Selasa, 10 Januari 2017

Hasyim Muzadi: Hoax, Bentuk Kekufuran?



Hoax: Bentuk Kekufuran?
Oleh: KH. A. Hasyim Muzadi

Dapatkah penyebar hoax, berita tak berdasar fakta, disebut sebagai fasikpelanggar perintah Allah? Kalau menggunakan tafsir beberapa ayat dalam Alquran, penyebar hoaxsangat mungkin disebut fasik. Perbuatan ini sangat dikutuk oleh agama dan Allah mendudukkan kaum fasiquunpelaku sifat fasiksederajat dengan pelaku kufrpelaku kekufuran. Dalam bingkai ini, maka penyebar hoaxsecara sadar telah menyeret dirinya menuju bibir sumur kekufuran.

Pelaku kufrdisebut dengan kafir. Afaman kaana mu'minan kaman kaana faasiqan? Laa yastawuunApakah orang-orang beriman itu sama dengan orang-orang yang fasik? Mereka tidak sama. (QS as-Sajdah [32]: 18). Dalam potongan ayat ini, Allah menjelaskan bahwa dalam ukuran tertentu, orang-orang fasik berdiri berseberangan dan berada dalam kutub yang berhadap-hadapan dengan kelompok orang beriman. Allah tegaskan tak sama orang fasik dengan orang beriman.

Dalam kaitan inilah, kita tengah dirundung kesedihan teramat sangat akibat merebaknya hoax. Ada kelompok tertentu menggunakan hoaxsebagai senjata untuk mengalahkan lawan-lawannya. Ada kelompok petualang yang sengaja memancing di air keruh untuk menyulut keresahan. Ada sekelompok orang, dengan target dan tujuan tertentu, menyiksa bangsa dengan kabar tak berdasar, berita-berita yang disadari telah membuat tiang-tiang persatuan kita berderak.

Deraknya terasa kencang dan kuat karena sudah menyentuh sendi-sendi Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Kalau dibiarkan, akan muncul sikap saling curiga, menumbuhkan bibit permusuhan, saling intai, saling intip, dan saling memendam bara. Bara dendam ini, jika dibiarkan, akan menjadi sebab rusaknya harmoni sosial yang selama sekian tahun kita bangun. Di beberapa negeri lain, hoaxtelah menyebabkan perang saudara. Di Timur Tengah contohnya.

Di surah lain, Allah memberi gambaran bagaimana kita seharusnya bersikap dan menyikapi penyebar hoax. Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik membawa suatu berita, maka periksalah dengan teliti agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu. (QS al-Hujurat [49]: 6). Sangat berbahaya jika kita mengabaikan perintah fatabayyanuu, lakukanlah klarifikasi dan verifikasi.

Dalam kehidupan yang dipenuhi dengan sebaran hoaxyang luar biasa, di mana sebagian masyarakat mulai kurang percaya terhadap lembaga dan institusi resmi, maka klarifikasi dan verikasi mesti dilakukan hatta terhadap orang-orang yang punya kedudukan tertentu sekalipun. Ayat ini, demikian salah satu asbabun nuzul-nya, juga karena kasus yang menyangkut nama seseorang yang justru berkedudukan sebagai utusan baginda Muhammad SAW.

Adalah al-Walid Ibn 'Uqbah Ibn Abi Mu'ith yang ditugaskan Nabi untuk menerima hasil pengumpulan zakat di lingkungan Bani al-Musthalaq. Begitu sampai kabar bahwa akan datang seorang petugas pemungut zakat utusan Rasul, masyarakat keluar rumah bersiap memberi sambutan. Rupanya al-Walid salah sangka. Ia mengira orang-orang keluar rumah karena ingin memberi perlawanan, berencana menyerangnya. Menyerang petugas zakat yang diperintahkan Rasulullah.

Ia balik kanan dan melapor kepada Nabi. Isi laporannya: Bani al-Musthalaq enggan membayar zakat dan bermaksud menyerang Nabi. Dalam riwayat lain, bahkan disebutkan mereka telah keluar dari Islam alias murtad. Tentu saja Nabi tidak serta-merta memercayai kabar itu. Beliau meminta sahabat Khalid Ibn Walid RA untuk mencari tahu. Melakukan klarifikasi dan verifikasi. Hasilnya: mereka mengumandangkan azan dan melakukan shalat berjamaah.

Menyebar berita tak benar adalah perbuatan fasik. Dalam bahasa Arab, berita disebut khabar. Tetapi, dalam ayat di atas, yang diingatkan bukan sekadar khabar, tetapi naba-un. Naba-unbukan semata berarti berita atau kabar. Naba-unadalah berita penting, terkait kehidupan banyak orang, menyangkut hajat orang banyak, dan persoalan yang kalau tidak disikapi dengan benar akan mengganggu ketertiban umum dan harmoni sosial. Taat bayar zakat adalah bukti pelaksanaan rukun Islam.

Tak bayar zakat berarti mengabaikan rukun Islam. Ayat 6 surah al-Hujurat diawali: Ya ayyuhal ladziina aamanuu, in jaa-akum faasiqun bi naba-in, fatabayyanuuHai orang-orang beriman, jika datang kepada kalian seorang fasik membawa suatu berita, maka sungguh-sungguhlah mencari kejelasan . Nah, belakangan sosial media kita diramaikan oleh ratusan, ribuan, bahkan mungkin jutaan hoax. Menyerang secara sistematis dan masif hingga masuk ke ruang-ruang paling privat.

Dengan produk gadgetyang sudah luar biasa canggih, sebaran hoaxmengisi ruang-ruang otak kita yang sebenarnya sudah overload. Sering karena sentimen tertentu, hoaxmenjadi panduan kita dalam bersikap. Sering pula hoaxmenjadi penyebab rusaknya hubungan kekeluargaan. Nyaris semua persoalan sehari-hari dibumbui dengan hoaxsebagai dasar dan landasannya. Sedihnya, majelis-majelis taklim kita sering juga saling bergesekan akibat hoax.

Setelah disadari demikian berbahayanya penyebaran hoaxtersebut, kini tiba saatnya kita duduk bersama. Melakukan tabayun. Menanyakan benar tidaknya. Menanyakan siapa sumber beritanya. Menanyakan dasar-dasar hukumnya. Menanyakan mengapa berita itu disampaikan. Sebab, tidak semua berita bisa jadi konsumsi semua orang. Ada kalanya berita hanya untuk diketahui dan tak baik untuk disebar. Jangan lupa, menyebar hoaxbisa jadi melakukan pekerjaan fasik.

Pekerjaan fasik bisa dikategorikan kekufuran. Sebelum kita terjebak dalam framingkekafiran ini, ayo kitakita semuasegera bertobat atau memohonkan ampun bagi sesama. Memohon kepada Allah agar Dia berkenan mengampuni kesalahan kita dan mengembalikan kita ke dalam jalinan silaturahim. Hanya dengan silaturahim perasaan saling curiga dan dendam akan teratasi. Hindari dan buanglah hoaxdemi kebaikan bersama. Wallaahu a'lamu bishawab. []

REPUBLIKA, 08 January 2017
Hasyim Muzadi | Mantan Ketua Umum PBNU

Tidak ada komentar:

Posting Komentar