Kamis, 05 Januari 2017

BamSoet: Mewaspadai Aksi Teror pada Awal 2017



Mewaspadai Aksi Teror pada Awal 2017
Oleh: Bambang Soesatyo

JANGAN lengah, karena IS dan sel-selnya di Indonesia masih terus mencari peluang melancarkan serangan. Maka, pascaperayaan Natal 2016 dan menapaki awal tahun 2017, Polri bersama TNI dan semua elemen masyarakat tetap harus waspada.

Sebab, para pentolan IS yang mengendalikan sel-sel mereka di Indonesia sangat kecewa atas rangkaian kegagalan melakukan amaliyah sepanjang Desember 2016. Masyarakat di semua kota besar di Indonesia, pada Sabtu (31/12) tengah malam, bisa merayakan detik-detik pergantian tahun dalam suasana meriah, tanpa rasa cemas. Tidak ada laporan tentang gangguan yang serius.

Perayaan pergantian tahun yang meriah dan aman itu menandai kegagalan selsel IS di Indonesia melancarkan teror sepanjang Desember 2016. Kegagalan sel-sel IS di dalam negeri itu merupakan hasil kerja keras Detasemen Khusus (Densus) 88 Anti-Teror Mabes Polri.

Pascakekalahan di Aleppo, Suriah, para pentolan IS yang marah, semakin intensif memerintahkan para simpatisannya di berbagai negara melakukan serangan. Dan, dalam rentang waktu singkat, Turki setidaknya tiga kali diguncang oleh serangan simpatisan IS.

Paling menghebohkan adalah pembunuhan Duta Besar Rusia untuk Turki, Andrey Karlov, di Ankara pada Senin (19/12/2016). Bahkan, pada hari yang sama, pasar Natal di Breitscheidplatz, Berlin, Jerman, juga mendapatkan serangan mematikan. Sebuah truk sengaja di tabrakan ke kerumunan warga, menewaskan 12 orang serta melukai 49 orang lainnya. Untuk serangan di Ankara dan Berlin itu, IS mengaku bertanggung jawab.

Kurang lebih seminggu sebelumnya, Turki juga berduka karena teror bom. Pada Sabtu (10/12/2016), dua bom meledak dalam waktu hampir bersamaan, menyebabkan 29 orang tewas dan 166 terluka di luar stadion sepak bola Istanbul.

Tak berhenti sampai di situ, IS kemudian melampiaskan kemarahannya kepada pemerintah Turki dengan merilis penyiksaan terhadap dua tentara Turki yang dibakar hidup-hidup pada Kamis (22/12/2016). IS dan para simpatisannya marah, karena Turki merupakan anggota aliansi militer NATO, serta bagian dari koalisi Amerika Serikat yang memerangi IS.

Pada Agustus 2016, Turki melancarkan serangan militer basis ISIS di Suriah. Para pentolan IS juga diketahui marah pada pemerintah Indonesia. Mereka mencoba melampiaskan kemarahan itu kepada Polri. Sudah beberapa polisi dan fasilitas Polri menjadi target serangan.

Saat ini, kemarahan IS terhadap Polri itu diyakini telah memuncak karena Densus 88 Anti-Teror secara beruntun berhasil menggagalkan rencana serangan oleh sel-sel IS di Indonesia. Sel-sel IS itu diperintahkan untuk menyerang sejumlah objek vital. Seperti diketahui, pada Jumat, 18 November 2016, Densus 88 Anti-teror menyergap lima terduga teroris di Bekasi.

Kelompok ini berencana meledakan bom bunuh diri di Istana Negara. Pada hari yang sama, Tim Densus juga mengamankan seorang yang diduga simpatisan IS di depan Polsek Kalideres, Jakarta Barat. Merespons perintah serangan dari para pentolan IS itu, Densus 88 Antiteror mengintensifkan penyergapan.

Tak tanggung-tanggung, Densus 88 langsung beroperasi di empat daerah, meliputi Tangerang Selatan, Payakumbuh, di Sumatera Barat, Penyergapan di Deli Serdang, Sumatera Utara, dan Penyergapan di Batam. Dari operasi di empat daerah itu, Densus 88 mengamankan tujuh terduga teroris.

Untuk menutup ruang gerak sel-sel IS di dalam negeri, Polri menetapkan status Siaga Satu pada hari persiapan perayaan Natal, 24 Desember 2016. Bahkan, pada malam Natal itu, Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo dan Kapolri Jenderal Tito Karnavian ikut melakukan patroli di sejumlah rumah ibadah di Jakarta.

Pekan terakhir 2016 hingga kemeriahan perayaan pergantian tahun boleh dilihat sebagai pertanda bahwa sel-sel IS di dalam negeri tidak mendapat ruang untuk melancarkan aksi mereka. Namun, baik Polri, TNI maupun semua elemen masyarakat tidak boleh lengah. Potensi ancaman yang ditebar sel-sel IS di ruang publik bukan lagi cerita isapan jempol.

Mereka ada di tengah kehidupan warga dan selalu mengintai, menunggu waktu yang tepat untuk melaksanakan aksinya. Sel-sel IS di dalam negeri selalu berkomunikasi dengan rekan-rekan mereka yang sudah bergabung dengan kelompok militan itu, baik di Suriah maupun Irak.

Menurut Kementerian Luar Negeri RI, saat ini masih ada 2.000-an WNI (warga negara Indonesia) di Suriah. Sebagian besar dari jumlah itu tidak terdaftar, baik keberangkatannya maupun sesampainya di Suriah.

Dari jumlah itu, Polri mencatat bahwa tidak kurang dari 500 WNI sudah bergabung dengan IS sampai dengan Oktober 2016. Terdapat peningkatan jumlah, karena pada bulan Januari 2016, jumlah WNI yang bergabung dalam IS di Suriah masih sekitar 200 orang. []

SUARA MERDEKA, 3 Januari 2017
Bambang Soesatyo | Ketua Komisi III DPR RI

Tidak ada komentar:

Posting Komentar