Senin, 23 Januari 2017

(Ngaji of the Day) Hukum Geser usai Shalat Fardlu untuk Shalat Sunah



Hukum Geser usai Shalat Fardlu untuk Shalat Sunah

Pertanyaan:

Assalamu ’alaikum wr. wb.
Pak Ustadz yang terhormat, saya ingin menanyakan hukum mengenai perpindahan atau geser dari tempat semula yang dijadikan untuk shalat fardlu ke tempat lain ketika hendak menjalankan shalat sunah. Praktik seperti ini sudah lazim di mana-mana.

Ketika seseorang telah selesai menjalankan shalat fardlu, dan ingin menjalankan shalat sunah, maka ia biasanya bergeser ke tempat lain. Bagaimana hukum pergeseran atau perpindahan tersebut? Mohon penjelasannya, karena saya juga melakukan hal yang seperti tetapi belum tahu dasar hukumnya. Atas penjelasannya saya ucapkan terima kasih banyak. Wassalamu ’alaikum wr. wb.

Musa – Bekasi Utara

Jawaban:

Assalamu ’alaikum wr. wb.
Penanya yang budiman, semoga Allah menurunkan rahmat-Nya untuk kita semua. Sebagaimana yang kita pahami bersama, shalat sunah merupakan pelengkap dari shalat fardlu.

Rasulullah SAW dalam salah satu sabdanya—yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim melalui jalur Zaid bin Tsabit—menganjurkan untuk menjalankan shalat sunah di rumah. Tentunya tidak semua shalat sunah dianjurkan untuk dilaksanakan di dalam rumah seperti shalat Id dan shalat sunah gerhana.

Atas dasar ini para ulama dari kalangan Madzhab Syafi’i menyatakan bahwa jika shalat itu termasuk dari shalat yang setelahnya dianjurkan untuk menjalankan shalat nafilah atau shalat sunah, maka orang yang ingin mengerjakan shalat sunah tersebut dianjurkan melaksanakannya di rumah.

قَالَ اَصْحَابُنَا اِنْ كَانَتِ الصَّلَاةُ مِمَّا يُتَنَفَّلُ بَعْدَهَا فَالسُّنَّةُ اَنْ يَرْجِعَ إِلَى بَيْتِهِ لِفِعْلِ النَّافِلَةِ لِاَنَّ فِعْلِهَا فِي الْبَيْتِ اَفْضَلُ " لِقَوْلِهِ صَلَّي اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ صَلُّوا اَيُّهَا النَّاسِ فِي بُيُوتِكُمْ فَاِنَّ أَفْضَلَ صَلَاةِ الْمَرْءِ فِي بَيْتِهِ اِلَّا الْمَكْتُوبَةَ " رَوَاهُ الْبُخَارِيُّ وَمُسْلِمٌ مِنْ رِوَايَةِ زَيْدِ بْنِ ثَابِتٍ رَضِىَ اللهُ تَعَالَي عَنْهُ

Artinya, “Menurut para ulama dari kalangan kami (Madzhab Syafi’i) bahwa jika shalat itu merupakan yang termasuk disunahkan untuk melakukan shalat sunah setelah shalat tersebut, sebaiknya seseorang untuk kembali rumahnya untuk menjalankan shalat sunah (nafilah). Sebab, menjanlakan shalat sunah tersebut lebih utama dilaksanakan di rumah karena terdapat sabda Nabi saw yang menyatakan: ‘Wahai manusia, shalatlah di rumah kalian, karena yang paling utama shalatnya seseorang adalah di rumah kecuali shalat maktubah’. Hadits riwayat Bukhari dan Muslim dari Zaid bin Tsabit ra,” (Lihat Muhyiddin Syaraf An-Nawawi, Al-Majmu’ Syarhul Muhadzdzab, Jeddah, Maktabah Al-Irsyad, juz III, halaman 472).

Sampai titik ini tidak ada persoalan berarti. Namun persoalan akan muncul jika orang yang sehabis shalat fardlu di masjid dan tidak ingin pulang ke rumah dulu tetapi ingin melaksanakan shalat sunah di masjid saja, misalnya. Apa yang sebaiknya ia lakukan, apakah ia shalat sunah di tempat yang telah digunakan untuk shalat fardlu?

Dalam kasus yang seperti ini menurut ulama dari kalangan Madzhab Syafi’i—sebagaimana dikemukakan oleh Muhyiddin Syaraf An-Nawawi—ia disunahkan untuk bergeser atau pindah sedikit dari tempat semula ke tempat lain. Pertanyannya adalah kenapa ia disunahkan bergeser dari tempat semula? Jawaban yang tersedia menyatakan bahwa hal tersebut untuk memperbanyak tempat sujud. Demikian menurut Al-Baghawi dan ulama yang lain.

