengan keahliannya membuat konsep serta mencari dana. Dan untuk itu, tentu kedua pihak sama-sama memperoleh keuntungan.

Beberapa bentuk inovasi pengembangan masyarakat yang dilakukang BPM-PPA sejak tahun 1978 antara lain meliputi:

a. Pengembangan Teknologi Tepat Guna.

Pengembangan teknologi tepat guna (TTG) di PPA dikembangkan sebelum dan setelah latihan TTG di Pabelan Jawa Tengah yang diadakan LP3ES tahun 1980. Tiga orang delegasi Annuqayah yang diikutkan dalam latihan itu mulai mengembangkan beberapa jenis teknologi dengan lebih serius. Selama lima tahun terdapat 12 jenis teknologi yang berkembang di 11 desa dengan 100 orang tenaga terlatih. Adapan TTG tersebut antara lain:

1. Filterisasi/penjernihan/penapisan air, (1980).
2. Pompa hydram. (1980).
3. Mesin penetas telur, (1980).
4. Ferro cement, (1981)
5. Atap Ijuk Semen, (1980).
6. Pompa Tali (1982)
7. Tungku lorena (1981)
8. Alat Pemipil Jagung (1982)

b. Pengembangan Bidang Pertanian.

Karena rendahnya pengetahuan masyarakat dan masih kuatnya keyakinan mereka terhadap pola-pola pertanian lama yang sudah tidak efektif lagi, maka untuk memasyarakatkan inovasi-inovasi baru pertanian harus dilakukan secara bertahap dan hati-hati. Pertama, adalah menggugah kesadaran petani melalui ceramah-ceramah agama dan pengajian-pengajian. Kedua, memasukkan pola-pola bertani baru dalam kelompok pengajian dalam kesempatan sehabis ceramah, sambil menjelaskan teknik-teknik penanaman, pemupukan, pemberantasan hama hingga pengolahan pascapanen, sambil juga mengarahkan mereka akan pentingnya penyuluhan pertanian. Ketiga Mengundang jama,ah pengajian dalam penyuluhan pertanian. Sebab sebelumnya jarang sekali petani yang mau menghadiri penyuluhan pertanian. Keempat Mengadakan pelatihan; Latihan Ketrampilan Petani (LTP). Dengan latihan ini para peserta dapat mengenal teknik pengolahan tanah, teknik bercocok tanam jagung, kedelai, dan kacang-kacangan. Mengenal bibit unggul, usaha pembibitan, dan sebagainya. Inovasi bidang pertanian BPM-PPA ini kemudian mengangkat desa Guluk-Guluk dari desa swadaya tahun 1978, menjadi desa swasembada pada tahun 1981.

c. Pengembangan Bidang Ekonomi.

Kegiatan yang dilakukan antara lain adalah kegiatan usaha bersama (UB). Kegiatan ini dilatarbelakangi oleh banyaknya anggota masyarakat yang menjadi korban rentenir. Karena terdesak kebutuhan kemudian mereka menggadaikan tanahnya atau pohon kelapanya dan tidak bisa menebusnya kembali. Sehingga mereka semakin menderita karena kehilangan mata pencahariannya. Bentuk-bentuk usaha bersama yang dilakukan antara lain: usaha bersama pengadaan pupuk ( melayani segala kebutuhan pupuk petani setempat). Usaha bersama pengrajin tikar (memberikan modal dan mengarahkan para perajin tikar), dan sebagainya.

Langkah selanjutnya, adalah pembentukan koperasi. Untuk lebih mengembangkan dan menguatkan koperasi ini, BPM-PPA mengajak pesantren-pesantren partisipan yang cukup berpengaruh di Kabupaten Sumenep. Kemudian tahun 1987. BPM-PPA mengadakan Lokakarya Perencanaan Program Pengembangan Unit Usaha/Koperasi Lima Pondok Pesantren di Annuqayah pada tahun. Kelima pesantren partisipan itu sedang menjalankan koperasi batik, koperasi pelayanan pupuk, koperasi alat-alat tulis, koperasi pertukangan dan koperasi pengrajin genting.

d. Pengembangan Bidang Kesehatan dan Lingkungan Hidup.

