Kamis, 19 Januari 2017

Buya Syafii: Krisis Politik di Turki (IV)



Krisis Politik di Turki (IV)
Oleh: Ahmad Syafii Maarif

Di mata Burak, hanya tersedia dua kemungkinan bagi masa depan politik Turki: berlakunya sebuah sistem dinasti atau hancur. Tidak difikirkan kemungkinan ketiga: terciptanya sebuah kompromi politik—sebagaimana yang saya sarankan—, demi menghindari dua kemungkinan yang dilihat Burak. Sistem dinasti dalam sebuah bangunan republik demokrasi mengandung pertentangan dalam dirinya, sebab menutup peluang bagi tokoh lain di luar lingkungan keluarga untuk tampil sebagai pemimpin formal. Adapun kemungkinan masa depan Turki yang suram, jika bukan berantakan, tentu harus dicegah dan dihindari. Semua elite politik Turki semestinya cukup dewasa dan jernih memikirkan masa depan bangsanya yang telah dibangun dengan susah payah melalui kekuasaan sipil oleh AKP.

Bagi terciptanya sistem dinasti, Burak menyebut bahwa Erdogan mungkin menyiapkan penggantinya yang berasal dari anak atau menantunya yang memang memperoleh pendidikan tinggi di berbagai universitas di Amerika Serikat. Ada tiga kandidat yang menonjol: Sumeyye Erdogan (perempuan), dan dua menantunya: Berat Albayrak dan Selcuk Bayrakter. Tetapi, menurut Burak, gerakan ke arah sistem dinasti ini pasti akan mendapat perlawanan, termasuk dari orang dekat Erdogan. Dilemanya justru terletak di sini, tulis Burak. Jika Erdogan tidak menyiapkan penggantinya dengan tetap memusatkan kekuasaan di tangannya sendiri, maka sistem politik yang telah dibangun Erdogan selama ini akan hancur, sebab dia tidak mungkin berkuasa selama-lamanya. Akibatnya, masa depan politik Turki akan goncang dan perpecahan dalam AKP sendiri sukar dihindari.

Sebenarnya Erdogan punya empat anak: Burak, Esra, Bilal, dan Sumeyye. Bilal sebenarnya cukup mumpuni, tetapi pada tahun 2003 dia disebut terlibat dalam skandal korupsi yang menghebohkan itu. Namanya sudah cacat di mata publik. Maka, akhirnya, menurut Burak, yang punya peluang besar untuk menggantikan Erdogan adalah menantunya Berat Albayrak, suami Esra, dengan latar belakang pendidikan M.B.A. di sebuah universitas Amerika.

Pada bagian akhir artikel Burak, pesimisme itu tidak bisa dibendung lagi. Apa pun pilihan Erdogan, muaranya akan memupus semua harapan. Tetapi satu yang nyaris pasti, prediksi Burak, Musim Dingin Turki akan datang, baik dalam bentuk dinasti autokratik atau dalam bentuk perselisihan internal yang disebabkan oleh perbelahan etnis dan politik yang gagal didamaikan, seperti kelompok sekuler berhadapan dengan kelompok Islamis. Pihak oposisi tentu akan lebih gembira sekiranya sistem yang telah dibangun Erdogan benar-benar hancur, karena melalui mekanisme demokrasi mereka telah kehabisan akal untuk mengalahkannya.

Inilah Turki, saudaraku, yang semula menjadi tumpuan harapan bangsa-bangsa Muslim, kini sedang berada di persimpangan jalan terjal dan licin. Tabiat Erdogan yang enggan berbagi kuasa dengan partai-partai lain telah memicu polarisasi politik yang semakin ruwet dan panas. Untung saja posisi militer Turki dalam keadaan lemah. Mitranya Mursi di Mesir hanya sempat berkuasa dalam tempo singkat, Erdogan jauh lebih beruntung, tetapi untuk berapa lama bisa tahan? Alangkah rumitnya mengawinkan nilai-nilai Islam dengan sistem kekuasaan, tidak dalam teori, tetapi sepenuhnya dalam praktik. Ada pendapat lain dari tuan dan puan? Siapkan argumen yang kuat, jangan asal bunyi, seperti banyak kelakuan di medsos! []

REPUBLIKA, 17 January 2017
Ahmad Syafii Maarif | Mantan Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah

Tidak ada komentar:

Posting Komentar