Selasa, 21 Februari 2017

Buya Syafii: Demagog, Demagogi, dan Kerentanan Massa



Demagog, Demagogi, dan Kerentanan Massa
Oleh: Ahmad Syafii Maarif

Berasal dari bahasa Yunani, demos = rakyat, agógos = pemimpin/penghasut, maka demagog adalah pemimpin atau penghasut politik yang pandai membakar naluri massa/gerombolan untuk meraih tujuan-tujuan tertentu. Demagogi adalah perbuatan menghasut itu sendiri. Dalam suasana terhina, kalah, dan perasaan malu, seorang demagog akan sangat lihai dan piawai membakar dan menghasut massa untuk mengubah iklim politik yang tak menentu agar berpihak kepadanya.

Demikianlah, di era modern rakyat Jerman yang merasa terhina dan dirugikan oleh Perjanjian Versailles pada 28 Juni 1919 pasca PD (Perang Dunia) I, tampil seorang demagog ulung, Adolf Hitler (1889-1945), the Führer (Pemimpin), untuk menguasai situasi dengan membakar naluri rakyatnya dengan tujuan agar mempercayainya menjadi pemimpin masa depan Jerman. Hitler berhasil dengan gemilang selama beberapa tahun, sampai akhirnya dia bunuh diri setelah kalah perang dalam PD II. Perjanjian Versailles mengakhiri perang PD I antara Jerman dan pihak sekutu, persis lima tahun setelah terbunuhnya Archduke Franz Ferdinand dari Austria sebagai penyulut langsung perang itu.

Dalam situasi kalah dan hina, rakyat Jerman yang punya peradaban tinggi itu ternyata juga sangat rentan termakan hasutan seorang demagog. Di Indonesia, sebagian umat Muslim yang merasa terhina dan kalah juga demikian mudah menjadi korban untuk digiring ke arah tujuan yang digariskan oleh para demagog dalam skala yang kecil. Keadaan akan menjadi semakin panas manakala para demagog itu berlindung di balik nama Tuhan sambil membajak-Nya. Fenomena demagogi ini berlaku di berbagai bagian dunia, termasuk di dunia Muslim, Indonesia tidak terkecuali. Iman tanpa kawalan akal sehat ternyata cukup rapuh untuk dimainkan para demagog.

Di Irak dan Suriah Abu Bakr al-Baghdadi, pemimpin ISIS, adalah juga seorang demagog andal. Ketika dunia Arab sedang tiarap karena kalah dan terhina, al-Baghdadi telah memanfaatkan suasana rentan ini dengan membentuk kekhilafahan sebagai solusi yang dibayangkan bagi pemulihan harga diri dan martabat. Banyak anak muda Arab dan anak muda Muslim dari berbagai bangsa terbius oleh seruan demagoginya. Maka atas nama Tuhan mereka siap berjibaku ke Irak dan Suriah. Alangkah nahasnya sebagian umat Muslim ini, mau menyabung nyawa memenuhi panggilan sang demagog.

Kabarnya sejumlah sekian ratus anak muda Indonesia sudah termakan oleh demagogi al-Bahgdadi ini. Teologinya memuat kebenaran tunggal: Islam yang sahih adalah Islam yang keluar dari mulut demagog. Mengapa ISIS dipandang demikian hebat? Kita ikuti penjelasan Dr Najih Ibrahim Abdullah Sayid, mantan ketua Dewan Syura al-Jama'ah al-Islamiyah Mesir yang kini telah berubah menjadi seorang Muslim moderat setelah sebelumnya dipenjarakan selama 24 tahun karena terlibat dalam pembunuhan Presiden Anwar Sadat pada 6 Oktober 1981.

Kutipan pendapat Najih Ibrahim:
ISIS di Irak saat ini seolah menjadi kekuatan terbesar di dunia dan seluruh negara dunia lemah di hadapan ISIS, itulah pandangan publik di Mesir pada Februari 2016 lalu. Saya menjelaskan bahwa penyebab pencitraan ISIS sebagai organisasi yang kuat dikarenakan Amerika Serikat, Prancis, Inggris, Rusia, Iran, milisi Syiah Hizbullah Lebanon dan Angkatan Bersenjata Suriah kesemuanya terlibat dalam pemberantasan ISIS dan sampai sekarang belum berhasil. Tidak cukup sampai hal itu, sampai Aliansi Internasional pun harus meminta bantuan negara Teluk untuk memerangi ISIS di Suriah menggunakan tank dan pesawat tempur, akan tetapi belum juga berhasil. (Lihat Dr Najih Ibrahim, Bahaya Mimpi al-Baghdadi, ter. Mush'ab Muqoddas Eka Purnomo. Yogyakarta: Reviva Cendekia, 2016, hlm 60).

Benarkah ISIS itu demikian kuat sehingga aliansi internasional dibikin tak berdaya? Najih Ibrahim dengan lantang membantahnya. Kita kutip: “Pencitraan itu merupakan pembodohan negara Barat dari negara Arab dan dari negara Teluk atas krisis Suriah dengan penuh kedengkian dan sektarian.” (Ibid). Pihak Barat, khususnya Amerika Serikat, terlibat dalam krisis Suriah jelas punya target jangka jauh: agar Israel menjadi satu-satunya negara terkuat di kawasan itu!

Sekarang di mana pula posisi Iran? Najih Ibrahim menjawab: “Iran membentuk puluhan milisi bersenjata di berbagai tempat di Irak dan Suriah sebagai bentuk kepanjangan tangan Iran dalam konflik di Suriah, yang disiapkan untuk menyerang negara Teluk sampai terpecah menjadi negara-negara kecil yang lemah dan miskin serta saling berkonflik.” (Ibid, hlm 61). Dalam pada itu Arab Saudi terlibat dalam konflik Suriah dan Yaman adalah dalam upaya melawan hegemoni Iran di kawasan itu. Alangkah pandirnya dunia Muslim ini.

Akhirnya, kepada mereka yang masih percaya kepada demagogi para demagog, saya sarankan agar meninggalkan aliran bumi datar, mau naik kelas menjadi penganut aliran bumi bulat, untuk mengutip ungkapan Denny Siregar dalam sebuah artikel di medsos. Jangan habiskan umur untuk sesuatu yang maya dan sia-sia atas nama iman. []

REPUBLIKA, 14 February 2017
Ahmad Syafii Maarif | Mantan Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah

Tidak ada komentar:

Posting Komentar