Senin, 11 Mei 2020

Nasaruddin Umar: Jejak dan Derap Peradaban Islam (5): Peradaban Islam: Iqra' bi Ism Rabbik (3)

Jejak dan Derap Peradaban Islam (5)

Peradaban Islam: Iqra' bi Ism Rabbik (3)

Oleh: Nasaruddin Umar

 

Periode kelima ditandai dengan kejenuhan manusia memuja pikirannya sendiri. Dunia ilmu pengetahuan ternyata memang tidak segala-galanya. Akhirnya muncullah berbagai gerakan dan filsafat yang bertema kemanusiaan, seperti gerakan posmodernisme (Posmo), new age, dan gerakan humanisme lainnya. Ironisnya, mereka cenderung tidak berusaha untuk menyebut agama mereka (Kristen/Katolik) sebagai solusi mendasar. Sebagian mereka bahkan menengok Islam sebagai alternatif. Sayang sekali kelompok radikal mencederai Islam dan membuat mereka ragu kembali kepada agama Islam sebagai faktor solusi kemanusiaan.

 

Sejarah masih terus bergulir. Fenomena terakhir perkembangan Islam di dunia menurut Hillary Clinton adalah agama yang paling cepat perkembangannya di dunia Barat, khususnya di Amerika. Pemberitaan resmi melalui media resmi Vatikan mengakui bahwa Katolik bukan lagi agama terbesar di dunia tetapi digeser oleh agama Islam. Tidak ada satupun negeri di kolong langit ini yang tidak dihuni oleh penganut agama Islam. Malah ada kecenderungan, menurut Oliver Roy, terjadi deterritorialisasi dunia Islam. Menurut sebuh pemberitaan di AS, buku-buku the best seller selama lima tahun terakhir ini masih didominasi oleh buku-buku yang bertema Islam, meskipun termasuk di dalamnya juga ada yang berpandangan minor terhadap Islam.

 

Yang menarik untuk dikaji secara khusus ialah hubungan antara analisis Prof Hull dengan ayat yang pertama Tuhan turunkan Iqra (bacalah). Mengapa ayat pertama ini langsung kalimat perintah (fi'il amr), kenapa dengan iqra, padahal Nabi sendiri buta huruf dan kenapa ada amr tanpa maful (obyek yang harus dibaca). Ternyata iqra menjadi shock terapy untuk menyentakkan orang agar meninggalkan zaman jahiliyah ke zaman pencerahan dengan menawarkan konsep iqra bi ismi Rabbik (Bacalah dengan nama Tuhanmu). Ini maknanya sangat dalam. Iqra adalah simbol ilmu pengetahuan dan bi ismi Rabbik sebagai simbol agama. Ini mengisyaratkan sebuah road map ideal. Ilmu dan agama harus terintegrasi. Tidak boleh ilmunya dominan tetapi agamanya tenggelam, sebagaimana yang terjadi pada periode pertama tadi. Tidak boleh juga agamanya lebih dominan dan meninggalkan ilmu pengetahuan sebagaimana yang terjadi pada periode kedua. Iqra tanpa bi ismi Rabbik bisa menjadi malapetaka kemanusiaan. Demikian pula sebaliknya. Mungkin ayat inilah yang mengispirasi Albert Einstein yang pernah membuat statement mengejutkan: "Ilmu tanpa agama buta, dan agama tanpa ilmu lumpuh".

 

Arah kesimpulan buku Prof Hull seolah ingin menguatkan Q.S. al-Fath/110: "Apabila telah datang pertolongan Allah dan kemenangan. Dan kamu lihat manusia masuk agama Allah dengan berbondong-bondong, maka bertasbihlah dengan memuji Tuhanmu dan mohonlah ampun kepada-Nya. Sesungguhnya Dia adalah Maha Penerima taubat".


Periode kelima ini terbentang peluang besar dunia Islam. Siapkah mereka untuk naik panggung dalam sejarah peradaban dunia, tergantung kesiapan umat Islam sendiri. Bagaimana kita menerjemahkan ajaran Islam sehingga dapat diterima semua pihak (rahmatan lil 'aalamin) dan pada sisi lain bagaimana umat Islam mampu menampilkan diri tidak menjadi ancaman terhadap orang selainnya. Di sinilah peran besar umat Islam Indonesia bisa menampilkan diri sebagai kiblat peradaban baru dunia Islam. Filosopi peradaban Islam sebagai hasil ramuan antara spirit sains dan spirit agama cenderung disambut baik oleh kalangan ilmuan dan budayawan, meskipun di sana-sini juga muncul kekhawatiran dalam bentuk Islamo Phoby sebagai akibat aksi kekerasan yang dilancarkan sekelompok garis keras yang tidak jelas ke mana arahnya dan apa tujuannya. []

 

DETIK, 20 April 2020

Prof. Dr. Nasaruddin Umar, MA | Imam Besar Masjid Istiqlal Jakarta

Tidak ada komentar:

Posting Komentar