Kegiatan penghijauan mulai dicanangkan sejak tahun 1978. Dimulai dari pembibitan beberapa jenis pohon seperti lamtorogung, akasia, turi dan kapu, dengan mengerahkan para santri dengan menanam bibit-bibit pohon itu terutama di sepanjang jalan di sekitar pesantren. Karena dinilai ada hasilnya upaya ini kemudian dikembangkan melaui kelompok-kelompok pengajian remaja yang beranggotkan 236 orang, di tambah kelompok-kelompok pengajian umum yang ada di masyarakat. Hanya dalam waktu tiga tahun keadaan pegunungan yang tandus, terutama di sekitar pesantren berubah menjadi hijau.
Kegiatan penghijauan itu, ditambah juga dengan usaha pengadaan air bersih dan sarana MCK. Melalui kegiatan pengajian dan tahlilan, BPM-PPA mengajak masyarakat untuk bergotong-royong membuat WC umum, pembuatan tempat mandi dan penyaringan air kali agar kali yang mengalir pun menjadi bersih dan suci. Dalam waktu dua tahun desa Guluk-Guluk telah memiliki 30 WC dan sembilan tempat mandi. Usaha penghijauan ini dan pengembangan sanitasi di Guluk-Guluk oleh BPM-PPA ini mengundang Mentri PPLH Emil Salim berkunjung ke Annuqayah tahun 1980.

Tidak berhenti di situ, kegiatan penghijauan terus dilanjutkan. Di sela-sela kesibukan di madrasah/sekolah, para santri yang bergabung dalam kegiatan BPM membuat pembibitan di dalam komplek pesantren. Dalam waktu dua tahun santri bersama anggota kelompok tahlilan telah menanam 500 pohon turi, 500 pohon kapuk, 1500 pohon lamtorogung, dan 200 ponon akasia, tersebar di desa Guluk-Guluk. Usaha itu memperoleh penghargaan Kalpataru dari Presidan pada tahun 1981.

Dalam hal pengadaan air bersih, hingga tahun 1995, BPM-PPA masih menangani tujuh proyek pengadaan air bersih dan satu proyek pengadaan pembangkit tenaga listrik di lima kecamatan di wilayah Kabupaten Sumenep. Selain itu usaha di bidang kesehatan yang nampak adalah pangadaan pos-pos obat, posyandu, dan pemanfaatan pekarangan berupa penanaman tanaman obat, sayur mayur, perikanan dan peternakan kelinci. Usaha in idimaksudkan untuk meningkatkan gizi masyarakat dan menambah pehasilan subsisten.

e. Pengembangan Bidang Pendidikan Ketrampilan dan Latihan Kader Tenaga Pengembangan Masyarakat (LTPM).

Dalam rangka meningkatkan ketrampilan para santri Annuqayah dan masyarakat, BPM-PPA mengadakan serangkaian pendidikan dan latihan ketrampilan. Bidang-bidang latihan ketampilan itu meliputi penjahitan, pertukangan, fotografi, sablon, penjilidan buku/kitab, kaligrafi, peternakan, perpustakaan, latihan teknologi tepat guna, pertanian, pendidikan kader kesehatan dan sejumlah latihan ketrampilan lainnya. Kecuali latihan-latihan yang memang hanya dikhususkan untuk para santri seperti ketrampilan mengetik, pendidikan pers, kursus bahasa inggris, penjilidan, fotografi dan sebagainya, latihan ini sebagian besar melibatkan masyarakat.

Demikian sejumlah kecil bentuk-bentuk kegiatan pengembangan masyarakat yang dilakukan oleh pesantren Annuqayah melalui Biro Pengabdian Masyarakatnya, yang menjadi konsern dan ciri khusus pesantren Annuqayah hingga saat ini. [*****]

Sumber:
1.     Ensiklopedi NU

Tidak ada komentar:

Posting Komentar