Senin, 16 Januari 2017

(Ngaji of the Day) Hukum Penggunaan Barang Bajakan atau KW (1)



Hukum Penggunaan Barang Bajakan atau KW (1)

Pertanyaan:

Assalamu ‘alaikum wr. wb.
Redaksi Bahtsul Masail NU Online yang kami hormati. Apa hukumnya menggunakan barang-barang bajakan, yang biasanya disebut “barang kw”? Kemudian bagaimana kalau barang bajakan tersebut digunakan untuk ibadah? Seperti baju koko, cd shalawat, dan lain sebagainya. Mohon jawabannya. Terima kasih banyak sebelumnya. Wassalamu alaikum wr. wb.

Mizanuddin AS

Jawaban:

Assalamu ’alaikum wr. wb.
Penanya yang budiman, semoga Allah SWT menurunkan rahmat-Nya untuk kita semua. Terkait apa yang disampaikan di atas, setidaknya kita menemukan dua pokok masalah berbeda yang ditanyakan. Pertama, apa hukumnya menggunakan barang bajakan atau barang kw. Kedua, bagaimana, mungkin maksudnya, apa konsekuensinya mengenakan barang bajakan untuk ibadah.

Pada kesempatan ini kita hanya membahas pertanyaan pertama. Pertanyaan kedua akan diperjelas pada kesempatan berikutnya, insya Allah.

Kalau merujuk Tesaurus Bahasa Indonesia yang dikeluarkan Pusat Bahasa Depdiknas 2008, “bajak, membajak” bermakna memalsukan, mencuri, menggandakan, meniru, menjiplak. Sementara “pembajakan” bermakna lain pemalsuan, pencurian, penggandaan, penjiplakan, penyamunan, dan perampokan.

Barang bajakan atau barang “KW” yang dimaksud belum kami tangkap dengan jelas. Apakah barang bajakan itu berbeda dari barang “KW”. Atau keduanya merujuk pada pengertian yang sama. Ini masih belum jelas bagi kami. Karenanya perbedaan atau persamaan keduanya mesti jelas terlebih dahulu.

Untuk barang bajakan, kami menduga bahwa barang yang dimaksud oleh pertanyaan ini adalah sebuah produk atau karya kreatif yang digandakan secara massal di luar izin pemegang hak atas produk atau karya kreatif tersebut.

Perlu diketahui bahwa masalah penggandaan ini muncul setelah era industri di mana sebuah produk atau karya ini bisa dicetak dan diproduksi dalam jumlah besar seperti kepingan cd yang memuat film atau musik, atau penggandaan isi buku tanpa seizin pemegang hak cipta.

Lalu bagaimana hukum fikih memandang masalah peredaran bajakan ini? Lembaga Fatwa Mesir, Darul Ifta Al-Mishriyyah melansir keterangan berikut melalui websitenya yang diakses pada Kamis, 5 Maret 2015. http://www.dar-alifta.org/ViewFatwa.aspx?ID=426

حقوق التأليف والاختراع أو الابتكار مصونة شرعا، ولأصحابها حق التصرف فيها، ولا يجوز الاعتداء عليها والله أعلم. وبناء على ذلك: فإن انتحال الحقوق الفكرية والعلامات التجارية المسجلة لأصحابها بطريقة يفهم بها المنتحل الناس أنها العلامة الأصلية هو أمر محرم شرعا يدخل في باب الكذب والغش والتدليس، وفيه تضييع لحقوق الناس وأكل لأموالهم بالباطل

Artinya, “Hak karya tulis dan karya-karya kreatif dilindungi secara syara’. Pemiliknya memunyai hak pendayagunaan karya-karya tersebut. Siapapun tidak boleh berlaku zalim terhadap hak mereka. Berdasarkan pendapat ini, kejahatan plagiasi terhadap hak intelektual dan hak merk dagang yang terregistrasi dengan cara mengakui karya tersebut di hadapan publik, merupakan tindakan yang diharamkan syara’. Kasus ini masuk dalam larangan dusta, pemalsuan, penggelapan. Pada kasus ini, terdapat praktik penelantaran terhadap hak orang lain; dan praktik memakan harta orang lain dengan cara batil.”

Keterangan di atas mendidik kita untuk mengapresiasi karya orang lain (meskipun dalam proses kreatifnya orang tersebut menerima pengaruh dari karya orang yang lain lagi). Apresiasi yang dimaksud dalam konteks ini adalah membeli produk kreatif yang memiliki hak cipta dan tentu saja tidak membeli produk bajakannya.

Saran kami, belilah produk yang memegang hak cipta karena agama sendiri melindungi hak cipta. Dengan begitu, kerelaan pemegang hak cipta memberikan berkah kepada kita sebagai konsumennya.

Apresiasi dengan membeli karya aslinya dapat menumbuhkan dan menggerakkan kreativitas banyak orang karena mereka mendapat tempat dan dihargai dari apresiasi tersebut. Dengan membeli barang aslinya, kita ikut menghidupi ribuan buruh industri dan ratusan pegawai yang terlibat pada peredaran pasar terkait produk tersebut. Hal ini memang membutuhkan kesadaran kita semua.

Demikian jawaban yang dapat kami kemukakan. Semoga bisa dipahami dengan baik. Kami selalu terbuka untuk menerima saran dan kritik dari para pembaca.

Wallahul muwaffiq ila aqwamith thariq,
Wassalamu alaikum wr. wb.

Alhafiz Kurniawan
Tim Bahtsul Masail NU

Tidak ada komentar:

Posting Komentar