قَالَ أَصْحَابُنَا فَإِنْ لَمْ يَرْجِعْ إِلَى بَيْتِهِ وَأَرَادَ التَّنَفُّلَ فِي الْمَسْجِدِ يُسْتَحَبُّ أَنْ يَنْتَقِلَ عَنْ مَوْضِعِهِ قَلِيلاً لِتَكْثِيرِ مَوَاضَعِ سُجُودِهِ ، هَكَذَا عَلَّلَهُ الْبَغَوِيُّ وَغَيْرُهُ

Artinya, “Menurut para ulama dari kalangan kami, apabila orang yang shalat tidak segera kembali ke rumah, dan masih tetap ingin melaksanakan shalat nafilah di dalam masjid, maka disunahkan baginya untuk bergeser sedikit dari tempatnya semula demi memperbanyak tempat sujudnya. Demikian ini illat atau alasan di balik anjuran berpindah atau bergerser sebagaimana dikemukakan Al-Baghawi dan selainnya,” (Lihat Muhyiddin Syarf An-Nawawi, Al-Majmu’ Syarhul Muhadzdzab, juz III, halaman 472).

Logika yang dibangun Al-Baghawi dan ulama lain menarik untuk dicermati. Memperbanyak tempat sujud sama artinya memperbanyak tempat ibadah. Karena tempat sujud kelak akan akan menjadi saksi bagi orang yang bersujud di tempat tersebut sebagaimana firman Allah swt: “Pada hari itu bumi menceritakan beritanya,” (QS Az-Zalzalah [99]: 4). Artinya, bumi akan mengabarkan apa yang diperbuat kepadanya. Demikian yang kami pahami dari pernyataan Asy-Syaukani berikut ini.

وَالْعِلَّةُ فِي ذَلِكَ تَكْثِيرُ مَوَاضِعِ الْعِبَادَةِ كَمَا قَالَ الْبُخَارِيُّ وَالْبَغَوِيُّ لِأَنَّ مَوَاضِعَ السُّجُودِ تَشْهَدُ لَهُ كَمَا فِي قَوْلِهِ تَعَالَى { يَوْمَئِذٍ تُحَدِّثُ أَخْبَارَهَا } أَيْ تُخْبِرُ بِمَا عُمِلَ عَلَيْهَا

Artinya, “Illat di balik (anjuran untuk bergeser sedikit, pent) adalah memperbanyak tempat ibadah sebagaimana dikemukakan Al-Bukhari dan Al-Baghawi. Sebab tempat sujud kelak akan menjadi saksi baginya sebagaimana firman Allah: ‘Pada hari itu bumi menceritakan beritanya,’ (QS Az-Zalzalah [99]: 4). Maksudnya adalah bumi akan mengabarkan apa yang diperbuat di atasnya,” (Lihat Muhammad Asy-Syaukani, Nailul Awthar, Idarah At-Thiba’ah Al-Muniriyyah, juz III, halaman 241).

Selanjutnya bagaimana jika orang tersebut setelah shalat fardlu enggan bergeser sedikit untuk menjalankan shalat sunah? Apa yang sebaiknya ia lakukan jika ingin menjalankan shalat sunah? Solusi yang ditawarkan dalam konteks ini adalah sebaiknya ia memisah di antara shalat fardlu dan shalat sunah dengan berbicara kepada orang lain.

فَإِنْ لم يَنْتَقِلْ إِلَى مَوْضِعٍ آخَرَ فَيَنْبَغِي أَنْ يَفْصِلَ بَيْنَ الْفَرِيضَةَ وَالنَّافِلَةَ بِكَلَامِ إِنْسَانٍ

Artinya, “Namun jika ia enggan berpindah atau bergeser ke tempat lain, maka sebaiknya ia memisah antara shalat fardlu dan nafilah dengan cara berbicara dengan orang lain,” (Lihat Muhyiddin Syarf An-Nawawi, Al-Majmu’ Syarhul Muhadzdzab, juz III, h 472).

Demikian jawaban yang dapat kami kemukakan. Semoga bisa dipahami dengan baik. Kami selalu terbuka dalam menerima saran dan kritik dari para pembaca.

Wallahul muwaffiq ila aqwamith thariq,
Wassalamu ’alaikum wr. wb.

Mahbub Ma’afi Ramdlan
Tim Bahtsul Masail NU

Tidak ada komentar:

Posting Komentar